Rezim Erdogan Rebut Koran Oposisi, Polisi Serbu Redaksi
A
A
A
ISTANBUL - Kericuhan pecah di gedung koran oposisi Turki, Zaman, setelah polisi menyerbu kantor redaksi koran tersebut. Langkah polisi itu menyusul keputusan pengadilan, bahwa koran diambil alih adiministrator yang Pemerintah Presiden Tayyip Erdogan.
Polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang berkumpul di luar kantor surat kabar itu pada hari Jumat. Koran Zaman selama ini dianggap terkait dengan gerakan Hizmet yang dipimpin ulama berpengaruh, Fethullah Gulen, yang berbasis di Amerika Serikat.
Pemerintah Turki telah memasukkan Hizmet dalam daftar organisasi teroris. Gerakan itu dituduh bertujuan untuk menggulingkan Pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan. Gulen yang dulunya sekutu Erdogan, kini menyerukan perlawanan sipil terhadap Presiden Turki itu.
Serangan polisi terhadap demonstran koran Zaman memicu kecaman internasional. Tindakan keras polisi itu dianggap sebagai pembungkaman suara jurnalistik.
Demonstrasi itu muncul untuk memprotes keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa pengelolaan koran Zaman diambil alih administrator yang dikelola pemerintah. Keputusan pengadilan muncul tanpa penjelasan.
Para demonstran berdatangan dengan membawa sejumlah plakat. ”Kami akan berjuang untuk kebebasan pers,” bunyi salah satu plakat, seperti dikutip Spuntiknews, Sabtu (5/3/2016).
Demonstran yang beraksi damai itu dipaksa bubar dengan meriam air dan gas air mata yang ditembakkan polisi Turki.
Pihak redaksi koran Zaman, menyebut Turki akan melewati masa gelap dalam hal kebebasan pers.
Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi sekutu Turki dan sesama bagian dari NATO, menilai tindakan keras Pemerintah Turki tidak konsisten dengan semangat demokrasi.
”Kami melihat ini sebagai serangkaian tindakan yang mengganggu dari peradilan dan penegakan hukum yang diambil dengan menargetkan media dan kelompok kritis lain,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner.
“Kami menyerukan kepada Pemerintah Turki untuk menjamin penghormatan penuh untuk proses hukum dan perlakuan yang sama di mata hukum. Pengadilan yang memerintahkan pengawasan keuangan dan operasi perusahaan media tidak harus meminta perubahan ruang berita atau kebijakan editorial,” lanjut Toner.
Polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang berkumpul di luar kantor surat kabar itu pada hari Jumat. Koran Zaman selama ini dianggap terkait dengan gerakan Hizmet yang dipimpin ulama berpengaruh, Fethullah Gulen, yang berbasis di Amerika Serikat.
Pemerintah Turki telah memasukkan Hizmet dalam daftar organisasi teroris. Gerakan itu dituduh bertujuan untuk menggulingkan Pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan. Gulen yang dulunya sekutu Erdogan, kini menyerukan perlawanan sipil terhadap Presiden Turki itu.
Serangan polisi terhadap demonstran koran Zaman memicu kecaman internasional. Tindakan keras polisi itu dianggap sebagai pembungkaman suara jurnalistik.
Demonstrasi itu muncul untuk memprotes keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa pengelolaan koran Zaman diambil alih administrator yang dikelola pemerintah. Keputusan pengadilan muncul tanpa penjelasan.
Para demonstran berdatangan dengan membawa sejumlah plakat. ”Kami akan berjuang untuk kebebasan pers,” bunyi salah satu plakat, seperti dikutip Spuntiknews, Sabtu (5/3/2016).
Demonstran yang beraksi damai itu dipaksa bubar dengan meriam air dan gas air mata yang ditembakkan polisi Turki.
Pihak redaksi koran Zaman, menyebut Turki akan melewati masa gelap dalam hal kebebasan pers.
Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi sekutu Turki dan sesama bagian dari NATO, menilai tindakan keras Pemerintah Turki tidak konsisten dengan semangat demokrasi.
”Kami melihat ini sebagai serangkaian tindakan yang mengganggu dari peradilan dan penegakan hukum yang diambil dengan menargetkan media dan kelompok kritis lain,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner.
“Kami menyerukan kepada Pemerintah Turki untuk menjamin penghormatan penuh untuk proses hukum dan perlakuan yang sama di mata hukum. Pengadilan yang memerintahkan pengawasan keuangan dan operasi perusahaan media tidak harus meminta perubahan ruang berita atau kebijakan editorial,” lanjut Toner.
(mas)