Rusia Habisi Eks Tentara Inggris dalam Perang di Severodonetsk Ukraina
loading...
A
A
A
KIEV - Pasukan Rusia menembak mati mantan tentara Inggris dalam perang di Severodonetsk, Ukraina . Bekas serdadu bernama Jordan Gatley itu selama ini berperang membela Kiev.
Keluarga korban dalam sebuah posting Facebook yang emosional mengatakan Gatley ditembak dan dibunuh baru-baru ini di wilayah Donbas timur.
“Jordan [Gatley] meninggalkan Angkatan Darat Inggris pada bulan Maret tahun ini untuk melanjutkan kariernya sebagai tentara di daerah lain," kata pihak keluarga.
"Perang [melawan Rusia] di Eropa telah dimulai, jadi, setelah mempertimbangkan dengan cermat, dia pergi ke Ukraina untuk membantu," lanjut keluarganya, seperti dikutip The Independent, Senin (13/6/2022).
"Dia benar-benar pahlawan dan akan selamanya ada di hati kami."
Kematiannya terjadi ketika Rusia mencoba menggunakan keunggulan artileri untuk keuntungannya dalam serangannya terhadap Severodonetsk.
Sebelumnya, dua warga Inggris yang berperang untuk Ukraina dihukum mati oleh pengadilan otoritas separatis pro-Rusia di Donetsk.
Laporan intelijen militer Inggris terbaru mengatakan Kremlin kemungkinan bersiap untuk mengerahkan ketiga batalyon dari beberapa brigade untuk operasi secara bersamaan. Biasanya, satu yang tersisa sebagai cadangan.
“Batalyon ketiga dalam brigade seringkali tidak memiliki staf penuh—Rusia kemungkinan harus bergantung pada rekrutan baru atau pasukan cadangan yang dimobilisasi untuk mengerahkan unit-unit ini ke Ukraina,” kata Kementerian Pertahanan Inggris.
Sementara itu, intelijen Ukraina menunjukkan pasukan Rusia berencana untuk berperang lebih lama.
Institute for the Study of War yang berbasis di Amerika Serikat mengutip wakil kepala badan keamanan nasional Ukraina yang mengatakan bahwa Moskow telah memperpanjang batas waktu perangnya hingga Oktober, dengan penyesuaian yang akan dilakukan tergantung pada keberhasilan di Donbas.
"Intelijen kemungkinan menunjukkan bahwa Kremlin, setidaknya, mengakui tidak dapat mencapai tujuannya di Ukraina dengan cepat dan selanjutnya menyesuaikan tujuan militernya dalam upaya untuk memperbaiki kekurangan awal dalam invasi ke Ukraina," katanya.
Keluarga korban dalam sebuah posting Facebook yang emosional mengatakan Gatley ditembak dan dibunuh baru-baru ini di wilayah Donbas timur.
“Jordan [Gatley] meninggalkan Angkatan Darat Inggris pada bulan Maret tahun ini untuk melanjutkan kariernya sebagai tentara di daerah lain," kata pihak keluarga.
"Perang [melawan Rusia] di Eropa telah dimulai, jadi, setelah mempertimbangkan dengan cermat, dia pergi ke Ukraina untuk membantu," lanjut keluarganya, seperti dikutip The Independent, Senin (13/6/2022).
"Dia benar-benar pahlawan dan akan selamanya ada di hati kami."
Kematiannya terjadi ketika Rusia mencoba menggunakan keunggulan artileri untuk keuntungannya dalam serangannya terhadap Severodonetsk.
Sebelumnya, dua warga Inggris yang berperang untuk Ukraina dihukum mati oleh pengadilan otoritas separatis pro-Rusia di Donetsk.
Laporan intelijen militer Inggris terbaru mengatakan Kremlin kemungkinan bersiap untuk mengerahkan ketiga batalyon dari beberapa brigade untuk operasi secara bersamaan. Biasanya, satu yang tersisa sebagai cadangan.
“Batalyon ketiga dalam brigade seringkali tidak memiliki staf penuh—Rusia kemungkinan harus bergantung pada rekrutan baru atau pasukan cadangan yang dimobilisasi untuk mengerahkan unit-unit ini ke Ukraina,” kata Kementerian Pertahanan Inggris.
Sementara itu, intelijen Ukraina menunjukkan pasukan Rusia berencana untuk berperang lebih lama.
Institute for the Study of War yang berbasis di Amerika Serikat mengutip wakil kepala badan keamanan nasional Ukraina yang mengatakan bahwa Moskow telah memperpanjang batas waktu perangnya hingga Oktober, dengan penyesuaian yang akan dilakukan tergantung pada keberhasilan di Donbas.
"Intelijen kemungkinan menunjukkan bahwa Kremlin, setidaknya, mengakui tidak dapat mencapai tujuannya di Ukraina dengan cepat dan selanjutnya menyesuaikan tujuan militernya dalam upaya untuk memperbaiki kekurangan awal dalam invasi ke Ukraina," katanya.
(min)