Erdogan Dukung Azerbaijan yang Perang dengan Armenia
A
A
A
YEREVAN - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mendukung Azerbaijan yang terlibat perang dengan Armenia pada hari Sabtu kemarin. Sedangkan Rusia terus mendesak dua negara pecahan Uni Soviet itu mengakhiri permusuhan.
Perang yang pecah secara singkat kemarin berpangkal pada masalah wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah itu sejatinya terletak di dalam Azerbaijan, tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia. Pihak Armenia merasa berkewajiban membela etnis-nya dan akhirnya terlibat perang dengan Azerbaijan di wilayah perbatasan dua negara itu.
Wilayah Nagorno-Karabakh telah memisahkan diri dari Azerbaijan pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 1991, Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan diikuti dengan perang berdarah selama tiga tahun.
Simak:
Perang, Armenia dan Azerbaijan Saling Tuduh Picu Eskalasi
Rusia telah menengahi gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 1994, tetapi ketegangan kedua negara belum reda dan eskalasi sesekali pecah.
Jumlah korban dalam pertempuran kedua negara masih simpang siur. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengklaim membebaskan wilayah strategis dan permukiman dari kelompok separatis di Nagorno-Karabakh.”Enam tank Armenia hancur (dan) lebih dari 100 prajurit Armenia tewas dan luka-luka,” bunyi pernyataan kementerian itu, seperti dikutip Reuters, Minggu (3/4/2016).
Namun, Pemerintah Armenia membantahnya. Presiden Armenia, Serzh Sarksyan, baru mengkonfirmasi laporan sekitar 18 korban tewas dan 35 luka-luka dalam perang singkat kemarin.
Simak:
Rusia Minta Armenia-Azerbaijan Saling Menahan Diri
Azerbaijan menyatakan siap dengan solusi militer setelah puluhan tahun menjalankan solusi damai dianggap sia-sia. Hal itu disampaikan Duta Besar Azerbaijan untuk Rusia, Polad Bulbuloglu, sesaat setelah perang pecah pada hari Sabtu.
”Upaya dari solusi damai untuk konflik ini telah berlangsung selama 22 tahun. Berapa banyak lagi yang dibutuhkan? Kami siap untuk solusi damai untuk masalah ini. Tapi jika tidak diselesaikan secara damai maka kita akan menyelesaikannya dengan cara militer,” katanya kepada stasiun radio Govorit Moskva.
Sebaliknya, Presiden Armenia, Serzh Sargsyan, bersumpah bahwa negaranya akan sepenuhnya menjamin keamanan Nagorno-Karabakh. ”Kami memiliki hak hukum dalam perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada tahun 1994,” katanya.
Simak juga:
Azerbaijan Bantah Helikopternya Ditembak Jatuh Armenia
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menelepon Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, untuk mengungkapkan belasungkawa atas kematian tentara Azerbaijan di perbatasan Nagorno-Karabakh.
”Presiden Turki menyatakan dukungan dan solidaritas dalam kaitannya dengan peristiwa pada garis kontak antara Armenia dan Azerbaijan dan menekankan bahwa orang-orang Turki akan selalu dengan orang-orang dari Azerbaijan,” kata layanan pers Presiden Azerbaijan dalam sebuah pernyataan, mengutip hasil percakapan telepon Erdogan dan Aliyev.
Erdogan menyalahkan kelambanan kelompok OSCE Minsk terkait sengketa Nagorno-Karabakh yang kembali memanas.
”Jika kelompok Minsk telah memecahkan masalah pada waktunya, kita tidak akan menyaksikan peristiwa yang sekarang di garis kontak antara pasukan Azeri (Azerbaijan) dan pasukan Armenia,” kata Erdogan saat membuka sebuah pusat Islam di Lanham, Maryland, Amerika Serikat.
Anehnya, Turki sendiri bagian dari kelompok Minsk bersama Rusia, Amerika Serikat dan Prancis yang memiliki kewajiban sama memantau dan menjaga stabilitas di kawasan itu.
Perang yang pecah secara singkat kemarin berpangkal pada masalah wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah itu sejatinya terletak di dalam Azerbaijan, tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia. Pihak Armenia merasa berkewajiban membela etnis-nya dan akhirnya terlibat perang dengan Azerbaijan di wilayah perbatasan dua negara itu.
Wilayah Nagorno-Karabakh telah memisahkan diri dari Azerbaijan pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 1991, Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan diikuti dengan perang berdarah selama tiga tahun.
Simak:
Perang, Armenia dan Azerbaijan Saling Tuduh Picu Eskalasi
Rusia telah menengahi gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 1994, tetapi ketegangan kedua negara belum reda dan eskalasi sesekali pecah.
Jumlah korban dalam pertempuran kedua negara masih simpang siur. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengklaim membebaskan wilayah strategis dan permukiman dari kelompok separatis di Nagorno-Karabakh.”Enam tank Armenia hancur (dan) lebih dari 100 prajurit Armenia tewas dan luka-luka,” bunyi pernyataan kementerian itu, seperti dikutip Reuters, Minggu (3/4/2016).
Namun, Pemerintah Armenia membantahnya. Presiden Armenia, Serzh Sarksyan, baru mengkonfirmasi laporan sekitar 18 korban tewas dan 35 luka-luka dalam perang singkat kemarin.
Simak:
Rusia Minta Armenia-Azerbaijan Saling Menahan Diri
Azerbaijan menyatakan siap dengan solusi militer setelah puluhan tahun menjalankan solusi damai dianggap sia-sia. Hal itu disampaikan Duta Besar Azerbaijan untuk Rusia, Polad Bulbuloglu, sesaat setelah perang pecah pada hari Sabtu.
”Upaya dari solusi damai untuk konflik ini telah berlangsung selama 22 tahun. Berapa banyak lagi yang dibutuhkan? Kami siap untuk solusi damai untuk masalah ini. Tapi jika tidak diselesaikan secara damai maka kita akan menyelesaikannya dengan cara militer,” katanya kepada stasiun radio Govorit Moskva.
Sebaliknya, Presiden Armenia, Serzh Sargsyan, bersumpah bahwa negaranya akan sepenuhnya menjamin keamanan Nagorno-Karabakh. ”Kami memiliki hak hukum dalam perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada tahun 1994,” katanya.
Simak juga:
Azerbaijan Bantah Helikopternya Ditembak Jatuh Armenia
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menelepon Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, untuk mengungkapkan belasungkawa atas kematian tentara Azerbaijan di perbatasan Nagorno-Karabakh.
”Presiden Turki menyatakan dukungan dan solidaritas dalam kaitannya dengan peristiwa pada garis kontak antara Armenia dan Azerbaijan dan menekankan bahwa orang-orang Turki akan selalu dengan orang-orang dari Azerbaijan,” kata layanan pers Presiden Azerbaijan dalam sebuah pernyataan, mengutip hasil percakapan telepon Erdogan dan Aliyev.
Erdogan menyalahkan kelambanan kelompok OSCE Minsk terkait sengketa Nagorno-Karabakh yang kembali memanas.
”Jika kelompok Minsk telah memecahkan masalah pada waktunya, kita tidak akan menyaksikan peristiwa yang sekarang di garis kontak antara pasukan Azeri (Azerbaijan) dan pasukan Armenia,” kata Erdogan saat membuka sebuah pusat Islam di Lanham, Maryland, Amerika Serikat.
Anehnya, Turki sendiri bagian dari kelompok Minsk bersama Rusia, Amerika Serikat dan Prancis yang memiliki kewajiban sama memantau dan menjaga stabilitas di kawasan itu.
(mas)