Menolak Tunduk pada AS soal Minyak, Tindakan Arab Saudi Dianggap Bermusuhan

Jum'at, 07 Oktober 2022 - 12:48 WIB
loading...
Menolak Tunduk pada...
Para anggota Parlemen Amerika Serikat sebut tindakan Arab Saudi bermusuhan setelah menolak permintaan Washington untuk tingkatkan produksi minyak. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) dianggap bertindak bermusuhan terhadap Amerika Serikat (AS) . Musababnya, kedua negara Teluk itu menolak permintaan Washington untuk meningkatkan produksi minyak.

Pernyataan itu disampaikan tiga anggota Parlemen Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat. Mereka mendesak pemerintah Joe Biden untuk menarik seluruh pasukan Washington dari Arab Saudi dan UEA.

Alih-alih menuruti permintaan Amerika, kedua negara kaya minyak itu justru mengumumkan akan memangkas produksi--sebuah langkah yang diperkirakan akan memicu kenaikan harga gas di AS.

Tiga politisi Partai Demokrat itu adalah Tom Malinowski asal New Jersey (mantan pejabat Departemen Luar Negeri era pemerintahan Barack Obama), Sean Casten asal Illinois, dan Susan Wild asal Pennsylvania.



Mereka pada Rabu malam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) untuk menarik seluruh pasukan dan peralatan militer AS dari dua negara kaya minyak tersebut.

“Pengurangan drastis produksi minyak Arab Saudi dan UEA, terlepas dari tawaran Presiden Biden kepada kedua negara dalam beberapa bulan terakhir, adalah tindakan bermusuhan terhadap Amerika Serikat dan sinyal yang jelas bahwa mereka telah memilih untuk berpihak pada Rusia dalam perangnya melawan Ukraina,” kata tiga anggota Parlemen Amerika tersebut dalam sebuah pernyataan.

“Kedua negara telah lama mengandalkan kehadiran militer Amerika di Teluk untuk melindungi keamanan dan ladang minyak mereka. Kami tidak melihat alasan mengapa pasukan dan kontraktor Amerika harus terus memberikan layanan ini kepada negara-negara yang secara aktif bekerja melawan kami,” lanjut mereka.

"Jika Arab Saudi dan UEA ingin membantu (Presiden Rusia Vladimir) Putin, mereka harus meminta pembelaan darinya," imbuh mereka, seperti dikutip dari Military.com, Jumat (7/10/2022).

Amerika Serikat memiliki sekitar 3.000 tentara di Arab Saudi dan 2.000 di UEA, jumlah yang telah ditingkatkan dalam beberapa tahun terakhir untuk membantu melindungi negara-negara tersebut dari serangan rudal oleh pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran.

Kehadiran militer AS juga mencakup sistem pertahanan rudal Patriot dan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD).

Pada hari Rabu, OPEC+, yang mencakup Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan beberapa negara penghasil minyak lainnya termasuk Rusia, mengumumkan akan mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari.

Arab Saudi dianggap sebagai pemimpin de facto organisasi tersebut.

Harga gas di Amerika Serikat telah menurun setelah meroket pada rata-rata lebih dari USD5 per galon selama musim panas, lonjakan sebagian dikaitkan dengan sanksi terhadap minyak Rusia yang dikenakan sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina.

Keputusan OPEC telah menimbulkan kekhawatiran di Amerika Serikat bahwa harga gas akan naik lagi, di mana analis GasBuddy Patrick De Haan memperkirakan kenaikan sekitar 15 hingga 30 persen per galon.

RUU dari tiga politisi Partai Demokrat, yang dijuluki “Strained Partnership Act", akan mengharuskan pemindahan semua pasukan dan peralatan militer AS dari Arab Saudi dan UEA dalam waktu 90 hari setelah pengesahannya.

"Sistem pertahanan rudal akan dipindahkan ke tempat lain di Timur Tengah dengan misi prioritas melindungi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat," bunyi teks RUU tersebut.

"Sudah waktunya bagi Amerika Serikat untuk kembali bertindak seperti negara adidaya dalam hubungan kami dengan negara-negara klien kami di Teluk," imbuh tiga anggota Parlemen Amerika dalam pernyataan.

"Mereka telah membuat pilihan dan harus hidup dengan konsekuensinya. Pasukan dan peralatan militer kami dibutuhkan di tempat lain."

RUU mereka mirip dengan RUU yang diajukan satu anggota Senat Partai Republik pada tahun 2020 ketika pemerintahan Donald Trump berusaha menekan Arab Saudi atas produksi minyak.

Keputusan OPEC untuk memangkas produksi minyak terjadi setelah Presiden Joe Biden--yang selama kampanye kepresidenannya bersumpah untuk mengubah Arab Saudi menjadi "paria" atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi--berusaha untuk memperbaiki hubungan dalam upaya untuk meyakinkan Kerajaan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak guna mengimbangi efek perang di Ukraina.

Dia melakukan perjalanan ke Riyadh pada bulan Juli, yang termasuk "bentrokan" dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.

"Banyak yang berpendapat bahwa kami harus 'memperbaiki' hubungan kami dengan mitra Teluk kami untuk memenangkan kerja sama mereka dalam menstabilkan pasar energi global setelah invasi Rusia, dan Presiden Biden melakukan segala upaya untuk melakukannya, sejauh bertemu dengan Putra Mahkota Saudi secara pribadi di Riyadh, terlepas dari perannya dalam pembunuhan Jamal Khashoggi," kata Malinowski, Casten dan Wild dalam pernyataan mereka.

"Arab Saudi dan UEA sekarang telah menjawab tawaran kami dengan tamparan di wajah yang akan merugikan konsumen Amerika dan merusak kepentingan nasional kami."
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1748 seconds (0.1#10.140)