Resolusi DK PBB, Kado Pahit Obama buat Israel
A
A
A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) membuat keputusan langka dengan tidak menuruti pemintaan Israel untuk memveto resolusi DK PBB soal penghentian seluruh proyek permukiman Israel di tanah Palestina yang diduduki. Tindakan AS ini menjadi kado pahit bagi Israel dari Obama yang sebentar lagi lengser.
AS punya alasan khusus mengapa tidak mendukung Israel dari tekanan resolusi DK PBB kali ini. Meurut Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, resolusi itu mencerminkan fakta di lapangan bahwa jumlah permukiman Israel telah meningkat. ”Masalah pemukiman yang sudah jauh lebih buruk, bahwa itu mengancam solusi dua-negara,” katanya.
Israel sendiri telah meluapkan kekecewaannya pada Pemerintah Obama yang memilih abstain dan tidak memveto resolusi DK PBB tersebut.
"Pemerintahan Obama gagal melindungi Israel terhadap gang-up di PBB,” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (24/12/2016). ”Bahkan yang lebih buruk, berkolusi dengan itu di belakang layar.”
Baca:
Palestina Menang, DK PBB Putuskan Permukiman Israel Disetop!
Menteri Infrastruktur, Energi dan Sumber Daya Air Israel, Yuval Steinitz, menggambarkan terguncangnya Israel atas langkah AS yang selama ini jadi sekutu utamanya.
”AS meninggalkan Israel, satu-satunya sekutu di Timur Tengah sakit jantung setelah delapan tahun persahabatan, dan kerjasama dengan Obama, ini adalah chord terakhirnya,” katanya, sambil melangkah meninggalkan ruang pemungutan suara di kantor DK PBB.
Resolusi untuk menekan Israel menghentikan seluruh proyek permukiman ilegal ini diusulkan oleh Mesir, Malaysia, Selandia Baru, Senegal dan Venezuela. Tapi, Mesir memilih mundur setelah ada lobi presiden terpilih AS Donald Trump yang sebelumnya didesak Netanyahu untuk campur tangan.
Meski demikian, empat negara pengusul resolusi tetap berjuang. Resolusi disahkan dengan dukungan 14 suara dan satu suara abstain.
“Segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk di Yerusalem Timur,” bunyi resolusi DK PBB. ”Pembangunan permukiman oleh Israel tidak memiliki validitas hukum dan merupakan pelanggaran mencolok di bawah hukum internasional,” lanjut resolusi DK PBB.
AS punya alasan khusus mengapa tidak mendukung Israel dari tekanan resolusi DK PBB kali ini. Meurut Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, resolusi itu mencerminkan fakta di lapangan bahwa jumlah permukiman Israel telah meningkat. ”Masalah pemukiman yang sudah jauh lebih buruk, bahwa itu mengancam solusi dua-negara,” katanya.
Israel sendiri telah meluapkan kekecewaannya pada Pemerintah Obama yang memilih abstain dan tidak memveto resolusi DK PBB tersebut.
"Pemerintahan Obama gagal melindungi Israel terhadap gang-up di PBB,” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (24/12/2016). ”Bahkan yang lebih buruk, berkolusi dengan itu di belakang layar.”
Baca:
Palestina Menang, DK PBB Putuskan Permukiman Israel Disetop!
Menteri Infrastruktur, Energi dan Sumber Daya Air Israel, Yuval Steinitz, menggambarkan terguncangnya Israel atas langkah AS yang selama ini jadi sekutu utamanya.
”AS meninggalkan Israel, satu-satunya sekutu di Timur Tengah sakit jantung setelah delapan tahun persahabatan, dan kerjasama dengan Obama, ini adalah chord terakhirnya,” katanya, sambil melangkah meninggalkan ruang pemungutan suara di kantor DK PBB.
Resolusi untuk menekan Israel menghentikan seluruh proyek permukiman ilegal ini diusulkan oleh Mesir, Malaysia, Selandia Baru, Senegal dan Venezuela. Tapi, Mesir memilih mundur setelah ada lobi presiden terpilih AS Donald Trump yang sebelumnya didesak Netanyahu untuk campur tangan.
Meski demikian, empat negara pengusul resolusi tetap berjuang. Resolusi disahkan dengan dukungan 14 suara dan satu suara abstain.
“Segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk di Yerusalem Timur,” bunyi resolusi DK PBB. ”Pembangunan permukiman oleh Israel tidak memiliki validitas hukum dan merupakan pelanggaran mencolok di bawah hukum internasional,” lanjut resolusi DK PBB.
(mas)