Biarkan Rohingya Dibantai, Myanmar Didesak Keluar dari ASEAN
A
A
A
JAKARTA - Myanmar didesak untuk keluar dari keanggotaan ASEAN, karena dianggap melakukan pembiaran atas pembantaian warga Muslim Rohingya di negara itu. Desakan itu disampaikan Koalisi Masyarakat Indonesia Peduli Rohingya (KMIPR), Senin (29/6/2015).
Koordinator KMIPR, Adnin Arnas, mengatakan, diperkirakan ada 1 juta warga Rohingya yang menetap di Myanmar. Namun Pemerintah Mynamar menganggap mereka sebagai pendatang ilegal. Status yang diberikan itu sesuai dengan UU Kewarganegaraan 1982, di mana warga Muslim Rohingya tidak dianggap sebagai bagian dari warga negara Myanmar.
Menurut Adnin, seorang intelektual Budha asal Mynamar, Maung Zarni menulis secara rinci bagaimana Pemerintah Myanmar melakukan genosida secara sistematis. Selain dianggap imigran ilegal, warga Rohingya dicap sebagai ancaman kemanusiaan nasional, virus, penyerobot, hingga ancaman terhadap kultur Budha.
”Kami akan berdemo di kantor sekretariat ASEAN untuk mendesak Myanmar dikeluarkan dari ASEAN. Sebab Myanmar sangat memalukan, karena membiarkan genosida kepada Muslim Rohingya. Ini jadi wacana internasional. Kami juga akan mengirim surat ke seluruh negara anggota ASEAN untuk mendesak Myanmar keluar,” katanya dalam konferensi pers.
KMIPR adalah gabungan dari beberapa organisasi, seperti Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham), Burma Task Force Indonesia, Global Rohingnya Center, SNH Advocacy Center, Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Kajian Muslimah untuk Kemaslahatan Umat Islam (KMKI), Wahdah Islamiyah dan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.
Menurutnya, Sekjen PBB, Ban Ki-moon telah mengutuk keras aksi genosida terhadap warga Rohingya yang dianggap sebagai tragedi kemanusiaan. ”PBB bahkan sudah menegaskan kepada komunitas internasional untuk mendesak pemerintah Myanmar agar memberi status kewarganegaraan kepada etnis Rohingya dan memberi pendidikan untuk mengubah persepsi masyarakat Myanmar secara lebih luas,” ujarnya.
Koordinator KMIPR, Adnin Arnas, mengatakan, diperkirakan ada 1 juta warga Rohingya yang menetap di Myanmar. Namun Pemerintah Mynamar menganggap mereka sebagai pendatang ilegal. Status yang diberikan itu sesuai dengan UU Kewarganegaraan 1982, di mana warga Muslim Rohingya tidak dianggap sebagai bagian dari warga negara Myanmar.
Menurut Adnin, seorang intelektual Budha asal Mynamar, Maung Zarni menulis secara rinci bagaimana Pemerintah Myanmar melakukan genosida secara sistematis. Selain dianggap imigran ilegal, warga Rohingya dicap sebagai ancaman kemanusiaan nasional, virus, penyerobot, hingga ancaman terhadap kultur Budha.
”Kami akan berdemo di kantor sekretariat ASEAN untuk mendesak Myanmar dikeluarkan dari ASEAN. Sebab Myanmar sangat memalukan, karena membiarkan genosida kepada Muslim Rohingya. Ini jadi wacana internasional. Kami juga akan mengirim surat ke seluruh negara anggota ASEAN untuk mendesak Myanmar keluar,” katanya dalam konferensi pers.
KMIPR adalah gabungan dari beberapa organisasi, seperti Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham), Burma Task Force Indonesia, Global Rohingnya Center, SNH Advocacy Center, Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Kajian Muslimah untuk Kemaslahatan Umat Islam (KMKI), Wahdah Islamiyah dan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.
Menurutnya, Sekjen PBB, Ban Ki-moon telah mengutuk keras aksi genosida terhadap warga Rohingya yang dianggap sebagai tragedi kemanusiaan. ”PBB bahkan sudah menegaskan kepada komunitas internasional untuk mendesak pemerintah Myanmar agar memberi status kewarganegaraan kepada etnis Rohingya dan memberi pendidikan untuk mengubah persepsi masyarakat Myanmar secara lebih luas,” ujarnya.
(mas)