Pengamat Peringatkan Diskriminasi Muslim di India Kian Parah
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Pemerintahan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi sejak lama dikritik karena dianggap diskriminatif terhadap sekitar 200 juta Muslim di India.
Ketegangan antara minoritas Muslim dan nasionalis Hindu yang mendukung Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Modi juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Situasi ini membawa para berbagai kebijakan diskriminatif, pelecehan, dan kekerasan berdarah di India.
Muslim di India pun tak lagi merasa aman di negara itu. Sejumlah pengamat menyebut kelompok Rashtriya Swayam Sevak Sangh (RSS) sebagai penggerak utama berbagai aksi diskriminatif pada Muslim.
RSS dibentuk dan dijalankan oleh Kasta Atas Hindu. Itu artinya 20-25% total populasi Hindu mendukung mereka. Sisanya menentang RSS karena mereka lebih yakin dengan nilai-nilai demokratis atau menjadi korban dari tindakan RSS itu sendiri.
Para pendukung RSS yang tinggal di India dan luar negeri memberikan dukungan dana pada RSS. Pengamat menyebut RSS juga menyebarluaskan pemahaman Islamophobia ke luar negeri.
“Modi sendiri juga anggota seumur hidup RSS dan mayoritas para menterinya memiliki latar belakang di organisasi itu,” ungkap jurnalis investigasi Steven Zhou di Toronto, Kanada.
Jurnalis yang fokus pada isu keamanan nasional dan sayap kanan jauh itu menjelaskan, RSS membuka cabang pertama di luar negeri pada 1947 di Kenya dan sekarang memiliki lebih dari 500 cabang di 39 negara.
“Berbagai cabang RSS itu disebut shakhas dan memberikan layanan komunitas, membantu mengelola diaspora melalui kuliah, kamp, dan acara lain yang terkait ideologi RSS,” tutur Zhou dalam artikel di Foreign Policy.
Dokumen yang diperoleh Global News menyatakan, “Penyebaran nasionalisme sayap kanan Hindu di Kanada sama dengan upaya badan intelijen India untuk secara rahasia mempengaruhi para politisi Kanada untuk mendukung sikap pemerintah India melalui disinformasi dan uang.”
EU DisinfoLab juga melaporkan jaringan lebih dari 260 outlet media lokal palsu pro-India yang berada di 65 negara, termasuk di Barat.
“Berbagai media itu memakai nama kota lokal tapi tak ada yang benar-benar terkait dengan wilayah tersebut, dan semua berisi tulisan pro-India dan anti-Pakistan. Semua portal berita itu didaftar oleh Srivastava Group, perusahaan India yang tahun lalu membawa para politisi sayap kanan Eropa berkunjung ke Kashmir, dan bertemu Modi,” ungkap Zhou.
Bahkan saat acara pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan PM Modi di Houston dihadiri 50.000, termasuk para ekspatriat India di Negeri Paman Sam.
Jaringan luar negeri RSS dan BJP itu menjadi aset besar bagi pemerintahan Modi.
Saat kerusuhan sektarian terburuk di India yang menewaskan lebih dari 50 orang yang sebagian besar Muslim itu, Kanada lebih banyak diam. PM Kanada Justin Trudeau juga tak membuat pernyataan. (Lihat Infografis: Duet Rafale-SU30 India Siap Mengguncang Ketegangan di Perbatasan)
Negara-negara Barat juga lebih banyak diam saat Modi mencabut status otonomi Jammu dan Khashmir. “Lobi Hindutva di Barat berhasil dengan tujuan mereka membangun pengaruh global,” papar peneliti Fareeha Shamim.
RSS juga terus memicu kebencian dan fitnah pada Muslim di India dalam berbagai isu. Rumah sakit pemerintah India di Ahmedabad, misalnya, memisahkan para pasien Covid-19 berdasarkan agama mereka, dengan alasan mendapat perintah dari pemerintah. “Ini keputusan pemerintah,” ungkap Dr Gunvant H Rathod, kepala medis di Ahmedabad Civil Hospital pada surat kabar Indian Express. (Lihat Video: Pelaku Begal Menangis di Kaki Ibu, Korban Ternyata Kakak Angkat)
Ketegangan antara minoritas Muslim dan nasionalis Hindu yang mendukung Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Modi juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Situasi ini membawa para berbagai kebijakan diskriminatif, pelecehan, dan kekerasan berdarah di India.
