DNA Berusia 1 Juta Tahun Ditemukan di Perairan Antartika
loading...
A
A
A
CANBERRA - Sebuah studi terbaru yang dipimpin University of Tasmania baru-baru ini menemukan DNA laut tertua yang pernah ditemukan di sedimen laut dalam di Laut Scotia yang terletak di utara Antartika.
Antartika adalah salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, yang menjadikannya prioritas studi bagi para ilmuwan yang tertarik pada ekosistem laut kutub.
Analisis DNA purba sedimen (sedaDNA) adalah teknik yang menguraikan organisme apa yang pernah hidup di laut dan kapan. Para peneliti mengklaim bahwa mempelajari sejarah organisme laut dapat membantu kita membuat prediksi tentang masa depan kehidupan laut dalam menghadapi perubahan iklim.
“Ini terdiri dari sedaDNA laut tertua yang terautentikasi hingga saat ini,” jelas Dr. Linda Armbrecht, peneliti utama dari University of Tasmania, Australia seperti dilansir dari Sputnik, Selasa (11/10/2022).
SedaDNA, atau DNA purba sedimen, ditemukan di banyak lingkungan, termasuk permafrost subarktik dan gua-gua terestrial, di mana para ilmuwan telah menemukan materi yang berasal dari 650.000 tahun yang lalu.
Studi ini adalah bukti bahwa teknik sedaDNA dapat membantu merekonstruksi ekosistem selama ribuan tahun, memberi kita wawasan yang lebih baik tentang perubahan ekosfer lautan.
"Antartika adalah salah satu daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Bumi, dan mempelajari tanggapan masa lalu dan sekarang dari ekosistem laut kutub ini terhadap perubahan lingkungan adalah masalah yang mendesak," tulis para peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan.
Menurut penelitian, yang dapat ditemukan di Nature Communications, para peneliti menemukan organisme bersel tunggal yang disebut diotom, yang merupakan makhluk yang berkeliaran sekitar 540.000 tahun yang lalu, ketika Arktik jauh lebih hangat daripada sekarang.
Informasi yang diperoleh menunjukkan kelimpahan diatom pada periode yang lebih hangat sekitar 14.500 tahun yang lalu, yang menyebabkan peningkatan aktivitas kehidupan laut di seluruh wilayah Antartika.
Para peneliti merasa bahwa belajar lebih banyak tentang masa lalu adalah “masalah mendesak” yang dapat membantu kita memprediksi apa yang akan terjadi pada ekosistem laut saat lautan menghangat sekali lagi.
Antartika adalah salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, yang menjadikannya prioritas studi bagi para ilmuwan yang tertarik pada ekosistem laut kutub.
Analisis DNA purba sedimen (sedaDNA) adalah teknik yang menguraikan organisme apa yang pernah hidup di laut dan kapan. Para peneliti mengklaim bahwa mempelajari sejarah organisme laut dapat membantu kita membuat prediksi tentang masa depan kehidupan laut dalam menghadapi perubahan iklim.
“Ini terdiri dari sedaDNA laut tertua yang terautentikasi hingga saat ini,” jelas Dr. Linda Armbrecht, peneliti utama dari University of Tasmania, Australia seperti dilansir dari Sputnik, Selasa (11/10/2022).
SedaDNA, atau DNA purba sedimen, ditemukan di banyak lingkungan, termasuk permafrost subarktik dan gua-gua terestrial, di mana para ilmuwan telah menemukan materi yang berasal dari 650.000 tahun yang lalu.
Studi ini adalah bukti bahwa teknik sedaDNA dapat membantu merekonstruksi ekosistem selama ribuan tahun, memberi kita wawasan yang lebih baik tentang perubahan ekosfer lautan.
"Antartika adalah salah satu daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Bumi, dan mempelajari tanggapan masa lalu dan sekarang dari ekosistem laut kutub ini terhadap perubahan lingkungan adalah masalah yang mendesak," tulis para peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan.
Menurut penelitian, yang dapat ditemukan di Nature Communications, para peneliti menemukan organisme bersel tunggal yang disebut diotom, yang merupakan makhluk yang berkeliaran sekitar 540.000 tahun yang lalu, ketika Arktik jauh lebih hangat daripada sekarang.
Informasi yang diperoleh menunjukkan kelimpahan diatom pada periode yang lebih hangat sekitar 14.500 tahun yang lalu, yang menyebabkan peningkatan aktivitas kehidupan laut di seluruh wilayah Antartika.
Para peneliti merasa bahwa belajar lebih banyak tentang masa lalu adalah “masalah mendesak” yang dapat membantu kita memprediksi apa yang akan terjadi pada ekosistem laut saat lautan menghangat sekali lagi.
(ian)