Dianggap Ingkar, AS Gagal Cegah Turki Tembak Jet Su-24 Rusia
A
A
A
MOSKOW - Rusia menganggap Amerika Serikat (AS) mengingkari kesepakatan bersama untuk menjamin keamanan penerbangan tempur dalam operasi militer di Suriah. Alasannya, AS gagal mencegah Turki untuk menembak jatuh pesawat jet pembom Su-24 Rusia di perbatasan Suriah-Turki.
Penilaian itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia. ”Terlepas dari kenyataan, bahwa kementerian pertahanan kedua negara (AS dan Rusia) menandatangani memorandum untuk memastikan keselamatan penerbangan-penerbangan militer di wilayah udara Suriah, Washington yang mengambil tanggung jawab atas tindakan seluruh koalisi, belum memastikan kepatuhan dengan ketentuan yang relevan dari dokumen,” bunyi pernyataan kementerian itu yang diterbitkan Senin.
Rusia dan AS telahmenandatangani perjanjian yang mengatur operasi serangan udara di Suriah pada 20 Oktober 2015. AS seharusnya bisa mengendalikan semua anggota koalisinya, termasuk Turki untuk mematuhi perjanjian itu.
Dalam perjanjian itu, AS dan Rusia sepakat bertukar komunikasi antar-komandan militer kedua negara untuk mencegah insiden dan menjamin kelancaran operasi pesawat tempur kedua negara dalam memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pada tanggal 24 November 2015, pesawat tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat jet pembom Su-24 Rusia di dekat perbatasan Suriah-Turki. Pilot tempur Rusia tewas ditembak pemberontak Suriah setelah jet pembom itu jatuh. Insiden itu membuat hubungan Rusia dan Turki memanas, terlebih Ankara menolak minta maaf pada Moskow.
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan Washington “konyol” dengan mengaku terkejut atas tindakan Turki itu. ”Mengingat fakta bahwa Menteri Luar Negeri AS (John Kerry) datang ke negara kami untuk kedua kalinya dalam tujuh bulan terakhir, pendekatan ini seperti propaganda konyol,”kata kementerian itu, seperti dikutip Russia Today.
Meski demikian, kementerian tersebut menegaskann bahwa Rusia siap untuk kerjasama konstruktif dengan AS.”Tapi itu hanya mungkin pada prinsip-prinsip kesetaraan dan saling menghormati,” lanjut kementerian itu.
Penilaian itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia. ”Terlepas dari kenyataan, bahwa kementerian pertahanan kedua negara (AS dan Rusia) menandatangani memorandum untuk memastikan keselamatan penerbangan-penerbangan militer di wilayah udara Suriah, Washington yang mengambil tanggung jawab atas tindakan seluruh koalisi, belum memastikan kepatuhan dengan ketentuan yang relevan dari dokumen,” bunyi pernyataan kementerian itu yang diterbitkan Senin.
Rusia dan AS telahmenandatangani perjanjian yang mengatur operasi serangan udara di Suriah pada 20 Oktober 2015. AS seharusnya bisa mengendalikan semua anggota koalisinya, termasuk Turki untuk mematuhi perjanjian itu.
Dalam perjanjian itu, AS dan Rusia sepakat bertukar komunikasi antar-komandan militer kedua negara untuk mencegah insiden dan menjamin kelancaran operasi pesawat tempur kedua negara dalam memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pada tanggal 24 November 2015, pesawat tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat jet pembom Su-24 Rusia di dekat perbatasan Suriah-Turki. Pilot tempur Rusia tewas ditembak pemberontak Suriah setelah jet pembom itu jatuh. Insiden itu membuat hubungan Rusia dan Turki memanas, terlebih Ankara menolak minta maaf pada Moskow.
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan Washington “konyol” dengan mengaku terkejut atas tindakan Turki itu. ”Mengingat fakta bahwa Menteri Luar Negeri AS (John Kerry) datang ke negara kami untuk kedua kalinya dalam tujuh bulan terakhir, pendekatan ini seperti propaganda konyol,”kata kementerian itu, seperti dikutip Russia Today.
Meski demikian, kementerian tersebut menegaskann bahwa Rusia siap untuk kerjasama konstruktif dengan AS.”Tapi itu hanya mungkin pada prinsip-prinsip kesetaraan dan saling menghormati,” lanjut kementerian itu.
(mas)