Muslim di India pun tak lagi merasa aman di negara itu. Sejumlah pengamat menyebut kelompok Rashtriya Swayam Sevak Sangh (RSS) sebagai penggerak utama berbagai aksi diskriminatif pada Muslim.
RSS dibentuk dan dijalankan oleh Kasta Atas Hindu. Itu artinya 20-25% total populasi Hindu mendukung mereka. Sisanya menentang RSS karena mereka lebih yakin dengan nilai-nilai demokratis atau menjadi korban dari tindakan RSS itu sendiri.
Para pendukung RSS yang tinggal di India dan luar negeri memberikan dukungan dana pada RSS. Pengamat menyebut RSS juga menyebarluaskan pemahaman Islamophobia ke luar negeri.
“Modi sendiri juga anggota seumur hidup RSS dan mayoritas para menterinya memiliki latar belakang di organisasi itu,” ungkap jurnalis investigasi Steven Zhou di Toronto, Kanada.
Jurnalis yang fokus pada isu keamanan nasional dan sayap kanan jauh itu menjelaskan, RSS membuka cabang pertama di luar negeri pada 1947 di Kenya dan sekarang memiliki lebih dari 500 cabang di 39 negara.
“Berbagai cabang RSS itu disebut shakhas dan memberikan layanan komunitas, membantu mengelola diaspora melalui kuliah, kamp, dan acara lain yang terkait ideologi RSS,” tutur Zhou dalam artikel di Foreign Policy.
Dokumen yang diperoleh Global News menyatakan, “Penyebaran nasionalisme sayap kanan Hindu di Kanada sama dengan upaya badan intelijen India untuk secara rahasia mempengaruhi para politisi Kanada untuk mendukung sikap pemerintah India melalui disinformasi dan uang.”
EU DisinfoLab juga melaporkan jaringan lebih dari 260 outlet media lokal palsu pro-India yang berada di 65 negara, termasuk di Barat.
“Berbagai media itu memakai nama kota lokal tapi tak ada yang benar-benar terkait dengan wilayah tersebut, dan semua berisi tulisan pro-India dan anti-Pakistan. Semua portal berita itu didaftar oleh Srivastava Group, perusahaan India yang tahun lalu membawa para politisi sayap kanan Eropa berkunjung ke Kashmir, dan bertemu Modi,” ungkap Zhou.
Bahkan saat acara pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan PM Modi di Houston dihadiri 50.000, termasuk para ekspatriat India di Negeri Paman Sam.
Jaringan luar negeri RSS dan BJP itu menjadi aset besar bagi pemerintahan Modi.
Saat kerusuhan sektarian terburuk di India yang menewaskan lebih dari 50 orang yang sebagian besar Muslim itu, Kanada lebih banyak diam. PM Kanada Justin Trudeau juga tak membuat pernyataan. (Lihat Infografis: Duet Rafale-SU30 India Siap Mengguncang Ketegangan di Perbatasan)
Negara-negara Barat juga lebih banyak diam saat Modi mencabut status otonomi Jammu dan Khashmir. “Lobi Hindutva di Barat berhasil dengan tujuan mereka membangun pengaruh global,” papar peneliti Fareeha Shamim.
RSS juga terus memicu kebencian dan fitnah pada Muslim di India dalam berbagai isu. Rumah sakit pemerintah India di Ahmedabad, misalnya, memisahkan para pasien Covid-19 berdasarkan agama mereka, dengan alasan mendapat perintah dari pemerintah. “Ini keputusan pemerintah,” ungkap Dr Gunvant H Rathod, kepala medis di Ahmedabad Civil Hospital pada surat kabar Indian Express. (Lihat Video: Pelaku Begal Menangis di Kaki Ibu, Korban Ternyata Kakak Angkat)
(sya)