ISIS Terdesak, Tentara Suriah Semakin Kuat

Minggu, 05 Maret 2017 - 19:02 WIB
ISIS Terdesak, Tentara...
ISIS Terdesak, Tentara Suriah Semakin Kuat
A A A
DAMASKUS - Pasukan pemerintah Suriah menunjukkan eksistensinya setelah berhasil merebut kembali kota kuno bersejarah Palmyra dari kekuasaan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) dengan bantuan serangan udara Rusia. Posisi ISIS juga semakin terdesak dan tak berdaya di Suriah.

Gerilyawan ISIS sebelumnya pernah diusir dari Palmyra pada Maret tahun lalu, tetapi mereka kemudian berhasil merebut kembali kota tersebut Desember lalu. Karena Palmyra merupakan kota bersejarah, tentara Presiden Suriah Bashar al-Assad fokus merebut kembali wilayah tersebut.

Militer Rusia membantu pergerakan tentara Suriah dengan mengirimkan jet tempur untuk menghancurkan basis pertahanan ISIS di Palmyra. ”Dengan dukungan dari militer Suriah dan Rusia, unit Angkatan Darat berhasil merebut Palmyra. Itu merupakan bentuk kerja sama dengan aliansi,” demikian keterangan militer Suriah dilansir Reuters.

Militer Suriah mengungkapkan perebutan kembali Palmyra sebagai serangkaian kesuksesan operasi tempur yang dilancarkan tertata dan rapi. Duta Besar Suriah untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Bashar al-Jaafari membenarkan pencaplokan kembali Palmyra.
”Presiden Bashar al- Assad tetap membuktikan janjinya untuk mengusir gerilyawan ISIS dari Palmyra,” kata Jaafari.

Kemudian, menurut Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris, milisi Syiah juga ikut bergabung dalam misi perebutan Palmyra tersebut.
”Gerilyawan ISIS bertahan di wilayah timur Palmyra setelah ditarik mundur dari kota tersebut,” ungkap Direktur SOHR Rami Abdel Rahman. Pasukan pemerintah, ungkap mereka, langsung melaksanakan operasi pembersihan ranjau darat yang ditanam ISIS.

Selama pendudukan ISIS di Palmyra yang berakhir Maret tahun lalu, kelompok gerilyawan ISIS menghancurkan beberapa patung dan bangunan bersejarah. Mereka juga merampok bagian penting dan bersejarah serta menjualnya di pasar gelap. Posisi ISIS kini sedang melemah setelah Kota Aleppo timur direbut pasukan pemerintah.

Tentara Suriah sedang bergerak menuju Sungai Eufrat dan Kota Deir al-Zor yang menjadi basis pertahanan gerilyawan ISIS. Pergerakan pasukan ISIS juga semakin berkurang karena gempuran milisi Kurdi yang didukung AS dan pejuang Sunni yang didukung Turki. Perebutan kembali Palmyra juga diungkap Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu.

Menurut juru bicara Kremlin, Shoigu telah menginformasikan perebutan kembali Palmyra kepada Presiden Vladimir Putin. Dengan begitu, posisi Rusia dalam konflik Suriah semakin jelas perebutan kembali Palmyra. Akibat pendudukan ISIS di Palmyra, Kuil Bel yang berusia 2.000 tahun hancur. Lebih dari 1.000 benda bersejarah mengalami kerusakan parah.

Bahkan, 500 makam juga dihancurkan ISIS. Padahal sebelum konflik Suriah, lebih dari 150.000 turis berkunjung ke Palmyra setiap tahun. ”Kehancuran Palmyra merupakan bentuk kejahatan perang baru,” kata Ketua Badan PBB Urusan Pendidikan dan Situs Warisan Dunia (UNESCO) Irinia Bokova.

Dari Jenewa, Swiss, delegasi pemerintah dan oposisi Suriah kemarin masih menggelar perundingan damai. Kepala negosiator kubu Suriah mengungkapkan kemenangannya karena Palmyra berhasil diambil alih. Sementara oposisi Suriah menolak untuk mengucapkan selamat kepada delegasi pemerintah atas kemenangan tersebut.

Tak Ada Terobosan

Perundingan damai di Jenewa tetap diprediksi tidak akan menghasilkan terobosan kesepakatan. Mediator PBB Staffan de Mistura belum mengizinkan masing-masing delegasi pemerintah dan oposisi Suriah untuk berbicara tatap muka. Padahal, mereka berunding dalam ruangan terpisah selama tujuh hari.

Mereka mencoba mencari kesepakatan untuk memperkuat proses perundingan damai ke depannya. Mistura memberikan hasil sementara perundingan yang tengah berlangsung. Dalam laporan itu disebutkan Mistura berharap perundingan damai kali ini akan berakhir dengan pemahaman bagaimana proses diskusi setelahnya.

”Kita memiliki pemahaman mendalam untuk memproses perundingan masa depan dengan masingmasing isu,” ucap Mistura dilansir Reuters. Negosiator Suriah Bashar al- Jaafari menekankan kontraterorisme sebagai topik keempat, bersamaan dengan formasi konstitusi baru, pemilu baru, dan pemerintahan baru.

Tuntutan baru tersebut, kata dia, telah diterima Mistura, meski tidak ada konfirmasi dari mediator. ”Tujuh hari untuk menemukan agenda bukan buang-buang waktu,” kata Jaafari, negosiator yang merupakan duta besar Suriah untuk PBB.

Sementara itu, oposisi Suriah diwakili kepala negosiator Nasr al-Hariri mengatakan Jaafari menyerah untuk membicarakan ”transisi politik”. ”Proses politik bukan hal mudah. Itu tak bisa diselesaikan dalam satu atau dua pekan. Perlu langkah lanjutan, dan perlu waktu yang panjang,” kata Hariri.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0984 seconds (0.1#10.140)