PBB Pantau Aksi Mogok Makan Lebih dari 1.000 Tahanan Palestina
A
A
A
NEW YORK - PBB menyatakan akan terus mengawasi aksi mogok makan 1.100 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. PBB juga menyerukan agar semua pihak menahan diri karena aksi kekerqasan yang melibatkan para pendukung tahanan telah terjadi di Tepi Barat.
Aksi mogok makan mulai dilakukan pada awal pekan ini oleh Marwan Barghouti, pemimpin pemberontakan Intifada yang dipenjara karena dianggap teroris oleh Israel. Barghouti melakukan aksi mogok makan untuk menekan pejabat Israel agar memberikan tawanan akses telepon dan perawatan medis yang lebih baik serta memenuhi tuntutan lainnya.
"Kami sangat menyadari situasi dan mengikuti perkembangan secara intensif. Kami meminta semua pihak untuk menahan diri secara maksimal," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
"Sebagai sebuah masalah yang prinsipil, dimanapun itu, kami selalu meminta agar narapidana diperlakukan dengan cara yang manusiawi," tambahnya seperti dikutip dari Sputniknews, Kamis (20/4/2017).
Barghouti, pendiri Brigade Martir Al-Aqsa dan mantan kepala sayap bersenjata Tanzim Fatah, ditahan di sel isolasi di Penjara Kishon setelah dipindahkan dari Penjara Hadarim. Fatah adalah partai politik sekuler nasionalis yang sebelumnya dikenal sebagai gerakan Pembebasan Nasional Palestina.
Barghouti dijatuhi lima hukuman seumur hidup karena terlibat dalam empat serangan teror, lima tuduhan pembunuhan dan satu percobaan pembunuhan, yang mana ia dijatuhi hukuman tambahan selama 40 tahun.
Mengutip sebuah artikel Barghouti yang diterbitkan di New York Times yang menjelaskan pemogokan tersebut, perwakilan petugas Israel mengumumkan bahwa pemogok akan dihukum.
Dia menulis, "Tahanan Palestina dan tahanan telah menderita penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, dan kelalaian medis. Beberapa telah terbunuh saat berada dalam tahanan. Menurut jumlah terbaru dari Klub Tahanan Palestina, sekitar 200 tahanan Palestina telah meninggal sejak tahun 1967 karena tindakan tersebut. Tahanan Palestina dan keluarga mereka juga tetap menjadi sasaran utama kebijakan Israel untuk memberlakukan hukuman kolektif."
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mencerca karakterisasi Barghouti sebagai pemimpin. Ia menyebut narapidana yang melaukan mogok sebagai "pembunuh dan teroris".
Juru bicara Penjara Penjara Israel Assaf Librati mengatakan pada hari Selasa bahwa, "Dinas Penjara telah mulai melakukan tindakan disipliner terhadap para pemogok, dan di samping itu sejumlah tahanan telah dipindahkan ke sayap yang terpisah. Perlu ditekankan bahwa Dinas Penjara tidak tidak akan bernegosiasi dengan narapidana. "
Aksi mogok makan mulai dilakukan pada awal pekan ini oleh Marwan Barghouti, pemimpin pemberontakan Intifada yang dipenjara karena dianggap teroris oleh Israel. Barghouti melakukan aksi mogok makan untuk menekan pejabat Israel agar memberikan tawanan akses telepon dan perawatan medis yang lebih baik serta memenuhi tuntutan lainnya.
"Kami sangat menyadari situasi dan mengikuti perkembangan secara intensif. Kami meminta semua pihak untuk menahan diri secara maksimal," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
"Sebagai sebuah masalah yang prinsipil, dimanapun itu, kami selalu meminta agar narapidana diperlakukan dengan cara yang manusiawi," tambahnya seperti dikutip dari Sputniknews, Kamis (20/4/2017).
Barghouti, pendiri Brigade Martir Al-Aqsa dan mantan kepala sayap bersenjata Tanzim Fatah, ditahan di sel isolasi di Penjara Kishon setelah dipindahkan dari Penjara Hadarim. Fatah adalah partai politik sekuler nasionalis yang sebelumnya dikenal sebagai gerakan Pembebasan Nasional Palestina.
Barghouti dijatuhi lima hukuman seumur hidup karena terlibat dalam empat serangan teror, lima tuduhan pembunuhan dan satu percobaan pembunuhan, yang mana ia dijatuhi hukuman tambahan selama 40 tahun.
Mengutip sebuah artikel Barghouti yang diterbitkan di New York Times yang menjelaskan pemogokan tersebut, perwakilan petugas Israel mengumumkan bahwa pemogok akan dihukum.
Dia menulis, "Tahanan Palestina dan tahanan telah menderita penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, dan kelalaian medis. Beberapa telah terbunuh saat berada dalam tahanan. Menurut jumlah terbaru dari Klub Tahanan Palestina, sekitar 200 tahanan Palestina telah meninggal sejak tahun 1967 karena tindakan tersebut. Tahanan Palestina dan keluarga mereka juga tetap menjadi sasaran utama kebijakan Israel untuk memberlakukan hukuman kolektif."
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mencerca karakterisasi Barghouti sebagai pemimpin. Ia menyebut narapidana yang melaukan mogok sebagai "pembunuh dan teroris".
Juru bicara Penjara Penjara Israel Assaf Librati mengatakan pada hari Selasa bahwa, "Dinas Penjara telah mulai melakukan tindakan disipliner terhadap para pemogok, dan di samping itu sejumlah tahanan telah dipindahkan ke sayap yang terpisah. Perlu ditekankan bahwa Dinas Penjara tidak tidak akan bernegosiasi dengan narapidana. "
(ian)