Pembelot: Bagaimana ISIS Islam jika Jadikan Wanita Muslim Budak?
A
A
A
SANLIURFA - Para pembelot ISIS mengungkap alasan utama mengapa mereka keluar dari kelompok itu. Menurut mereka, ISIS selalu mencatut nama Islam atas semua tindakannya, tapi tindakan itu justru bertentangan dengan ajaran Islam.
Pengakuan para pembelot kelompok ISIS atau Daesh itu muncul dalam sebuah film dokumenter Al Jazeera berjudul “ISIL Desertir Speak Out”. Rekaman dibuat oleh Thomas Dandois dan Francois-Xavier Tregan selama lima bulan hingga awal tahun ini di Sanliurfa, sebuah provinsi tenggara Turki, yang terletak sekitar 60km dari perbatasan Suriah.
Salah satu pembelot ISIS bernama Abu Osama al-Shami, 32, asal Raqqa, Suriah, mengaku terguncang setelah melihat perilaku ISIS. "Ketika saya menyaksikan pertempuran melawan suku Shaitat, saya terguncang. Bagaimana Anda bisa mengatakan (ISIS) itu Islam ketika Anda membunuh anak?,” katanya, yang dilansir Jumat (14/10/2016).
“Bagaimana Anda bisa mengatakan (ISIS) itu Islam ketika membunuh seorang wanita? Bagaimana Anda bisa mengatakan itu Islam ketika mengambil wanita sebagai budak, di mana itu adalah wanita Muslim juga? Itu bukan Islam. Saya melihat semua ini dengan mata saya sendiri,” kata Shami.
Shami adalah satu dari empat desertir atau pembelot ISIS yang bersedia berbicara tentang keanehan kelompok radikal di Irak dan Suriah itu. Dua rekannya, Abu Hozaifa, 28, dan Abu Maria, 22, yang sama-sama dari Raqqa juga membelot. Satu lagi pembelot ISIS yang bersedia berbicara adalah Abu Ali, 38, seorang warga Yordania.
Para pembelot ISIS itu semula percaya bahwa ISIS akan melayani semua agama dan akan membergangus korupsi. Tapi, keyakinan mereka berubah setelah melihat kebrutalan kelompok itu. ”Jangan pergi ke sana, Anda akan menyesal,” ujar Shami.
Tiga anggota Thuwar al-Raqqa—milisi yang berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Suriah (FSA)--yang memiliki sel khusus untuk membantu orang--orang yang membelot dari ISIS, juga berbicara dalam rekaman tersebut. Kelompok milisi itu mengaku hampir 100 pembelot ISIS dibantu dan telah dibawa ke Turki.
”ISIS takut bahwa desertir ini akan mengungkapkan,” kata Mahmoud Oqba, 33, seorang komandan militer Thuwar al-Raqqa.
”Mereka berusaha keras untuk menyembunyikan kebenaran dan kenyataan pahit. ISIS tidak ada hubungannya dengan jihad dan Islam, mereka berpura-pura. ISIS adalah musuh Islam. Jika desertir mengungkapkan kepada dunia luar apa yang mereka lihat, itu akan menjadi bencana,” katanya.
Para desertir itu kini berani mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap ISIS. ”Saya pikir orang-orang akan menyukai saya, menghormati saya, datang kepada saya. Tapi saya menemukan bahwa orang-orang takut pada saya dan tidak menyukai saya,” kata Ali.
”Saya menemukan diri saya di tempat, di mana itu berada di bawah pengawasan. Mereka semua agen intelijen. Mereka semua mata-mata pada satu sama lain. Ini hanya seperti rezim represif di dunia Arab,” ujarnya.
Ali mengaku pernah berdebat dengan rekan-rekannya selama bergabung dengan ISIS. Pemicunya adalah ketika dua gadis berusia sekitar 13 atau 14 tahun ditawarkan ke seorang gubernur kelompok ISIS di Fallujah sebagai budak seks.
Dia juga melihat kebrutalan ISIS terhadap wanita yang membuatnya memutuskan hengkang dari kelompok radikal itu. ”Ini gila. Apakah itu berarti kita harus membunuh setiap wanita di jalan? Ini aneh, ini gila,” katanya.
“Inilah yang membuat saya menyesali keputusan saya. Di kamp, saya berkata pada diri saya sendiri, ‘Saya seharusnya tidak pernah datang ke sini',” imbuh Ali.
