Jatuhkan 67 Bom Nuklir di Kepulauan Marshall, AS Ogah Diseret ke ICC

Selasa, 08 Maret 2016 - 08:09 WIB
Jatuhkan 67 Bom Nuklir di Kepulauan Marshall, AS Ogah Diseret ke ICC
Jatuhkan 67 Bom Nuklir di Kepulauan Marshall, AS Ogah Diseret ke ICC
A A A
MARSHALL - Publik Kepulauan Marshall di Pasifik Selatan kesal dengan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara nuklir yang menolak menanggapi gugatan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas penjatuhan bom nuklir di wilayah itu pada perode 1946-1958.

Otoritas Kepulauan Marshall mencatat, AS kala itu menjatuhkan 67 bom nuklir sebagai bagian dari program uji coba senjata atomnya. Dampaknya mengerikan, di mana kala itu langit tampak seperti merah darah dan beberapa pulau dipastikan tak bisa dihuni selama ribuan tahun.

Total ada sembilan negara nuklir yang ingin diseret ke ICC. Mereka adalah, AS, Rusia, Inggris, China, Prancis, India, Israel, Korea Utara dan Pakistan. AS dan Rusia menolak menanggapi gugatan di ICC.

Sudah lebih dari setengah abad Kepulauan Marsahall jadi medan uji coba bom nuklir. Wilayah terparah akibat penjatuhan bom nuklir adalah atol (pulau karang) Palmyra.

Beberapa pulau di negara saya menguap dan lainnya diperkirakan tetap tak bisa dihuni selama ribuan tahun,” kata perwakilan otoritas Kepulauan Marshall, Tony deBrum.


Banyak yang tewas, menderita cacat lahir yang tidak pernah dilihat sebelumnya dan berjuang melawan kanker dari kontaminasi (nuklir),” lanjut dia, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (8/3/2016).

Negara-negara nuklir itu didugat ke ICC karena melanggar perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, di mana negara-negara tersebut gagal membongkar gudang senjata berbahaya mereka.


Pengacara untuk Kepulauan Marshall, Phon van den Biesen, mengatakan, enam negara termasuk AS dan Rusia memutuskan menolak diseret ke ICC.

Ini memalukan bahwa enam negara bersenjata nuklir lainnya telah memutuskan bahwa mereka tidak perlu menanggapi,” katanya, tanpa merinci detail enam negara itu.

Setelah ambang untuk penggunaan senjata nuklir disilangkan, hukum akan menjadi lelucon dan keadilan akan hanya peninggalan dari masa lalu,” kesal pengacara itu.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6338 seconds (0.1#10.140)