Kaitan Ilmuwan Nuklir Iran yang Digantung dengan Hillary Clinton

Senin, 08 Agustus 2016 - 12:15 WIB
Kaitan Ilmuwan Nuklir Iran yang Digantung dengan Hillary Clinton
Kaitan Ilmuwan Nuklir Iran yang Digantung dengan Hillary Clinton
A A A
WASHINGTON - Shahram Amiri, ilmuwan nuklir Iran yang digantung di negaranya atas tuduhan membelot ke Amerika Serikat (AS) secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan Hillary Clinton, calon presiden AS dari Partai Demokrat.

Nama Amiri—ilmuwan yang membocorkan program nuklir Iran kepada CIA—tercatat di e-mail Hillary Clinton saat Hillary aktif sebagai Menteri Luar Negeri AS di era Presiden Barack Obama.

Hillary menggunakan e-mail untuk membahas rincian Amiri. Ilmuwan nuklir Iran ini digantung pada hari Minggu waktu Iran.

Dalam rincian itu, Amiri menekankan bahwa dia pernah berada di AS atas kehendaknya sendiri. Di e-mail Hillary, sosok Amiri digambarkan sebagai “teman kita” dalam berkorespondensi.

Tapi laporan lain mengungkap pengakuan Amiri bahwa dia diculik CIA saat akan kembali ke Iran pada tahun 2010. Sejak itulah, Amiri diduga menyerahkan informasi rahasia perihal program nuklir Teheran pada agen mata-mata AS tersebut.

Baca:
Membelot ke AS, Ilmuwan Nuklir Iran Dieksekusi

Salah satu mantan ajudan Hillary pernah memperingatkan korespondensi yang membahas sosok Amiri bisa menjadi “berita bermasalah”. Peringatan itu bisa menjadi kenyataan, terlebih kini dokumen e-mail Hillary Clinton dibocorkan situs anti-kerahasiaan WikiLeaks.

Richard Morningstar, mantan utusan khusus Departemen Luar Negeri AS untuk energi Eurasia menulis kepada Hillary Clinton; ”Kami harus mengakui keprihatinan dalam hal kesalahpahaman tanpa maksud jahat dan bahwa kita akan memastikan itu tidak ada ‘kekambuhan’.”

”Teman kita harus diberikan jalan keluar. Lagi pula, orang kita tidak akan dapat melakukan apa-apa, jika dia harus meninggalkan begitu saja,” lanjut Morningstar.

Penasihat senior Hillary, Jake Sullivan, juga mengirim e-mail lain tentang Amiri pada 12 Juli 2010. Tulisan Sullivan muncul beberapa jam setelah Amiri datang ke Kedutaan Pakistan di Washington DC untuk misi kepentingan Iran.

“Pria (ini) tampaknya telah pergi ke bagian (dari) kepentingan negaranya karena dia tidak bahagia dengan sekian banyak waktu yang dibutuhkan untuk memfasilitasi keberangkatannya,” tulis Sullivan.

”Hal ini bisa mengakibatkan berita bermasalah dalam 24 jam ke depan,” lanjut dia, seperti dikutip Daily Mail, Senin (8/8/2016).

Amiri hilang pada 2009 setelah meninggalkan negaranya untuk ziarah ke Mekah, tetapi muncul dalam sebuah video yang ternyata direkam di AS, di mana dia mengaku ditekan untuk membocorkan informasi sensitif program nuklir Iran kepada CIA.

Dalam wawancara, Amiri mengklaim bahwa dia dibius, dimasukkan di pesawat, dan kemudian disandera di bawah “tekanan psikologis” di sebuah lokasi yang dirahasiakan di AS.

Di lokasi rahasia itulah, dia diminta untuk menyerahkan dokumen rahasia, tapi dia mengaku tidak pernah melakukan apa yang dituduhan, yakni ingin mengkhianati negaranya.

Setelah itu, dia datang ke Kedutaan Besar Pakistan di Washington dan menuntut untuk dikirim pulang ke Iran. Ketika pulang, dia disambut layaknya pahlawan dan bersikeras bahwa dia adalah seorang ”peneliti sederhana”.

Amiri bekerja untuk sebuah universitas yang berafiliasi dengan program nuklir Teheran. Dia mengaku memiliki pengetahuan yang mendalam tentang program nuklir Iran.

Menurut laporan CBS News, Amiri mengatakan kepada para pejabat yang mewawancarainya bahwa dia ditahan atas kemauan Arab Saudi dan mata-mata AS.

Namun para pejabat AS justru mengatakan bahwa dia membocorkan informasi program nuklir Iran demi imbalan uang jutaan.

Ibu Amiri mengatakan kepada BBC bahwa tubuh putranya telah dikirim kepadanya dengan tanda tali di sekitar lehernya. Pada hari Minggu, seorang juru bicara pengadilan Iran menegaskan eksekusi telah terjadi.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5450 seconds (0.1#10.140)