Kremlin: Memulangkan Tentara yang Ditangkap Prioritas Utama

Jum'at, 01 Juli 2022 - 08:23 WIB
loading...
Kremlin: Memulangkan...
Rusia dan Ukraina terlibat pertukaran tahanan besar-besaran pada Rabu lalu. Foto/Russia Today
A A A
MOSKOW - Membawa pulang tentara Rusia yang ditangkap adalah prioritas utama Moskow. Hal itu diungkapkan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, setelah pertukaran tahanan besar-besaran antara Moskow dan Kiev.

“Kembalinya prajurit kami dan semua prajurit yang berjuang dan memperjuangkan hak hidup rakyat LPR dan DPR adalah hal utama bagi kami,” kata Peskov kepada wartawan seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (1/7/2022).

Pertukaran tahanan itu, pertama kali diumumkan oleh dinas intelijen militer Ukraina , berlangsung pada hari Rabu. Moskow mengembalikan 144 tentara Ukraina yang ditangkap dengan imbalan jumlah prajurit Rusia yang sama, serta pejuang dari Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk.



Kementerian Pertahanan Rusia mengomentari pertukaran itu pada hari Kamis, mengungkapkan bahwa itu telah disahkan secara pribadi oleh Presiden Vladimir Putin.

"Pertukaran itu diatur dan dilakukan atas perintah langsung dari panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Rusia,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Jenderal Igor Konashenkov.

"Menjaga kehidupan, kesehatan, pembebasan prajurit kami, para pejuang Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, yang merupakan mayoritas dari mereka yang kembali, adalah tugas yang paling penting,” tegasnya.

Menurut Kiev, pertukaran itu termasuk 43 pejuang resimen Azov yang terkenal kejam. Ratusan anggota unit neo-Nazi berakhir di tahanan Rusia setelah menyerah di pabrik Azovstal di kota pelabuhan Mariupol. Menurut militer Rusia secara keseluruhan, lebih dari 6.000 tentara Ukraina telah ditangkap selama konflik yang sedang berlangsung.



Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara negara itu.

Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan presiden Ukraina Petro Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.

Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.



(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2112 seconds (0.1#10.140)