Ukraina Bisa Hancurkan Bendungan, Warga Kherson Diungsikan
loading...
A
A
A
KHERSON - Relokasi warga sipil dari zona pertempuran diumumkan Gubernur sementara Kherson Rusia Vladimir Saldo pada Selasa (18/10/2022).
Menurut gubernur, langkah itu dilakukan di tengah serangan baru Ukraina dan potensi upaya Kiev menghancurkan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) lokal.
“Ada bahaya banjir langsung di wilayah tersebut karena rencana penghancuran bendungan pembangkit listrik tenaga air Kakhovskaya dan pelepasan air dari aliran pembangkit listrik di hulu Sungai Dnepr,” ujar Saldo.
“Keputusan itu muncul saat militer Rusia memperkuat posisinya di wilayah tersebut,” ungkap Saldo.
Dia menambahkan, “Relokasi akan membantu menghindari korban sipil massal dari permusuhan yang sedang berlangsung dan memungkinkan pasukan Rusia melakukan tugas mereka dalam mempertahankan Wilayah Kherson.”
Keputusan ini didorong pembentukan benteng pertahanan skala besar sehingga setiap serangan dapat ditolak.
“Di mana militer beroperasi, tidak ada tempat bagi warga sipil. Biarkan Tentara Rusia menjalankan tugasnya,” ungkap gubernur.
“Penduduk sipil sekarang akan ditarik ke tepi kiri Dnepr dalam cara yang terorganisir, selangkah demi selangkah, dan diakomodasi secara gratis,” papar Saldo.
Dia menjelaskan, “Penduduk Wilayah Kherson yang bersedia pindah ke tempat lain di Rusia akan diberikan sertifikat real estat, sesuai dengan pedoman yang diumumkan pada hari sebelumnya oleh pemerintah Rusia.”
Pengumuman itu muncul ketika Jenderal Angkatan Darat Rusia Sergey Surovikin, komandan operasi militer Rusia yang baru-baru ini diangkat di Ukraina, membuat pernyataan publik pertamanya sejak mengambil alih perannya pada awal Oktober.
Berbicara kepada penyiar Rossiya-24, sang jenderal mengakui situasi di sekitar Kherson "tegang" dan "keputusan sulit" mungkin harus dibuat.
Wilayah Kherson telah berada di bawah kendali militer Rusia sejak Maret. Wilayah tersebut, bersama dengan Zaporozhye dan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, memilih bergabung dengan Rusia selama referendum pada akhir September.
Referendum itu ditolak Kiev dan pendukung Baratnya, yang mencelanya sebagai "palsu" dan menolak untuk mengakui hasilnya.
Menurut gubernur, langkah itu dilakukan di tengah serangan baru Ukraina dan potensi upaya Kiev menghancurkan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) lokal.
“Ada bahaya banjir langsung di wilayah tersebut karena rencana penghancuran bendungan pembangkit listrik tenaga air Kakhovskaya dan pelepasan air dari aliran pembangkit listrik di hulu Sungai Dnepr,” ujar Saldo.
“Keputusan itu muncul saat militer Rusia memperkuat posisinya di wilayah tersebut,” ungkap Saldo.
Dia menambahkan, “Relokasi akan membantu menghindari korban sipil massal dari permusuhan yang sedang berlangsung dan memungkinkan pasukan Rusia melakukan tugas mereka dalam mempertahankan Wilayah Kherson.”
Keputusan ini didorong pembentukan benteng pertahanan skala besar sehingga setiap serangan dapat ditolak.
“Di mana militer beroperasi, tidak ada tempat bagi warga sipil. Biarkan Tentara Rusia menjalankan tugasnya,” ungkap gubernur.
“Penduduk sipil sekarang akan ditarik ke tepi kiri Dnepr dalam cara yang terorganisir, selangkah demi selangkah, dan diakomodasi secara gratis,” papar Saldo.
Dia menjelaskan, “Penduduk Wilayah Kherson yang bersedia pindah ke tempat lain di Rusia akan diberikan sertifikat real estat, sesuai dengan pedoman yang diumumkan pada hari sebelumnya oleh pemerintah Rusia.”
Pengumuman itu muncul ketika Jenderal Angkatan Darat Rusia Sergey Surovikin, komandan operasi militer Rusia yang baru-baru ini diangkat di Ukraina, membuat pernyataan publik pertamanya sejak mengambil alih perannya pada awal Oktober.
Berbicara kepada penyiar Rossiya-24, sang jenderal mengakui situasi di sekitar Kherson "tegang" dan "keputusan sulit" mungkin harus dibuat.
Wilayah Kherson telah berada di bawah kendali militer Rusia sejak Maret. Wilayah tersebut, bersama dengan Zaporozhye dan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, memilih bergabung dengan Rusia selama referendum pada akhir September.
Referendum itu ditolak Kiev dan pendukung Baratnya, yang mencelanya sebagai "palsu" dan menolak untuk mengakui hasilnya.
(sya)