Menteri Kehakiman Israel Ungkap Rencana Rusak Sistem Peradilan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Menteri Kehakiman Israel Yariv Levin mengumumkan pada Rabu (4/1/2023), rencana yang akan merusak otoritas sistem peradilan negara itu.
The Times of Israel melaporkan hal itu. Levin merupakan salah satu orang kepercayaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang baru dilantik.
Rencana Menteri Kehakiman Israel sekaligus anggota Likud Yariv Levin itu akan memungkinkan pemerintah sayap kanan menolak keputusan Mahkamah Agung (MA).
Kebijakan itu disahkan menjadi Undang-undang (UU) dengan mayoritas 61 suara anggota parlemen Israel.
Levin menyebut reformasinya "seimbang dan perlu" karena sistem saat ini memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada pejabat yang tidak dipilih, seperti hakim dan penasihat hukum.
"Kita pergi ke kotak suara dan memilih tetapi dari waktu ke waktu orang yang tidak kita pilih membuat keputusan untuk kita. Ini bukan demokrasi," papar dia.
Namun, menurut The Guardian, banyak kritikus termasuk kebebasan sipil dan pembela hak asasi manusia telah menentang perubahan kebijakan tersebut karena sistem demokrasi negara yang membela pengadilan menjadi benteng hak-hak minoritas.
Wartawan Gidi Weitz memperingatkan, "Jika langkah-langkah ini dilakukan, kita akan mengalami perubahan pemerintahan di Israel dari demokrasi parsial menjadi pemerintahan otoriter langsung."
Selain itu, mantan Menteri Kehakiman Israel, Gideon Sa'ar, menyebut rencana itu sebagai "perubahan rezim".
Dia memperingatkan hal itu akan menyebabkan krisis konstitusional yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kritikus juga mencatat reformasi peradilan yang diusulkan Levin dapat mengakibatkan pembatalan proses korupsi terhadap Netanyahu, yang selama ini menyangkal melakukan kesalahan.
Avi Himi, Presiden Asosiasi Pengacara Israel mengatakan, "Waktu pengumuman Levin, sehari sebelum sidang di Pengadilan Tinggi tentang legalitas penunjukan Aryeh Deri sebagai Menteri Dalam Negeri dan Kesehatan, terlepas dari catatan kriminalnya, adalah tentu saja bukan kebetulan dan merupakan langkah anti-demokrasi yang dirancang untuk mengancam para hakim Mahkamah Agung dan membahayakan independensi mereka untuk memutuskan yang terbaik dari penilaian yudisial mereka."
Deri telah dihukum karena penyuapan dan penghindaran pajak serta dipaksa untuk berhenti dari jabatan resminya, termasuk Knesset.
Namun, keputusan Knesset baru-baru ini yang telah melewati pembacaan kedua dan ketiga, mengubah Undang-Undang Dasar dan mengizinkan Deri dan lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa untuk diangkat sebagai menteri, terlepas dari vonis pengadilan mereka.
Pemerintah koalisi Israel yang baru mencakup beberapa partai ekstrem kanan. Kabinet itu disetujui oleh Knesset pekan lalu, di tengah kekhawatiran regional dan internasional akan peningkatan perluasan permukiman ilegal Yahudi.
The Times of Israel melaporkan hal itu. Levin merupakan salah satu orang kepercayaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang baru dilantik.
Rencana Menteri Kehakiman Israel sekaligus anggota Likud Yariv Levin itu akan memungkinkan pemerintah sayap kanan menolak keputusan Mahkamah Agung (MA).
Kebijakan itu disahkan menjadi Undang-undang (UU) dengan mayoritas 61 suara anggota parlemen Israel.
Levin menyebut reformasinya "seimbang dan perlu" karena sistem saat ini memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada pejabat yang tidak dipilih, seperti hakim dan penasihat hukum.
"Kita pergi ke kotak suara dan memilih tetapi dari waktu ke waktu orang yang tidak kita pilih membuat keputusan untuk kita. Ini bukan demokrasi," papar dia.
Namun, menurut The Guardian, banyak kritikus termasuk kebebasan sipil dan pembela hak asasi manusia telah menentang perubahan kebijakan tersebut karena sistem demokrasi negara yang membela pengadilan menjadi benteng hak-hak minoritas.
Wartawan Gidi Weitz memperingatkan, "Jika langkah-langkah ini dilakukan, kita akan mengalami perubahan pemerintahan di Israel dari demokrasi parsial menjadi pemerintahan otoriter langsung."
Selain itu, mantan Menteri Kehakiman Israel, Gideon Sa'ar, menyebut rencana itu sebagai "perubahan rezim".
Dia memperingatkan hal itu akan menyebabkan krisis konstitusional yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kritikus juga mencatat reformasi peradilan yang diusulkan Levin dapat mengakibatkan pembatalan proses korupsi terhadap Netanyahu, yang selama ini menyangkal melakukan kesalahan.
Avi Himi, Presiden Asosiasi Pengacara Israel mengatakan, "Waktu pengumuman Levin, sehari sebelum sidang di Pengadilan Tinggi tentang legalitas penunjukan Aryeh Deri sebagai Menteri Dalam Negeri dan Kesehatan, terlepas dari catatan kriminalnya, adalah tentu saja bukan kebetulan dan merupakan langkah anti-demokrasi yang dirancang untuk mengancam para hakim Mahkamah Agung dan membahayakan independensi mereka untuk memutuskan yang terbaik dari penilaian yudisial mereka."
Deri telah dihukum karena penyuapan dan penghindaran pajak serta dipaksa untuk berhenti dari jabatan resminya, termasuk Knesset.
Namun, keputusan Knesset baru-baru ini yang telah melewati pembacaan kedua dan ketiga, mengubah Undang-Undang Dasar dan mengizinkan Deri dan lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa untuk diangkat sebagai menteri, terlepas dari vonis pengadilan mereka.
Pemerintah koalisi Israel yang baru mencakup beberapa partai ekstrem kanan. Kabinet itu disetujui oleh Knesset pekan lalu, di tengah kekhawatiran regional dan internasional akan peningkatan perluasan permukiman ilegal Yahudi.
(sya)