Ukraina Ogah Konfliknya Dibandingkan dengan Perang Korea
loading...
A
A
A
KIEV - Ajudan Presiden Ukraina Mikhail Podolyak menyatakan konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina tidak boleh dibandingkan dengan Perang Korea 1950-1953.
Pernyataan pada Senin (18/7/2022) itu sebagai tanggapan atas penilaian yang dibuat mantan Panglima Aliansi Tertinggi NATO di Eropa, James Stavridis.
Pensiunan laksamana Amerika Serikat (AS) itu percaya kedua belah pihak tidak akan memiliki pilihan lain selain membiarkan konflik "membeku" antara empat dan enam bulan.
“Ukraina bukan Korea (Selatan) dan Rusia bukan DRPK,” ujar Podolyak dalam posting Twitter sebagai tanggapan atas penilaian Stavridis, yang dibuat selama wawancara untuk radio WABC yang berbasis di New York selama akhir pekan.
“Konteks dan skala konflik kali ini berbeda,” papar ajudan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky itu.
Dia menambahkan satu-satunya cara untuk mengakhiri "perang" yang sedang berlangsung adalah dengan "mengalahkan" Rusia dan mengizinkan Ukraina "membebaskan wilayah."
“Setiap konflik beku berarti permusuhan akan kembali dalam beberapa tahun dan konflik baru akan lebih berdarah,” ungkap Podolyak memperingatkan.
Kata-katanya muncul setelah Stavridis mengatakan kepada pembawa acara radio John Catsimatidis bahwa dia melihat "yang ini menuju ke akhir Perang Korea."
Stavridis menambahkan, “Itu berarti gencatan senjata, zona militer antara kedua belah pihak, permusuhan yang berkelanjutan, semacam konflik yang membeku.”
Pensiunan laksamana itu juga mengatakan dia memperkirakan permusuhan akan mereda dalam “periode empat hingga enam bulan” karena “tidak ada pihak” yang akan mampu mempertahankan intensitas perang saat ini lebih lama lagi.
Perang Korea terjadi antara tahun 1950 dan 1953, dengan Uni Soviet mendukung Pyongyang dan AS mendukung Seoul.
Perang berakhir dengan gencatan senjata antara kedua Korea dan zona demiliterisasi dibuat di sepanjang paralel ke-38.
Rusia telah berulang kali mengatakan operasinya di Ukraina berjalan “sesuai rencana.” Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada akhir Juni akan "salah" untuk menetapkan tenggat waktu tertentu untuk itu. Dia juga menyatakan keyakinannya atas tindakan para komandan militer Rusia.
Sekitar waktu yang sama, Zelensky mengatakan kepada KTT G7 bahwa dia ingin melihat konflik berakhir pada akhir tahun sebelum musim dingin tiba, menurut Reuters.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, karena kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014.
Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Pernyataan pada Senin (18/7/2022) itu sebagai tanggapan atas penilaian yang dibuat mantan Panglima Aliansi Tertinggi NATO di Eropa, James Stavridis.
Pensiunan laksamana Amerika Serikat (AS) itu percaya kedua belah pihak tidak akan memiliki pilihan lain selain membiarkan konflik "membeku" antara empat dan enam bulan.
“Ukraina bukan Korea (Selatan) dan Rusia bukan DRPK,” ujar Podolyak dalam posting Twitter sebagai tanggapan atas penilaian Stavridis, yang dibuat selama wawancara untuk radio WABC yang berbasis di New York selama akhir pekan.
“Konteks dan skala konflik kali ini berbeda,” papar ajudan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky itu.
Dia menambahkan satu-satunya cara untuk mengakhiri "perang" yang sedang berlangsung adalah dengan "mengalahkan" Rusia dan mengizinkan Ukraina "membebaskan wilayah."
“Setiap konflik beku berarti permusuhan akan kembali dalam beberapa tahun dan konflik baru akan lebih berdarah,” ungkap Podolyak memperingatkan.
Kata-katanya muncul setelah Stavridis mengatakan kepada pembawa acara radio John Catsimatidis bahwa dia melihat "yang ini menuju ke akhir Perang Korea."
Stavridis menambahkan, “Itu berarti gencatan senjata, zona militer antara kedua belah pihak, permusuhan yang berkelanjutan, semacam konflik yang membeku.”
Pensiunan laksamana itu juga mengatakan dia memperkirakan permusuhan akan mereda dalam “periode empat hingga enam bulan” karena “tidak ada pihak” yang akan mampu mempertahankan intensitas perang saat ini lebih lama lagi.
Perang Korea terjadi antara tahun 1950 dan 1953, dengan Uni Soviet mendukung Pyongyang dan AS mendukung Seoul.
Perang berakhir dengan gencatan senjata antara kedua Korea dan zona demiliterisasi dibuat di sepanjang paralel ke-38.
Rusia telah berulang kali mengatakan operasinya di Ukraina berjalan “sesuai rencana.” Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada akhir Juni akan "salah" untuk menetapkan tenggat waktu tertentu untuk itu. Dia juga menyatakan keyakinannya atas tindakan para komandan militer Rusia.
Sekitar waktu yang sama, Zelensky mengatakan kepada KTT G7 bahwa dia ingin melihat konflik berakhir pada akhir tahun sebelum musim dingin tiba, menurut Reuters.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, karena kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014.
Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)