Nyatakan Situasi Semi-Perang, Rezim Kim Jong-un Salahkan AS
A
A
A
JENEWA - Pemerintah rezim Korea Utara (Korut) menyatakan situasi di Semenanjung Korea sudah “semi-perang”. Pemerintah yang dipimpin Kim Jong-un itu menyalahkan Amerika Serikat (AS) sebagai pemicu situasi gawat ini.
Korut melalui Duta-nya untuk PBB di Jenewa, So Se Pyong, mengatakan, lantaran situasi Semenanjung Korea sudah “semi-perang”, Pyongyang nekat akan mengejar program nuklir dan rudal balistik yang ditentang AS dan para sekutunya.
“Jika Amerika Serikat terus, maka kita harus membuat langkah-langkah balasan juga. Jadi kita harus mengembangkan, dan kita harus membuat lebih banyak pencegahan, pencegahan nuklir,” kata So dalam wawancaranya dengan Reuters, hari Jumat.
Diplomat top Korut itu menyindir pelaksanaan KTT Keamanan Nuklir di Washington yang membahas cara menekan rezim Pyongyang lebih keras.
Presiden AS; Barack Obama, Presiden Korea Selatan (Korsel); Park Geun-hye dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, bersumpah meningkatkan tekanan pada rezim Kim Jong-un jika Korut tidak menghentikan provokasi.
”Sebenarnya bahwa KTT itu, kita menyebutnya semacam propaganda,” kata So.
Simak juga:
Nyatakan Musuh, Kim Jong-un Ancam China dengan Perang Nuklir
Tak Peduli China
Korut juga tidak peduli lagi dengan China dan negara-negara kuat lain yang menekan Pyongyang. Sebelumnya, Presiden China, Xi Jinping, menyerukan dialog untuk menyelesaikan keruwetan di Semenanjung Korea.
Ditanya apakah Korut merasakan tekanan dari China dan negara-negara kuat lain, So menjawab,”Apakah mereka akan melakukan apa-apa, kami tidak peduli. Kami akan di jalan kami sendiri.”
”(Kami) tidak memiliki dialog dan diskusi tentang itu,” lanjut So.
Korut juga menentang resolusi Dewan Keamanan PBB pada awal Maret 2016 yang isinya memperluas sanksi terhadap Korut yang bisa memicu bencana kelaparan di negara itu. Sanksi dijatuhkan setelah Korut menguji coba senjata nuklir dan rudal balistik.
“Kami akan menentang resolusi itu juga karena tidak adil. Pada titik ini, karena ini benar-benar semi-perang sekarang. Kami sedang sibuk untuk menangani hal ini, statusnya semi-perang di Semenanjung Korea,” imbuh dia.
So juga mengecam latihan militer bersama yang dilakukan oleh AS dan pasukan Korea Selatan yang melibatkan sekitar 300 ribu tentara. ”Sekarang mereka membuka (pertunjukan) warna sejati mereka, yang berarti pemenggalan kepala pimpinan tertinggi DPRK,” ujarnya.
Ditanya tentang prospek untuk melanjutkan pembicaraan enam pihak tentang program nuklir Korut yang telah terhenti, So menegaskan bahwa denuklirisasi Semenanjung Korea tidak lagi di atas meja alias tidak ada lagi diskusi.
”Jika Amerika Serikat menghentikan kebijakan bermusuhan mereka terhadap DPRK dan datang ke perjanjian damai, maka sesuatu (mungkin) berbeda,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Obama dan Presiden China, Xi Jinping, sepakat bekerjasama untuk mengatasi ancaman senjata nuklir Korut.
”Sangat penting bagi kami berdua adalah mengejar senjata nuklir Korea Utara, yang mengancam keamanan dan stabilitas kawasan. Presiden Xi dan saya sama-sama berkomitmen untuk denuklirisasi Semenanjung Korea,” kata Obama dalam pertemuannya dengan Xi di Washington.
”China dan AS memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama,” sambut Xi kepada wartawan melalui seorang penerjemah.
Korut melalui Duta-nya untuk PBB di Jenewa, So Se Pyong, mengatakan, lantaran situasi Semenanjung Korea sudah “semi-perang”, Pyongyang nekat akan mengejar program nuklir dan rudal balistik yang ditentang AS dan para sekutunya.
“Jika Amerika Serikat terus, maka kita harus membuat langkah-langkah balasan juga. Jadi kita harus mengembangkan, dan kita harus membuat lebih banyak pencegahan, pencegahan nuklir,” kata So dalam wawancaranya dengan Reuters, hari Jumat.
Diplomat top Korut itu menyindir pelaksanaan KTT Keamanan Nuklir di Washington yang membahas cara menekan rezim Pyongyang lebih keras.
Presiden AS; Barack Obama, Presiden Korea Selatan (Korsel); Park Geun-hye dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, bersumpah meningkatkan tekanan pada rezim Kim Jong-un jika Korut tidak menghentikan provokasi.
”Sebenarnya bahwa KTT itu, kita menyebutnya semacam propaganda,” kata So.
Simak juga:
Nyatakan Musuh, Kim Jong-un Ancam China dengan Perang Nuklir
Tak Peduli China
Korut juga tidak peduli lagi dengan China dan negara-negara kuat lain yang menekan Pyongyang. Sebelumnya, Presiden China, Xi Jinping, menyerukan dialog untuk menyelesaikan keruwetan di Semenanjung Korea.
Ditanya apakah Korut merasakan tekanan dari China dan negara-negara kuat lain, So menjawab,”Apakah mereka akan melakukan apa-apa, kami tidak peduli. Kami akan di jalan kami sendiri.”
”(Kami) tidak memiliki dialog dan diskusi tentang itu,” lanjut So.
Korut juga menentang resolusi Dewan Keamanan PBB pada awal Maret 2016 yang isinya memperluas sanksi terhadap Korut yang bisa memicu bencana kelaparan di negara itu. Sanksi dijatuhkan setelah Korut menguji coba senjata nuklir dan rudal balistik.
“Kami akan menentang resolusi itu juga karena tidak adil. Pada titik ini, karena ini benar-benar semi-perang sekarang. Kami sedang sibuk untuk menangani hal ini, statusnya semi-perang di Semenanjung Korea,” imbuh dia.
So juga mengecam latihan militer bersama yang dilakukan oleh AS dan pasukan Korea Selatan yang melibatkan sekitar 300 ribu tentara. ”Sekarang mereka membuka (pertunjukan) warna sejati mereka, yang berarti pemenggalan kepala pimpinan tertinggi DPRK,” ujarnya.
Ditanya tentang prospek untuk melanjutkan pembicaraan enam pihak tentang program nuklir Korut yang telah terhenti, So menegaskan bahwa denuklirisasi Semenanjung Korea tidak lagi di atas meja alias tidak ada lagi diskusi.
”Jika Amerika Serikat menghentikan kebijakan bermusuhan mereka terhadap DPRK dan datang ke perjanjian damai, maka sesuatu (mungkin) berbeda,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Obama dan Presiden China, Xi Jinping, sepakat bekerjasama untuk mengatasi ancaman senjata nuklir Korut.
”Sangat penting bagi kami berdua adalah mengejar senjata nuklir Korea Utara, yang mengancam keamanan dan stabilitas kawasan. Presiden Xi dan saya sama-sama berkomitmen untuk denuklirisasi Semenanjung Korea,” kata Obama dalam pertemuannya dengan Xi di Washington.
”China dan AS memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama,” sambut Xi kepada wartawan melalui seorang penerjemah.
(mas)