Perbedaan Yahudi Ortodoks dan Sabbatianisme di Israel

Senin, 05 September 2022 - 18:19 WIB
loading...
Perbedaan Yahudi Ortodoks dan Sabbatianisme di Israel
Seorang pria Yahudi ultra-Ortodoks berdoa. Foto/REUTERS
A A A
TEL AVIV - Israel merupakan negara yang berdiri setelah mereka mencaplok tanah Palestina. Negara ini dikenal memiliki mayoritas penduduk yang menganut agama Yahudi.

Dalam berbagai jenisnya, terdapat beberapa aliran Yahudi yang cukup terkenal. Salah satunya adalah Yahudi Ortodoks.

Dikutip dari laman Britannica, Yahudi Ortodoks merupakan cabang agama yahudi yang paling ketat berpegang teguh pada kepercayaan dan praktik tradisional ajarannya.

Secara tegas, Yahudi Ortodoks telah menolak berbagai perubahan modern untuk mengubah ajaran dan ketaatannya terhadap agama.



Mereka berpegang teguh kepada ajaran-ajaran tradisional seperti ibadah harian, hukum diet (kashruth), doa dan upacara tradisional, studi Taurat secara intensif, hingga pemisahan pria dan wanita di Sinagoga.

Singkatnya, Yahudi Ortodoks ini tampak kaku dan tidak mau menerima perubahan atau modernisasi terhadap ajarannya. Lantas, apa bedanya dengan aliran Sabbatianisme?

Perbedaan Yahudi Ortodoks dan Sabbatianisme di Israel


Dikutip dari laman Yivoencyclopedia, Sabbatianisme merupakan aliran Yahudi yang didirikan Shabetai Tsevi (1626-1667).



Pendirinya, Shabetai Shevi merupakan kelahiran Smryna yang mengaku mendapat serangkaian wahyu dan menjadi yakin bahwa dia ditakdirkan menjadi penyelamat orang Yahudi.

Setelah pengakuan kontroversial tersebut, dia diusir dari Smryna. Kemudian dia memulai pengembaraannya dan mengunjungi beberapa tempat seperti Salonika, Yerusalem, hingga Kairo.

Sekitar tahun 1665, dia bertemu Natan dari Gaza dan menjadi sahabatnya. Pada perkembangannya, dia cukup berkontribusi pada penyebaran Sabbatianisme di berbagai wilayah dengan banyak pemeluk Yahudi.

Sayangnya, pada 1666, Shabetai Shevi tertangkap oleh Kekaisaran Ottoman. Dia berada di antara pilihan kematian atau meninggalkan ajarannya.

Dia memilih untuk meninggalkan ajaran dan melanjutkan hidupnya. Dia pun akhirnya memeluk agama Islam.

Hal ini menjadi titik akhir Sabbateanisme sebagai gerakan publik. Setelahnya, mayoritas orang Yahudi menyebutnya sebagai mesias palsu.

Akan tetapi, sebagian kecil pengikutnya menafsirkan keputusannya tersebut bagian dari misinya sebagai penyelamat umat Yahudi.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0924 seconds (0.1#10.140)