Raja Bhumibol, Sosok Pemersatu Negeri Gajah Putih
A
A
A
BANGKOK - Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej baru saja dilaporkan tutup usia setelah menjalani perawatan intensif dalam sepekan terakhir. Raja Bhumibol meninggal dunia pada usia 88 tahun.
Raja Bhumibol, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis (13/10), merupakan raja terlama yang pernah memimpin sebuah negara. Dia setidaknya menjadi penguasa Negeri Gajah Putih itu selama 7 dekade.
Dia secara resmi memerintah Thailand sejak 1950, meskipun sejatinya dia sudah menjalankan tugas sebagai raja sejak 1946. Dia naik takhta setelah sang kakak, Ananda Mahidol, yang merupakan raja Thailand saat itu tewas dengan luka tembak di dalam kamarnya.
Raja Bhumibol dilantik pada usia 18 tahun, dan merupakan raja kesembilan dari dinasti Chakri, atau Raja Rama IX.
Dia dilantik pada saat masa kritis ketika Thailand berkembang dari monarki absulot menjadi monarki konstitusional. Muncul sebagai kekuatan pemersatu tunggal bangsa, Raja Bhumibol membawa kebangkitan sistem negara yang mulai usang. Menurut Konstitusi, raja adalah kepala negara dan panglima angkatan bersenjata Thailand, tapi sayangnya raja memiliki sedikit kekuasaan politik formal.
Pada kenyataannya, bagaimanapun juga pria yang lahir pada 5 Desember 1927 di Amerika Serikat (AS) tersebut adalah salah satu tokoh yang paling kuat di Thailand sekaligus pilar utama stabilitas. Ini dia tunjukkan ketika terjadi krisis politik berdarah pada 1973 dan 1992. Saat itu dia berhasil membuat masyarakat Thailand kembali tenang.Tidak hanya kata-katanya yang memegang pengaruh besar, tindakannya juga menginspirasi rasa hormat yang mendalam. Ide-idenya selalu ditujukan untuk program kemajuan Thailand dan kesejahteraan rakyat.
Sepanjang memerintah, dia dicintai dan sangat dihormati oleh warga Thailand. Bahkan banyak dari mereka menganggapnya sebagai figur ayah.
Sepanjang hidupnya, dia bekerja untuk membawa perdamaian, kemakmuran, dan stabilitas bangsa. Dia pernah mengatakan itu semua akan terwujud jika semua orang di Thailand melakukan tugasnya dengan sepenuh tenaga dan menempatkan kepentingan umun di atas kepentingan pribadi.
Raja Bhumibol menghabiskan masa mudanya di Eropa. Di Benua Biru tersebut dia mengenyam pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di Eropa, tepatnya di Swiss pula dia bertemu dengan sang istri Sirikit Kitiyara.Pada 4 Oktober 1948 Raja Bhumibol mengalami luka dalam sebuah kecelakaan mobil di Swiss sehingga harus rela kehilangan mata kanannya. Sirikit, yang merupakan putri duta besar Thailand untuk Prancis membantu merawatnya hingga sehat. Mereka lantas bertunangan dan menikah pada 1950.
Sepanjang pemerintahannya, Raja Bhumibol dilindungi oleh undang-undang yang ketat dikenal sebagai lese majeste, yang menghukum siapa pun yang mencemarkan nama baik, penghinaan atau mengancam raja, ratu, pewaris, atau bupati. Bagian 112 dari KUHP Thailand menyatakan bahwa mereka yang bersalah atas lese majeste bisa diancam 15 tahun penjara.
Konstitusi Thailand juga memperkuat posisi raja yang bertakhta untuk dihormati. Tidak ada orang yang dapat mengekspos raja untuk tuduhan atau tindakan apapun.
Raja Bhumibol terakhir kali muncul di hadapan publik pada 11 Januari 2016 silam. Saat itu dia menghabiskan beberapa jam untuk mengunjungi istananya di Bangkok. Selain meninggalkan seorang istri, dia juga meninggalkan empat orang anak, yakni Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn, Putri Ubol Ratana, Putri Maha Chakri Sirindhorn, dan Putri Chulabhorn Walailak.
