Pembelot Korut: Kim Jong-un Ingin Bertemu Trump
A
A
A
SEOUL - Seorang diplomat senior Korea Utara (Korut) yang membelot mengungkapkan pendapat terhadap bekas negaranya. Thae Yong-ho mengatakan satu-satunya cara untuk mengubah nasib Korut adalah mengubah pemimpinnya.
"Selama Kim Jong-un berkuasa, tidak akan ada kesempatan bagi dunia untuk mengangkat isu HAM atau membatalkan program nuklir," kata diplomat senior yang membelot dalam hampir 20 tahun terakhir disitat dari CNN, Rabu (25/1/2017).
Yong-ho mengatakan kemenangan mengejutkan Presiden Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat (AS), dilihat Jong-un sebagai kesempatan baik baginya untuk membuka semacam kompromi dengan pemerintahan baru AS.
Tapi ia menegaskan Jong-un hanya akan berbicara pada istilah yang merujuk pada pidato Tahun Baru. "Tingkatan pidato Tahun Baru ini adalah sebuah pemerasan yang blak-blakan," katanya.
Dalam pidatonya saat itu, Jong-un menegaskan jika AS meneruskan kebijakan melawan Korut ia akan terus menambah senjata nuklir untuk kemampuan militer negaranya. "Ia menyebutnya kemampuan serangan pre emptive. Itu adalah rudal balistik antar benua (ICBM)," ungkap Yong-ho.
Selama kampanyenya, Trump mengatakan ia akan terbuka untuk bertemu Jong-un. Yong-ho pun membuat permohonan kepada Trump untuk mempertimbangkan kembali. Menurutnya, pertemuan itu sama saja dengan memberikan legitimasi kepada pemimpin Korut tersebut yang saat ini tidak dimiliki di negerinya sendiri.
"Bahkan Presiden China Xi Jinping dan bahkan Presiden Rusia Putin, mereka bahkan belum bertemu Kim Jong-un," katanya.
Yong-ho mengklaim meskipun para loyalisnya merasa takut, Jong-un masih berjuang untuk mengamankan legitimasi yang dinikmati dari ayahnya Kim Jong Il dan kakeknya Kim Il Sung, pendiri Korea Utara.
"Setelah 5 tahun berkuasa, ia bahkan tidak bisa memberitahu orang-orang Korut tentang tanggal lahirnya, setelah ia lahir, tentang ibunya, hubungannya dengan kakeknya," katanya.
"Selama Kim Jong-un berkuasa, tidak akan ada kesempatan bagi dunia untuk mengangkat isu HAM atau membatalkan program nuklir," kata diplomat senior yang membelot dalam hampir 20 tahun terakhir disitat dari CNN, Rabu (25/1/2017).
Yong-ho mengatakan kemenangan mengejutkan Presiden Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat (AS), dilihat Jong-un sebagai kesempatan baik baginya untuk membuka semacam kompromi dengan pemerintahan baru AS.
Tapi ia menegaskan Jong-un hanya akan berbicara pada istilah yang merujuk pada pidato Tahun Baru. "Tingkatan pidato Tahun Baru ini adalah sebuah pemerasan yang blak-blakan," katanya.
Dalam pidatonya saat itu, Jong-un menegaskan jika AS meneruskan kebijakan melawan Korut ia akan terus menambah senjata nuklir untuk kemampuan militer negaranya. "Ia menyebutnya kemampuan serangan pre emptive. Itu adalah rudal balistik antar benua (ICBM)," ungkap Yong-ho.
Selama kampanyenya, Trump mengatakan ia akan terbuka untuk bertemu Jong-un. Yong-ho pun membuat permohonan kepada Trump untuk mempertimbangkan kembali. Menurutnya, pertemuan itu sama saja dengan memberikan legitimasi kepada pemimpin Korut tersebut yang saat ini tidak dimiliki di negerinya sendiri.
"Bahkan Presiden China Xi Jinping dan bahkan Presiden Rusia Putin, mereka bahkan belum bertemu Kim Jong-un," katanya.
Yong-ho mengklaim meskipun para loyalisnya merasa takut, Jong-un masih berjuang untuk mengamankan legitimasi yang dinikmati dari ayahnya Kim Jong Il dan kakeknya Kim Il Sung, pendiri Korea Utara.
"Setelah 5 tahun berkuasa, ia bahkan tidak bisa memberitahu orang-orang Korut tentang tanggal lahirnya, setelah ia lahir, tentang ibunya, hubungannya dengan kakeknya," katanya.
(ian)