Rusia Ternyata Juga Membobol Email Partai Republik AS

Rabu, 11 Januari 2017 - 08:06 WIB
Rusia Ternyata Juga...
Rusia Ternyata Juga Membobol Email Partai Republik AS
A A A
WASHINGTON - Rusia tak hanya dituduh meretas atau membobol email Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) selama pemilu presiden Amerika Serikat (AS) November 2016 lalu. Direktur FBI James Comey menyatakan, Rusia juga meretas email Komite Nasional Partai Republik (RNC).

Tapi, kata Comey, email tim kampanye Donald Trump tidak ikut diretas oleh Rusia. Bos Menurut bos FBI ini, Rusia tidak membocorkan informasi rahasia yang diperoleh dari peretasan email RNC.

Komentar Comey ini mendukung tuduhan bahwa Moskow memang berusaha untuk membantu Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton—calon presiden Partai Demokrat—selama kampanye pemilu 2016. Pernyataan Comey itu dibeberkan kepada anggota parlemen AS pada hari Selasa waktu setempat.

Sebelumnya, badan intelinen AS pada Jumat pekan lalu merilis informasi publik yang menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pemberi perintah serangan cyber terhadap email DNC dengan dugaan membantu Trump mengalahkan Hillary Clinton.

Rusia sudah berkali-kali membantah ikut campur pemilu AS. Tapi, Presiden Barack Obama tetap yakin dengan tuduhan badan intelijen AS. Puncaknya, Obama mengusir 35 diplomat Rusia yang dianggap sebagai mata-mata Rusia yang terlibat dalam serangan cyber.

Menteri Pertahanan AS Ashton Carter dalam konferensi pers hari Selasa menegaskan bahwa AS akan melakukan pembalasan serangan cyber. Menurutnya, para pejabat senior AS sudah menyarankan untuk mengambil tindakan rahasia.

“Federal Bureau of Investigation (FBI) tidak mengembangkan bukti bahwa (tim) kampanye Trump atau RNC saat ini, berhasil diretas,” katanya, seperti dikutip Reuters, Rabu (11/1/2017). Dia tidak mengatakan apakah Rusia telah mencoba untuk membobol email tim kampanye Trump.

Comey menolak untuk mengomentari apakah FBI akan membuka penyelidikan tentang hubungan Rusia dengan Trump. Seperti diketahui, Trump sejak awal kampanye hingga terpilih sebagai presiden cenderung pro-Rusia karena ingin memperbaiki hubungan Washington dan Moskow yang telah rusak di era pemerintahan Obama.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9413 seconds (0.1#10.140)