Wanita Arab Saudi Divonis Penjara 45 Tahun karena Posting Media Sosial

Rabu, 31 Agustus 2022 - 12:01 WIB
loading...
Wanita Arab Saudi Divonis Penjara 45 Tahun karena Posting Media Sosial
Nourah binti Saeed Al-Qahtani divonis penjara 45 tahun. Foto/en.mercopress.com
A A A
RIYADH - Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman 45 tahun penjara kepada seorang wanita karena posting media sosial.

Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan keputusan itu adalah contoh terbaru tindakan keras terhadap aktivis perempuan yang mengikuti kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke Kerajaan, menurut laporan Reuters, dilansir Memo pada Selasa (30/8/2022).

Wanita bernama Nourah binti Saeed Al-Qahtani itu dihukum "kemungkinan dalam pekan lalu" oleh Pengadilan Kriminal Khusus Saudi atas tuduhan "menggunakan internet untuk merobek tatanan sosial (Saudi)" dan "melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial", yang berbasis di Washington.

Organisasi HAM, DAWN, mengungkapkan hal itu dalam pernyataan, mengutip dokumen pengadilan.

Kantor media pemerintah Saudi tidak menanggapi permintaan komentar.



DAWN mengatakan sedikit yang diketahui tentang Qahtani atau apa yang dikatakannya dalam posting media sosialnya. DAWN akan terus menyelidiki kasusnya.

Hukuman Qahtani datang beberapa pekan setelah Salma Al-Shehab, ibu dua anak dan kandidat doktor di Universitas Leeds di Inggris dijatuhi hukuman 35 tahun penjara karena mengikuti dan men-tweet ulang para pembangkang dan aktivis di Twitter.

Kasus-kasus terbaru datang setelah Biden mengutip masalah hak asasi manusia di Arab Saudi, titik sakit utama dalam hubungan antara Washington dan sekutu tradisionalnya, Riyadh, selama pertemuannya dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, pada Juli.



Washington mengatakan pekan lalu, ada "keprihatinan signifikan" terhadap Arab Saudi atas hukuman Shehab, yang termasuk larangan perjalanan 34 tahun karena tweet-nya.

Kasus Qahtani dan Shehab menggarisbawahi tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang didorong Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, penguasa de facto Saudi.

Padahal Putra Mahkota disebut telah memperjuangkan reformasi seperti mengizinkan perempuan mengemudi dan mendorong proyek untuk menciptakan lapangan kerja bagi wanita.

Kerabat tahanan politik Saudi awalnya berharap kunjungan Biden akan membantu membebaskan orang-orang terkasih yang telah dipenjara sebagai bagian dari tindakan keras itu.

Direktur Penelitian untuk Wilayah Teluk di DAWN Abdullah Al-Aoudh mengatakan dalam kasus Shehab dan Qahtani, otoritas Saudi menggunakan undang-undang "kasar" untuk menargetkan dan menghukum warga Saudi karena mengkritik pemerintah di Twitter.

"Tapi ini hanya setengah dari cerita karena Putra Mahkota pun tidak akan mengizinkan hukuman pendendam dan berlebihan seperti itu jika dia merasa bahwa tindakan ini akan dipenuhi dengan kecaman yang berarti oleh Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya. Jelas, tidak," papar Aoudh kata dalam pernyataan DAWN.

Pejabat Saudi mengatakan Kerajaan tidak memiliki tahanan politik. "Kami memiliki tahanan di Arab Saudi yang telah melakukan kejahatan dan diadili oleh pengadilan kami dan dinyatakan bersalah," ungkap Menteri Negara Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir, kepada Reuters bulan lalu.

"Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol," ujar dia.

Ketegangan atas catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang kaya minyak telah meregangkan hubungannya dengan Amerika Serikat, termasuk atas hak-hak perempuan dan pembunuhan serta mutilasi jurnalis Jamal Khashoggi, di konsulat Saudi di Istanbul, Turki pada 2018.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1533 seconds (0.1#10.140)