100 Orang Ditangkap Saat Demonstrasi Anti Diskriminasi di Kamerun
A
A
A
YAOUNDE - Pasukan keamanan di Kamerun menangkap sekitar 100 orang saat menggelar aksi protes atas dugaan diskriminasi terhadap minoritas berbahasa Inggris. Hal tersebut dikatakan Menteri Komunikasi Issa Tchiroma Bakary dan sumber keamanan senior.
Bakary mengatakan pengacau yang ikut dalam aksi demonstran menghancurkan toko-toko di kota barat laut Bamenda selama aksi protes di mana satu orang tewas. Bakary mengatakan bala bantuan telah dikirimkan ke Bamenda untuk membantu pasukan keamanan mengembalikan situasi kembali normal.
Ia pun menegaskan jika aksi protes tidak membahayakan pemerintahan Presiden Paul Biya. Sebelumnya, sebuah sumber keamanan mengatakan bahwa para demonstran menuntut kemerdekaan untuk dua wilayah Kamerun yang berbasa Inggris dan menuntut mundurnya Presiden Paul Biya, yang telah berkuasa sejak 1982.
"Serikat pekerja mengeluh karena merasa sedikit terpinggirkan dan mengatakan mereka didiskriminasi karena bahasa," terang Bakary seperti dikutip dari Reuters, Kamis (24/11/2016).
"Ada beberapa politisi yang menggunakan situasi sebagai alat untuk mengejar kepentingan mereka sendiri," katanya, mencatat bahwa pemerintah terbuka untuk berdialog. Ia juga mengatakan sejumlah menteri telah bertemu untuk pembicaraan guna mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan ini.
Bakary mengatakan pengacau yang ikut dalam aksi demonstran menghancurkan toko-toko di kota barat laut Bamenda selama aksi protes di mana satu orang tewas. Bakary mengatakan bala bantuan telah dikirimkan ke Bamenda untuk membantu pasukan keamanan mengembalikan situasi kembali normal.
Ia pun menegaskan jika aksi protes tidak membahayakan pemerintahan Presiden Paul Biya. Sebelumnya, sebuah sumber keamanan mengatakan bahwa para demonstran menuntut kemerdekaan untuk dua wilayah Kamerun yang berbasa Inggris dan menuntut mundurnya Presiden Paul Biya, yang telah berkuasa sejak 1982.
"Serikat pekerja mengeluh karena merasa sedikit terpinggirkan dan mengatakan mereka didiskriminasi karena bahasa," terang Bakary seperti dikutip dari Reuters, Kamis (24/11/2016).
"Ada beberapa politisi yang menggunakan situasi sebagai alat untuk mengejar kepentingan mereka sendiri," katanya, mencatat bahwa pemerintah terbuka untuk berdialog. Ia juga mengatakan sejumlah menteri telah bertemu untuk pembicaraan guna mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan ini.
(ian)