Aksi Berani Indonesia Buat PM Australia Khawatir
A
A
A
CANBERRA - Aksi berani Indonesia yang memangkas jumlah kuota impor sapi Australia hingga 80 persen membuat Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbot khawatir. Para politikus Australia yakin, langkah Indonesia ini bukan imbas dari ketegangan dua negara, namun pihak Dewan Bisnis Australia-Indonesia menyatakan sebaliknya.
Meski mengaku khawatir, PM Abbott yakin situasi ini akan segera pulih. Seperti diketahui, Indonesia telah memangkas jumlah kuota impor sapi Australia hingga 80 persen, yakni dari kuota semula 250 ribu ekor menjadi 50 ribu ekor pada kuartal Juli 2015.
Abbott kepada Macquarie Radio mengaku langkah Indonesia itu “mengecewakan” dan “mengkhawatirkan”. Tapi, menurutnya situasi seperti ini tidak permanen. (Baca: Diplomasi Buruk dengan Indonesia, Australia Kena Batunya)
”Ini adalah pemangkasan seketika, ini bukan pemangkasan (permanen) yang sedang berlangsung, karena seperti yang Anda sebutkan, Indonesia memang memiliki nafsu makan yang berkembang pesat untuk daging sapi,” klaim Abbott.
”Mereka akan membutuhkan lebih banyak daging sapi. Ini akan menjadi sangat sulit bagi mereka untuk memasok segala sesuatu yang mereka butuhkan di dalam negeri, jadi saya pikir dalam jangka menengah itu semua untuk ekspor daging sapi Australia, ekspor ternak hidup ke Indonesia,” lanjut Abbott.
Abbott curiga kondisi itu karena ada alasan politik. Dia menuduh pihak Partai Buruh sebagai biangnya, bukan kubu koalisi.
Sekretaris Parlemen Australia untuk urusan Luar Negeri, Steve Ciobo, mengatakan kepada ABC Radio,mencoba berbicara dengan Pemerintah Indonesia.”Kami akan mempertahankan dialog dengan Indonesia,” ujarnya, yang dilansir Kamis (16/7/2015).
Ciobo bersikeras bahwa keputusan Indonesia memangkas jumlah impor sapi Australia bukan refleksi dari ketegangan politik antara kedua negara. Namun, Presiden Dewan Bisnis Australia-Indonesia, Debnath Guharoy, menyatakan masalah itu dipicu hubungan kedua negara yang ada dalam posisi rendah.
”Dalam komunikasi saya dengan lembaga dan departemen pemerintah Indonesia, sentimen luar biasa yang saya rasakan adalah mereka tidak senang dengan Australia. Mereka tidak senang dengan cara kami melakukan diplomasi. (Diplomasi) megafon ini tidak bekerja,” katanya.
”Yang benar adalah, dalam hal hubungan bisnis, itu tidak membantu. Fakta bahwa kami (Australia) membuat keputusan secara sepihak tanpa konsultasi dan memberitahu mereka (Indonesia) hanya untuk berurusan dengan konsekuensi, kita hanya perlu melakukan diplomasi yang lebih baik dari yang telah kita lakukan,” ujarnya.
Meski mengaku khawatir, PM Abbott yakin situasi ini akan segera pulih. Seperti diketahui, Indonesia telah memangkas jumlah kuota impor sapi Australia hingga 80 persen, yakni dari kuota semula 250 ribu ekor menjadi 50 ribu ekor pada kuartal Juli 2015.
Abbott kepada Macquarie Radio mengaku langkah Indonesia itu “mengecewakan” dan “mengkhawatirkan”. Tapi, menurutnya situasi seperti ini tidak permanen. (Baca: Diplomasi Buruk dengan Indonesia, Australia Kena Batunya)
”Ini adalah pemangkasan seketika, ini bukan pemangkasan (permanen) yang sedang berlangsung, karena seperti yang Anda sebutkan, Indonesia memang memiliki nafsu makan yang berkembang pesat untuk daging sapi,” klaim Abbott.
”Mereka akan membutuhkan lebih banyak daging sapi. Ini akan menjadi sangat sulit bagi mereka untuk memasok segala sesuatu yang mereka butuhkan di dalam negeri, jadi saya pikir dalam jangka menengah itu semua untuk ekspor daging sapi Australia, ekspor ternak hidup ke Indonesia,” lanjut Abbott.
Abbott curiga kondisi itu karena ada alasan politik. Dia menuduh pihak Partai Buruh sebagai biangnya, bukan kubu koalisi.
Sekretaris Parlemen Australia untuk urusan Luar Negeri, Steve Ciobo, mengatakan kepada ABC Radio,mencoba berbicara dengan Pemerintah Indonesia.”Kami akan mempertahankan dialog dengan Indonesia,” ujarnya, yang dilansir Kamis (16/7/2015).
Ciobo bersikeras bahwa keputusan Indonesia memangkas jumlah impor sapi Australia bukan refleksi dari ketegangan politik antara kedua negara. Namun, Presiden Dewan Bisnis Australia-Indonesia, Debnath Guharoy, menyatakan masalah itu dipicu hubungan kedua negara yang ada dalam posisi rendah.
”Dalam komunikasi saya dengan lembaga dan departemen pemerintah Indonesia, sentimen luar biasa yang saya rasakan adalah mereka tidak senang dengan Australia. Mereka tidak senang dengan cara kami melakukan diplomasi. (Diplomasi) megafon ini tidak bekerja,” katanya.
”Yang benar adalah, dalam hal hubungan bisnis, itu tidak membantu. Fakta bahwa kami (Australia) membuat keputusan secara sepihak tanpa konsultasi dan memberitahu mereka (Indonesia) hanya untuk berurusan dengan konsekuensi, kita hanya perlu melakukan diplomasi yang lebih baik dari yang telah kita lakukan,” ujarnya.
(mas)