AS dan Rusia di Ambang Perang Proxy Habis-habisan di Suriah
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dan Rusia sudah di ambang perang proxy habis-habisan di Suriah, setelah Pentagon memasok senjata secara berlimpah kepada pemberontak Suriah. Sedangkan Rusia menegaskan agresi militernya di Suriah memang untuk mendukung rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kelompok pemberontak Suriah untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka menerima pasokan senjata yang melimpah dari AS, termasuk di antaranya rudal anti-tank. Media AS, New York Times, dalam laporannya menyatakan pasokan rudal AS itu membuat konflik di Suriah merayap mendekati perang proxy habis-habisan antara AS dan Rusia.
Kebijakan AS dan Rusia dengan saling mendukung kedua kubu yang saling bermusuhan itu membuat penyelesaian krisis Suriah secara diplomatik hampir mustahil.
Media AS itu juga melaporkan bahwa, rudal anti-tank TOW buatan AS sejatinya mulai dipasok ke pemberontak Suriah sejak 2013 melalui program rahasia yang dijalankan AS, Arab Saudi dan para sekutu AS lainnya. Sedangkan CIA bertugas memantau penggunaan senjata AS oleh pemberontak Suriah untuk melawan pasukan rezim Suriah.
”Kami mendapatkan apa yang kita minta dalam waktu yang sangat singkat,” kata salah satu komandan pemberontak Suriah, Ahmad al-Saud, dalam sebuah wawancara yang dilansir semalam (12/10/2015).
Menurutnya, hanya dalam dua hari kelompoknya dari Divisi 13 telah menghancurkan tujuh kendaraan lapis baja dan tank rezim Suriah dengan tujuh rudal TOW. ”Tujuh dari tujuh,” lanjut dia mengacu pada tujuh sasaran dengan tembakan tujuh rudal TOW.
Sementara itu, pejabat militer AS seperti dikutip Reuters, Selasa (13/10/2015), juga mengkonfirmasi bahwa selama hampir dua minggu AS memasok amunisi ke pemberontak Suriah setelah serangan Rusia untuk mendukung rezim Assad semakin ganas.
Amunisi itu didrop oleh Angkatan Udara AS menggunakan pesawat kargo C-17 di Suriah utara. Kebijakan AS ini aneh, sebab pekan lalu Pentagon menyatakan telah menangguhkan program latihan untuk pemberontak Suriah karena pasukan pemberontak menolak melawan ISIS, tapi hanya bersedia melawan tentara rezim Suriah.
Kelompok pemberontak Suriah untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka menerima pasokan senjata yang melimpah dari AS, termasuk di antaranya rudal anti-tank. Media AS, New York Times, dalam laporannya menyatakan pasokan rudal AS itu membuat konflik di Suriah merayap mendekati perang proxy habis-habisan antara AS dan Rusia.
Kebijakan AS dan Rusia dengan saling mendukung kedua kubu yang saling bermusuhan itu membuat penyelesaian krisis Suriah secara diplomatik hampir mustahil.
Media AS itu juga melaporkan bahwa, rudal anti-tank TOW buatan AS sejatinya mulai dipasok ke pemberontak Suriah sejak 2013 melalui program rahasia yang dijalankan AS, Arab Saudi dan para sekutu AS lainnya. Sedangkan CIA bertugas memantau penggunaan senjata AS oleh pemberontak Suriah untuk melawan pasukan rezim Suriah.
”Kami mendapatkan apa yang kita minta dalam waktu yang sangat singkat,” kata salah satu komandan pemberontak Suriah, Ahmad al-Saud, dalam sebuah wawancara yang dilansir semalam (12/10/2015).
Menurutnya, hanya dalam dua hari kelompoknya dari Divisi 13 telah menghancurkan tujuh kendaraan lapis baja dan tank rezim Suriah dengan tujuh rudal TOW. ”Tujuh dari tujuh,” lanjut dia mengacu pada tujuh sasaran dengan tembakan tujuh rudal TOW.
Sementara itu, pejabat militer AS seperti dikutip Reuters, Selasa (13/10/2015), juga mengkonfirmasi bahwa selama hampir dua minggu AS memasok amunisi ke pemberontak Suriah setelah serangan Rusia untuk mendukung rezim Assad semakin ganas.
Amunisi itu didrop oleh Angkatan Udara AS menggunakan pesawat kargo C-17 di Suriah utara. Kebijakan AS ini aneh, sebab pekan lalu Pentagon menyatakan telah menangguhkan program latihan untuk pemberontak Suriah karena pasukan pemberontak menolak melawan ISIS, tapi hanya bersedia melawan tentara rezim Suriah.
(mas)