Negara-negara Ini Bisa Ikuti Jejak Inggris Tinggalkan UE
A
A
A
LONDON - Inggris akan mengadakan referendum untuk menentukan masa depannya di Uni Eropa (UE). Kekhawatiran pun muncul, bahwa sejumlah negara anggota UE akan mengambil langkah yang sama memanfaatkan momentum ini.
Dilansir dari Washington Post, Kamis (23/6/2016), ada sejumlah negara yang diprediksi bisa memanfaatkan momentun referendum Inggris untuk melakukan hal yang sama. Negara-negara itu adalah Swedia, Denmark, Yunani, Belanda, Hongaria, Prancis, dan Skotlandia (sebagai kasus khusus).
Ketujuh negara itu bisa menuntut dilakukannya referendum dengan alasan yang berbeda-beda. Swedia misalnya, negara ini memandang dirinya sebagai Skandinavia yang setara dengan Inggris. Negara ini menolak untuk memperkenalkan Euro sebagai mata uang dan dalam hal politik, Inggris dan Swedia menyepakati 90 persen dari semua masalah yang ada.
Sementara Yunani bisa saja menggelar referendum dipicu krisis keuangan yang berkepanjangan. Krisis utang pemerintah Yunani saat ini tidak lagi menjadi fokus permasalahan. Namun, surat kabar Yunani, Kathimerini mengungkapkan kekhawatiran bahwa krisis yang berlangsung saat ini akan dikombinasikan dengan Brexit yang pada akhirnya bisa menjadi ancaman bagi status keanggotaan negara itu di dalam UE.
Kekhawatiran bahwa UE bisa pecah setelah pemungutan suara Brexit mungkin agak terlalu mengada-ada, tapi tentu bisa jadi ini dijadikan momentum oleh negara lain. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk telah memperingatkan bahwa jika Inggris meninggalkan UE, maka akan menjadi ancaman serius bagi peradaban politik Barat.
Dilansir dari Washington Post, Kamis (23/6/2016), ada sejumlah negara yang diprediksi bisa memanfaatkan momentun referendum Inggris untuk melakukan hal yang sama. Negara-negara itu adalah Swedia, Denmark, Yunani, Belanda, Hongaria, Prancis, dan Skotlandia (sebagai kasus khusus).
Ketujuh negara itu bisa menuntut dilakukannya referendum dengan alasan yang berbeda-beda. Swedia misalnya, negara ini memandang dirinya sebagai Skandinavia yang setara dengan Inggris. Negara ini menolak untuk memperkenalkan Euro sebagai mata uang dan dalam hal politik, Inggris dan Swedia menyepakati 90 persen dari semua masalah yang ada.
Sementara Yunani bisa saja menggelar referendum dipicu krisis keuangan yang berkepanjangan. Krisis utang pemerintah Yunani saat ini tidak lagi menjadi fokus permasalahan. Namun, surat kabar Yunani, Kathimerini mengungkapkan kekhawatiran bahwa krisis yang berlangsung saat ini akan dikombinasikan dengan Brexit yang pada akhirnya bisa menjadi ancaman bagi status keanggotaan negara itu di dalam UE.
Kekhawatiran bahwa UE bisa pecah setelah pemungutan suara Brexit mungkin agak terlalu mengada-ada, tapi tentu bisa jadi ini dijadikan momentum oleh negara lain. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk telah memperingatkan bahwa jika Inggris meninggalkan UE, maka akan menjadi ancaman serius bagi peradaban politik Barat.
(ian)