Rudal Hantam Pangkalan Militer Amerika Serikat di Suriah
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Satu pos militer Amerika Serikat (AS) di Suriah telah diserang roket, menurut Komando Pusat AS (CENTCOM). Pentagon mengutuk para penyerang yang belum teridentifikasi karena merusak "stabilitas yang diperoleh dengan susah payah" di kawasan itu.
Serangan rudal terjadi di tengah meningkatnya kekerasan antara Turki dan faksi Kurdi setempat.
“Setidaknya dua proyektil menargetkan pangkalan patroli AS di dekat kota al-Shaddadi di timur laut Suriah Jumat malam (25/11/2022),” ungkap CENTCOM mengatakan dalam pernyataan singkat, tanpa memberikan rincian tentang siapa yang mungkin melakukan serangan itu.
Sementara militer AS tetap diam tentang jenis rudal yang digunakan dalam serangan itu, Pentagon mencatat "roket ketiga yang tidak ditembakkan" kemudian ditemukan oleh pasukan Kurdi di "lokasi asal".
Penemuan itu menunjukkan itu bukan serangan lintas batas dan proyektil ditembakkan dari lokasi yang relatif dekat.
"Serangan itu tidak mengakibatkan cedera atau kerusakan pada pangkalan atau properti koalisi," papar militer AS.
Juru bicara CENTCOM Joe Buccino menambahkan serangan semacam ini menempatkan pasukan koalisi dan penduduk sipil dalam risiko serta merusak stabilitas dan keamanan Suriah serta kawasan yang diperoleh dengan susah payah.
Serangan roket Jumat terjadi hanya beberapa hari setelah Pentagon menyuarakan "kekhawatiran mendalam" tentang aksi militer yang sedang berlangsung dari Ankara.
Pentagon mengklaim serangan Turki "secara langsung mengancam" personel AS yang ditempatkan di pangkalan lain di Suriah.
Berbicara sebelumnya pada Jumat, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan negaranya akan melanjutkan operasinya “tidak peduli dengan siapa teroris berkolusi.”
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar juga menanggapi peringatan AS. Dia bersikeras, "Tidak mungkin bagi kami untuk menyakiti pasukan koalisi atau warga sipil.
Menurut dia, satu-satunya misi Turki adalah mengejar kelompok teroris.
Turki meluncurkan Operasi Claw-Sword di Irak dan Suriah pekan lalu. Ankara melakukan serangan udara dan artileri terhadap kelompok Kurdi yang dianggapnya sebagai sel teroris sebagai pembalasan atas pemboman 13 November di Istanbul, yang menewaskan enam orang.
Washington telah lama bekerja sama dengan pejuang Kurdi di wilayah itu di bawah payung milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
AS mempertahankan sekitar 900 tentara di timur laut Suriah meskipun bertahun-tahun ada keberatan dari pemerintah di Damaskus.
Seorang komandan SDF bersikeras Washington memiliki "kewajiban moral" untuk mencegah kemungkinan serangan darat oleh sekutu NATO-nya, Turki.
Serangan rudal terjadi di tengah meningkatnya kekerasan antara Turki dan faksi Kurdi setempat.
“Setidaknya dua proyektil menargetkan pangkalan patroli AS di dekat kota al-Shaddadi di timur laut Suriah Jumat malam (25/11/2022),” ungkap CENTCOM mengatakan dalam pernyataan singkat, tanpa memberikan rincian tentang siapa yang mungkin melakukan serangan itu.
Sementara militer AS tetap diam tentang jenis rudal yang digunakan dalam serangan itu, Pentagon mencatat "roket ketiga yang tidak ditembakkan" kemudian ditemukan oleh pasukan Kurdi di "lokasi asal".
Penemuan itu menunjukkan itu bukan serangan lintas batas dan proyektil ditembakkan dari lokasi yang relatif dekat.
"Serangan itu tidak mengakibatkan cedera atau kerusakan pada pangkalan atau properti koalisi," papar militer AS.
Juru bicara CENTCOM Joe Buccino menambahkan serangan semacam ini menempatkan pasukan koalisi dan penduduk sipil dalam risiko serta merusak stabilitas dan keamanan Suriah serta kawasan yang diperoleh dengan susah payah.
Serangan roket Jumat terjadi hanya beberapa hari setelah Pentagon menyuarakan "kekhawatiran mendalam" tentang aksi militer yang sedang berlangsung dari Ankara.
Pentagon mengklaim serangan Turki "secara langsung mengancam" personel AS yang ditempatkan di pangkalan lain di Suriah.
Berbicara sebelumnya pada Jumat, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan negaranya akan melanjutkan operasinya “tidak peduli dengan siapa teroris berkolusi.”
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar juga menanggapi peringatan AS. Dia bersikeras, "Tidak mungkin bagi kami untuk menyakiti pasukan koalisi atau warga sipil.
Menurut dia, satu-satunya misi Turki adalah mengejar kelompok teroris.
Turki meluncurkan Operasi Claw-Sword di Irak dan Suriah pekan lalu. Ankara melakukan serangan udara dan artileri terhadap kelompok Kurdi yang dianggapnya sebagai sel teroris sebagai pembalasan atas pemboman 13 November di Istanbul, yang menewaskan enam orang.
Washington telah lama bekerja sama dengan pejuang Kurdi di wilayah itu di bawah payung milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
AS mempertahankan sekitar 900 tentara di timur laut Suriah meskipun bertahun-tahun ada keberatan dari pemerintah di Damaskus.
Seorang komandan SDF bersikeras Washington memiliki "kewajiban moral" untuk mencegah kemungkinan serangan darat oleh sekutu NATO-nya, Turki.
(sya)