China Berkali-kali Coba Curi Data Nuklir dan Rencana Perang AS
A
A
A
WASHINGTON - Intelijen China berulang kali menargetkan sistem komputer Badan Keamanan Nasional (NSA) dan akun e-mail pejabat Amerika Serikat (AS). Serangan cyber itu sebagai upaya untuk mencuri informasi data senjata nuklir, investigasi FBI dan rencana perang AS.
”Intelijen China telah berulang kali menyusup ke entitas Badan Keamanan Nasional AS dan mengekstraksi informasi dengan konsekuensi serius bagi keamanan nasional AS, termasuk informasi tentang rencana dan operasi pasukan militer AS dan desain serta sistem senjata AS,” demikian bunyi draft laporan "U.S.-China Economic and Security Review Commission" tahun 2016, seperti dikutip dari Washington Free Beacon, semalam (28/10/2016).
Versi final dari laporan itu akan dirilis pada 16 November 2016 mendatang. Menurut draft laporan itu, peretasan oleh intelijen China memungkinkan Beijing untuk mendapatkan "wawasan operasi AS dan pendekatan operasional pasukan AS untuk kontinjensi potensial di kawasan”.
“Washington menghadapi ancaman besar dan berkembang untuk keamanan nasionalnya dari operasi pengumpulan intelijen China,” lanjut bunyi draft laporan tersebut.
Selain mengincar informasi data senjata nuklir, mata-mata China dilaporkan melakukan peretasan untuk “mengintip” jaringan listrik dan jaringan keuangan AS.
”Entitas infrastruktur penting AS adalah target utama operasi maya China, dan China mampu secara signifikan mengganggu atau merusak badan ini,” imbuh laporan itu.
Otoritas AS menduga intelijen China berupaya mencuri informasi rahasia tentang drone MQ-9 Reaper, yang telah menjadi inti dari serangan udara AS di Irak, Afghanistan dan Pakistan selama sembilan tahun terakhir.
Dalam operasinya, intelijen China merekrut para akademisi AS. Salah satunya, seorang mahasiswa AS di CHina, Glenn Duffie Shriver. Shriver telah dihukum atas tuduhan berkonspirasi untuk memata-matai AS untuk kepentingan China pada tahun 2010. Dia dibebaskan pada 2013.
”Di antara informasi yang diambil adalah 5,6 juta sidik jari, beberapa di antaranya dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyamaran agen pemerintah AS atau untuk membuat duplikat data biometrik untuk mendapatkan akses ke daerah rahasia,” sambung laporan tersebut.
Beberapa organisasi yang diduga berkontribusi dalam operasi intelijen China di antaranya, Kementerian Keamanan Negara (MSS), Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), militer Partai Komunis, serta Departemen Politik Umum PLA.
Pemerintah China belum merespons terkait munculnya laporan bahwa intelijennya melakukan serangan cyber terhadap AS. China sudah berulang kali dituduh serupa oleh AS, namun Beijing berkali-kali menyangkalnya.
”Intelijen China telah berulang kali menyusup ke entitas Badan Keamanan Nasional AS dan mengekstraksi informasi dengan konsekuensi serius bagi keamanan nasional AS, termasuk informasi tentang rencana dan operasi pasukan militer AS dan desain serta sistem senjata AS,” demikian bunyi draft laporan "U.S.-China Economic and Security Review Commission" tahun 2016, seperti dikutip dari Washington Free Beacon, semalam (28/10/2016).
Versi final dari laporan itu akan dirilis pada 16 November 2016 mendatang. Menurut draft laporan itu, peretasan oleh intelijen China memungkinkan Beijing untuk mendapatkan "wawasan operasi AS dan pendekatan operasional pasukan AS untuk kontinjensi potensial di kawasan”.
“Washington menghadapi ancaman besar dan berkembang untuk keamanan nasionalnya dari operasi pengumpulan intelijen China,” lanjut bunyi draft laporan tersebut.
Selain mengincar informasi data senjata nuklir, mata-mata China dilaporkan melakukan peretasan untuk “mengintip” jaringan listrik dan jaringan keuangan AS.
”Entitas infrastruktur penting AS adalah target utama operasi maya China, dan China mampu secara signifikan mengganggu atau merusak badan ini,” imbuh laporan itu.
Otoritas AS menduga intelijen China berupaya mencuri informasi rahasia tentang drone MQ-9 Reaper, yang telah menjadi inti dari serangan udara AS di Irak, Afghanistan dan Pakistan selama sembilan tahun terakhir.
Dalam operasinya, intelijen China merekrut para akademisi AS. Salah satunya, seorang mahasiswa AS di CHina, Glenn Duffie Shriver. Shriver telah dihukum atas tuduhan berkonspirasi untuk memata-matai AS untuk kepentingan China pada tahun 2010. Dia dibebaskan pada 2013.
”Di antara informasi yang diambil adalah 5,6 juta sidik jari, beberapa di antaranya dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyamaran agen pemerintah AS atau untuk membuat duplikat data biometrik untuk mendapatkan akses ke daerah rahasia,” sambung laporan tersebut.
Beberapa organisasi yang diduga berkontribusi dalam operasi intelijen China di antaranya, Kementerian Keamanan Negara (MSS), Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), militer Partai Komunis, serta Departemen Politik Umum PLA.
Pemerintah China belum merespons terkait munculnya laporan bahwa intelijennya melakukan serangan cyber terhadap AS. China sudah berulang kali dituduh serupa oleh AS, namun Beijing berkali-kali menyangkalnya.
(mas)