Akankah NATO Menyerang Rusia? Simak Penjelasan Lengkapnya
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Akankah NATO menyerang Rusia? Pertanyaan ini muncul seiring terjadinya invasi Rusia terhadap Ukraina yang dimulai sejak Februari 2022 lalu.
Mengutip dari laman resminya, NATO dengan keras mengutuk tindakan agresif Rusia yang tak beralasan terhadap Ukraina.
Disebutkan, Ukraina bukan hanya negara merdeka, damai dan demokratis, tetapi juga merupakan mitra dekat NATO.
Dengan latar belakang ini, tak heran bila publik menduga-duga apakah NATO akan melancarkan serangan kepada Rusia.
North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara merupakan aliansi militer yang dibentuk pada 4 April 1949.
Saat itu, pendirinya terdiri dari 12 negara, dengan Amerika Serikat sebagai pionir. Dengan Ukraina, NATO telah menjalin hubungan sejak 1999 dan terus berkembang hingga kini.
Merespons invasi Rusia, NATO dan Sekutu terus memberikan dukungan kepada Ukraina dalam bentuk yang belum pernah terjadi sebelumnya guna membantu menegakkan hak fundamentalnya untuk membela diri.
Namun, NATO dinilai tak siap apabila harus berperang dengan Rusia guna membela Ukraina. Menurut pakar keamanan nasional Universitas Curtin, Alexey Muraviev, konfrontasi dengan negara adidaya nuklir bukanlah suatu pilihan.
Saat orang Eropa merasa ketakutan usai Rusia menginvasi Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin sudah memerintahkan pasukannya pada siaga tempur.
Hal tersebut akan menjadi mimpi buruk untuk benua Eropa apabila perang nuklir terjadi.
Konfrontasi dengan negara adidaya nuklir yang setara dengan NATO dapat berisiko meningkatkan konflik menjadi perang nuklir.
Amerika Serikat sebagai pionir NATO menolak untuk perang dengan Rusia. Namun, pihak Amerika Serikat masih memasok Ukraina dengan senjata-senjata.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, pada Kamis (4/8/2022) mengatakan, aliansi militer Barat mempunyai tugas bersama guna mendukung Ukraina dalam perjuangannya melawan invasi Rusia serta mencegah konflik menyebar menjadi perang antara Rusia dan NATO.
NATO mempunyai tanggung jawab untuk mendukung Ukraina dan rakyat Ukraina yang sudah menjadi sasaran perang agresi.
Stoltenberg juga mengatakan, dunia akan menjadi tempat yang lebih berbahaya apabila Presiden Vladimir Putin mendapatkan apa yang diinginkannya melalui kekuatan militer.
Invasi Rusia sejak Februari 2022 ini telah memicu pergeseran geopolitik. NATO menggunakan sistem keamanan kolektif, di mana negara-negara anggota independennya setuju untuk saling membela diri dalam menanggapi serangan oleh pihak eksternal mana pun.
Ukraina bukan bagian dari NATO, sehingga tanggapan Barat terhadap invasi Rusia terfokus pada sanksi serta penyediaan militer.
NATO tidak akan secara langsung melibatkan pasukannya dalam konflik Rusia-Ukraina, kecuali salah satu negara anggota diserang.
Mengutip dari laman resminya, NATO dengan keras mengutuk tindakan agresif Rusia yang tak beralasan terhadap Ukraina.
Disebutkan, Ukraina bukan hanya negara merdeka, damai dan demokratis, tetapi juga merupakan mitra dekat NATO.
Dengan latar belakang ini, tak heran bila publik menduga-duga apakah NATO akan melancarkan serangan kepada Rusia.
North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara merupakan aliansi militer yang dibentuk pada 4 April 1949.
Saat itu, pendirinya terdiri dari 12 negara, dengan Amerika Serikat sebagai pionir. Dengan Ukraina, NATO telah menjalin hubungan sejak 1999 dan terus berkembang hingga kini.
Merespons invasi Rusia, NATO dan Sekutu terus memberikan dukungan kepada Ukraina dalam bentuk yang belum pernah terjadi sebelumnya guna membantu menegakkan hak fundamentalnya untuk membela diri.
Namun, NATO dinilai tak siap apabila harus berperang dengan Rusia guna membela Ukraina. Menurut pakar keamanan nasional Universitas Curtin, Alexey Muraviev, konfrontasi dengan negara adidaya nuklir bukanlah suatu pilihan.
Saat orang Eropa merasa ketakutan usai Rusia menginvasi Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin sudah memerintahkan pasukannya pada siaga tempur.
Hal tersebut akan menjadi mimpi buruk untuk benua Eropa apabila perang nuklir terjadi.
Konfrontasi dengan negara adidaya nuklir yang setara dengan NATO dapat berisiko meningkatkan konflik menjadi perang nuklir.
Amerika Serikat sebagai pionir NATO menolak untuk perang dengan Rusia. Namun, pihak Amerika Serikat masih memasok Ukraina dengan senjata-senjata.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, pada Kamis (4/8/2022) mengatakan, aliansi militer Barat mempunyai tugas bersama guna mendukung Ukraina dalam perjuangannya melawan invasi Rusia serta mencegah konflik menyebar menjadi perang antara Rusia dan NATO.
NATO mempunyai tanggung jawab untuk mendukung Ukraina dan rakyat Ukraina yang sudah menjadi sasaran perang agresi.
Stoltenberg juga mengatakan, dunia akan menjadi tempat yang lebih berbahaya apabila Presiden Vladimir Putin mendapatkan apa yang diinginkannya melalui kekuatan militer.
Invasi Rusia sejak Februari 2022 ini telah memicu pergeseran geopolitik. NATO menggunakan sistem keamanan kolektif, di mana negara-negara anggota independennya setuju untuk saling membela diri dalam menanggapi serangan oleh pihak eksternal mana pun.
Ukraina bukan bagian dari NATO, sehingga tanggapan Barat terhadap invasi Rusia terfokus pada sanksi serta penyediaan militer.
NATO tidak akan secara langsung melibatkan pasukannya dalam konflik Rusia-Ukraina, kecuali salah satu negara anggota diserang.
(sya)