Kata Macron, Prancis Tak Sudi Jadi Bawahan AS
loading...
A
A
A
AMSTERDAM - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan negaranya tidak mau dan tidak akan menjadi bawahan Amerika Serikat (AS).
Komentar itu sebagai pembelaan atas komentar sebelumnya tentang "otonomi strategis" Uni Eropa terkait meningkatnya ketegangan antara AS dan China.
"Menjadi sekutu bukan berarti menjadi bawahan...bukan berarti kami tidak memiliki hak untuk berpikir sendiri," kata Macron di Amsterdam, dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, seperti dikutip France24, Kamis (13/4/2023).
Ditanya posisi Prancis soal Taiwan, Macron mengatakan bahwa Paris mendukung status quo. "Yang berarti kebijakan Satu China dan pencarian penyelesaian damai untuk situasi tersebut," ujarnya.
Kembali dari perjalanannya ke China pada hari Minggu, Macron berpendapat bahwa Uni Eropa tidak bisa menjadi “pengikut Amerika", dan bahwa bukan kepentingan blok tersebut untuk memicu ketegangan atas Taiwan.
“Hal yang lebih buruk adalah berpikir bahwa kita orang Eropa harus menjadi pengikut topik ini dan mengambil petunjuk dari agenda AS dan reaksi berlebihan China,” katanya kepada wartawan.
Pernyataan itu membuatnya mendapat teguran cepat dari Senator AS Marco Rubio, seorang Republikan Florida di Komite Urusan Luar Negeri, yang menyarankan Washington meninggalkan Uni Eropa untuk menangani konflik Ukraina sendiri.
Ketua Parlemen Taiwan You Si-Kun pada hari Selasa berpendapat bahwa Prancis telah meninggalkan moto "liberty, equality, fraternity (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan)" dan bahwa demokrasi maju tidak boleh mengabaikan hidup dan mati orang di negara lain. Dia menambahkan bahwa komentar Macron membuatnya "bingung".
Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan, "Macron sangat tepat untuk menuntut kemerdekaan dan kedaulatan Eropa.”
sementara Presiden Dewan Eropa Charles Michel mencatat beberapa pemimpin negara UE berpikir seperti Macron, meskipun mereka tidak akan mengatakan hal-hal dengan cara yang sama.
Ketika ditanya tentang komentar Macron, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Prancis adalah sekutu lama dan ketidaksepakatan sesekali tidak mengurangi "kemitraan mendalam" dengan Paris.
Adapun posisi Uni Eropa, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengutip pidato baru-baru ini oleh presiden blok Ursula von der Leyen, yang menggambarkan China sebagai "ancaman keamanan nasional dan ekonomi", dan mengatakan ada "konvergensi besar" antara Washington dan Brussels pada berbagai urusan.
Komentar itu sebagai pembelaan atas komentar sebelumnya tentang "otonomi strategis" Uni Eropa terkait meningkatnya ketegangan antara AS dan China.
"Menjadi sekutu bukan berarti menjadi bawahan...bukan berarti kami tidak memiliki hak untuk berpikir sendiri," kata Macron di Amsterdam, dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, seperti dikutip France24, Kamis (13/4/2023).
Ditanya posisi Prancis soal Taiwan, Macron mengatakan bahwa Paris mendukung status quo. "Yang berarti kebijakan Satu China dan pencarian penyelesaian damai untuk situasi tersebut," ujarnya.
Kembali dari perjalanannya ke China pada hari Minggu, Macron berpendapat bahwa Uni Eropa tidak bisa menjadi “pengikut Amerika", dan bahwa bukan kepentingan blok tersebut untuk memicu ketegangan atas Taiwan.
“Hal yang lebih buruk adalah berpikir bahwa kita orang Eropa harus menjadi pengikut topik ini dan mengambil petunjuk dari agenda AS dan reaksi berlebihan China,” katanya kepada wartawan.
Pernyataan itu membuatnya mendapat teguran cepat dari Senator AS Marco Rubio, seorang Republikan Florida di Komite Urusan Luar Negeri, yang menyarankan Washington meninggalkan Uni Eropa untuk menangani konflik Ukraina sendiri.
Ketua Parlemen Taiwan You Si-Kun pada hari Selasa berpendapat bahwa Prancis telah meninggalkan moto "liberty, equality, fraternity (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan)" dan bahwa demokrasi maju tidak boleh mengabaikan hidup dan mati orang di negara lain. Dia menambahkan bahwa komentar Macron membuatnya "bingung".
Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan, "Macron sangat tepat untuk menuntut kemerdekaan dan kedaulatan Eropa.”
sementara Presiden Dewan Eropa Charles Michel mencatat beberapa pemimpin negara UE berpikir seperti Macron, meskipun mereka tidak akan mengatakan hal-hal dengan cara yang sama.
Ketika ditanya tentang komentar Macron, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Prancis adalah sekutu lama dan ketidaksepakatan sesekali tidak mengurangi "kemitraan mendalam" dengan Paris.
Adapun posisi Uni Eropa, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengutip pidato baru-baru ini oleh presiden blok Ursula von der Leyen, yang menggambarkan China sebagai "ancaman keamanan nasional dan ekonomi", dan mengatakan ada "konvergensi besar" antara Washington dan Brussels pada berbagai urusan.
(mas)