Raja Bhumibol, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis (13/10), merupakan raja terlama yang pernah memimpin sebuah negara. Dia setidaknya menjadi penguasa Negeri Gajah Putih itu selama 7 dekade.
Dia secara resmi memerintah Thailand sejak 1950, meskipun sejatinya dia sudah menjalankan tugas sebagai raja sejak 1946. Dia naik takhta setelah sang kakak, Ananda Mahidol, yang merupakan raja Thailand saat itu tewas dengan luka tembak di dalam kamarnya.
Raja Bhumibol dilantik pada usia 18 tahun, dan merupakan raja kesembilan dari dinasti Chakri, atau Raja Rama IX.
Dia dilantik pada saat masa kritis ketika Thailand berkembang dari monarki absulot menjadi monarki konstitusional. Muncul sebagai kekuatan pemersatu tunggal bangsa, Raja Bhumibol membawa kebangkitan sistem negara yang mulai usang. Menurut Konstitusi, raja adalah kepala negara dan panglima angkatan bersenjata Thailand, tapi sayangnya raja memiliki sedikit kekuasaan politik formal.
Pada kenyataannya, bagaimanapun juga pria yang lahir pada 5 Desember 1927 di Amerika Serikat (AS) tersebut adalah salah satu tokoh yang paling kuat di Thailand sekaligus pilar utama stabilitas. Ini dia tunjukkan ketika terjadi krisis politik berdarah pada 1973 dan 1992. Saat itu dia berhasil membuat masyarakat Thailand kembali tenang.Tidak hanya kata-katanya yang memegang pengaruh besar, tindakannya juga menginspirasi rasa hormat yang mendalam. Ide-idenya selalu ditujukan untuk program kemajuan Thailand dan kesejahteraan rakyat.
Sepanjang memerintah, dia dicintai dan sangat dihormati oleh warga Thailand. Bahkan banyak dari mereka menganggapnya sebagai figur ayah.
Sepanjang hidupnya, dia bekerja untuk membawa perdamaian, kemakmuran, dan stabilitas bangsa. Dia pernah mengatakan itu semua akan terwujud jika semua orang di Thailand melakukan tugasnya dengan sepenuh tenaga dan menempatkan kepentingan umun di atas kepentingan pribadi.
Raja Bhumibol menghabiskan masa mudanya di Eropa. Di Benua Biru tersebut dia mengenyam pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di Eropa, tepatnya di Swiss pula dia bertemu dengan sang istri Sirikit Kitiyara.Pada 4 Oktober 1948 Raja Bhumibol mengalami luka dalam sebuah kecelakaan mobil di Swiss sehingga harus rela kehilangan mata kanannya. Sirikit, yang merupakan putri duta besar Thailand untuk Prancis membantu merawatnya hingga sehat. Mereka lantas bertunangan dan menikah pada 1950.
Sepanjang pemerintahannya, Raja Bhumibol dilindungi oleh undang-undang yang ketat dikenal sebagai lese majeste, yang menghukum siapa pun yang mencemarkan nama baik, penghinaan atau mengancam raja, ratu, pewaris, atau bupati. Bagian 112 dari KUHP Thailand menyatakan bahwa mereka yang bersalah atas lese majeste bisa diancam 15 tahun penjara.
Konstitusi Thailand juga memperkuat posisi raja yang bertakhta untuk dihormati. Tidak ada orang yang dapat mengekspos raja untuk tuduhan atau tindakan apapun.
Raja Bhumibol terakhir kali muncul di hadapan publik pada 11 Januari 2016 silam. Saat itu dia menghabiskan beberapa jam untuk mengunjungi istananya di Bangkok. Selain meninggalkan seorang istri, dia juga meninggalkan empat orang anak, yakni Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn, Putri Ubol Ratana, Putri Maha Chakri Sirindhorn, dan Putri Chulabhorn Walailak.
(esn)