”Saya menyarankan semua saudara, jika Anda sedang mencari sebuah negara Islam, (ISIS) ini bukan salah satu yang Anda cari,” kata Ali. ”(ISIS) ini bukan negara, juga bukan Islam. Mereka penjahat. Jangan pergi ke sana, Anda akan menyesal,” imbuh Ali.
Pengakuan para pembelot kelompok ISIS atau Daesh itu muncul dalam sebuah film dokumenter Al Jazeera berjudul “ISIL Desertir Speak Out”. Rekaman dibuat oleh Thomas Dandois dan Francois-Xavier Tregan selama lima bulan hingga awal tahun ini di Sanliurfa, sebuah provinsi tenggara Turki, yang terletak sekitar 60km dari perbatasan Suriah.
Salah satu pembelot ISIS bernama Abu Osama al-Shami, 32, asal Raqqa, Suriah, mengaku terguncang setelah melihat perilaku ISIS. "Ketika saya menyaksikan pertempuran melawan suku Shaitat, saya terguncang. Bagaimana Anda bisa mengatakan (ISIS) itu Islam ketika Anda membunuh anak?,” katanya, yang dilansir Jumat (14/10/2016).
“Bagaimana Anda bisa mengatakan (ISIS) itu Islam ketika membunuh seorang wanita? Bagaimana Anda bisa mengatakan itu Islam ketika mengambil wanita sebagai budak, di mana itu adalah wanita Muslim juga? Itu bukan Islam. Saya melihat semua ini dengan mata saya sendiri,” kata Shami.
Shami adalah satu dari empat desertir atau pembelot ISIS yang bersedia berbicara tentang keanehan kelompok radikal di Irak dan Suriah itu. Dua rekannya, Abu Hozaifa, 28, dan Abu Maria, 22, yang sama-sama dari Raqqa juga membelot. Satu lagi pembelot ISIS yang bersedia berbicara adalah Abu Ali, 38, seorang warga Yordania.
Para pembelot ISIS itu semula percaya bahwa ISIS akan melayani semua agama dan akan membergangus korupsi. Tapi, keyakinan mereka berubah setelah melihat kebrutalan kelompok itu. ”Jangan pergi ke sana, Anda akan menyesal,” ujar Shami.
Tiga anggota Thuwar al-Raqqa—milisi yang berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Suriah (FSA)--yang memiliki sel khusus untuk membantu orang--orang yang membelot dari ISIS, juga berbicara dalam rekaman tersebut. Kelompok milisi itu mengaku hampir 100 pembelot ISIS dibantu dan telah dibawa ke Turki.
”ISIS takut bahwa desertir ini akan mengungkapkan,” kata Mahmoud Oqba, 33, seorang komandan militer Thuwar al-Raqqa.
”Mereka berusaha keras untuk menyembunyikan kebenaran dan kenyataan pahit. ISIS tidak ada hubungannya dengan jihad dan Islam, mereka berpura-pura. ISIS adalah musuh Islam. Jika desertir mengungkapkan kepada dunia luar apa yang mereka lihat, itu akan menjadi bencana,” katanya.
Para desertir itu kini berani mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap ISIS. ”Saya pikir orang-orang akan menyukai saya, menghormati saya, datang kepada saya. Tapi saya menemukan bahwa orang-orang takut pada saya dan tidak menyukai saya,” kata Ali.
”Saya menemukan diri saya di tempat, di mana itu berada di bawah pengawasan. Mereka semua agen intelijen. Mereka semua mata-mata pada satu sama lain. Ini hanya seperti rezim represif di dunia Arab,” ujarnya.
Ali mengaku pernah berdebat dengan rekan-rekannya selama bergabung dengan ISIS. Pemicunya adalah ketika dua gadis berusia sekitar 13 atau 14 tahun ditawarkan ke seorang gubernur kelompok ISIS di Fallujah sebagai budak seks.
Dia juga melihat kebrutalan ISIS terhadap wanita yang membuatnya memutuskan hengkang dari kelompok radikal itu. ”Ini gila. Apakah itu berarti kita harus membunuh setiap wanita di jalan? Ini aneh, ini gila,” katanya.
“Inilah yang membuat saya menyesali keputusan saya. Di kamp, saya berkata pada diri saya sendiri, ‘Saya seharusnya tidak pernah datang ke sini',” imbuh Ali.
”Saya menyarankan semua saudara, jika Anda sedang mencari sebuah negara Islam, (ISIS) ini bukan salah satu yang Anda cari,” kata Ali. ”(ISIS) ini bukan negara, juga bukan Islam. Mereka penjahat. Jangan pergi ke sana, Anda akan menyesal,” imbuh Ali.
(mas)