Bomber ISIS Ini Eks Tahanan Guantanamo Penerima Kompensasi Rp16,7 M

Kamis, 23 Februari 2017 - 03:02 WIB
Bomber ISIS Ini Eks...
Bomber ISIS Ini Eks Tahanan Guantanamo Penerima Kompensasi Rp16,7 M
A A A
LONDON - Abu Zakariya al-Britani seorang pengebom (bomber) bunuh diri ISIS yang meledakkan diri di sebuah mobil di luar pangkalan militer Irak di dekat Mosul, jadi sorotan media dunia. Sebab, dia adalah mantan tahanan Guantanamo yang diberi kompensasi USD1.250.000 atau sekitar Rp16,7 miliar karena dianggap tak bersalah.

Al-Britani alias Jamal Udeen Al-Harits terlahir dengan nama Ronald Fiddler. Dia merupakan warga Manchester, Inggris, yang dibebaskan dari penjara Guantanamo pada tahun 2004 setelah ditangkap di Pakistan pada tahun 2002.

Bayaran kompensasi hingga Rp16,7 miliar itu diberikan oleh pemerintah Inggris dengan alasan tidak salah. Namun, laporan lain menyebut tujuan kompensasi itu untuk membungkamnya agar tidak mengungkap keterlibatan Inggris dalam penyiksaan dan pelecehan tahanan.

Dia berangkat ke Suriah pada tahun 2014 atau sepuluh tahun setelah dibebaskan dari fasilitas penahanan terkenal yang dikelola intelijen Amerika Serikat (AS). Dia melakukan aksi bom bunuh diri pada hari Senin lalu.

Arthur Snell, mantan kepala inisiatif kontra-terorisme Inggris mengatakan kepada BBC bahwa jalan pilihan al-Britani telah diprediksi sebelumnya.

”Sudah jelas bahwa secara kolektif pemerintah—dan jelas saya memiliki beberapa tanggung jawab pribadi di sana—kami gagal untuk menyadarinya,” kata Snell, yang dilansir Kamis (23/2/2017).

”Lebih sering, (otoritas) layanan berada di ruang kesehatan mental ketimbang pada penegakan hukum. Tidak mungkin untuk mengatakan apa yang terjadi dalam periode 10 tahun ini, tetapi apa yang sangat jelas adalah bahwa ada masalah dan itu tidak cukup ditangani,” ujarnya.

”Jelas ada tokoh profil tinggi, tidak ada misteri tentang orang ini, dia adalah seseorang yang dikenal pihak berwenang,” lanjut dia.

Lord Carlile, mantan peresensi undang-undang terorisme, mengatakan kepada BBC bahwa Fiddler seharusnya tidak pantas diberi kompensasi.

”Sama sekali tidak ada manfaat membayar dia sepeser pun, karena jelas dia adalah teroris dan dia adalah seorang teroris yang berpotensi berbahaya,” kata Carlile.

”Masalahnya adalah aturan pengungkapan hukum. Jika seseorang membawa gugatan perdata untuk kerusakan, maka mereka berhak untuk melakukan pengungkapan, beberapa di antaranya mungkin soal materi keamanan nasional,” imbuh dia.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1183 seconds (0.1#10.140)