Analis: Serang ICC, AS Coba 'Melarikan' Diri dari Tanggung Jawab
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah memberdayakan sanksi ekonomi terhadap pejabat Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang terlibat dalam penyelidikan atau penuntutan personel militer AS. Pengamat politik dan militer AS menyebut, ini adalah upaya AS untuk melarikan diri dari tanggung jawab mereka.
Membenarkan keputusannya untuk memberikan sanksi pada pejabat ICC, pemerintahan Trump telah mengajukan asumsi bahwa entitas itu sangat tidak efektif dan korup. Selain itu, dari sudut pandang yuridis, AS tidak dapat diperiksa ICC, karena Washington tidak pernah menyetujui Statuta Roma, dasar dari pembentukan ICC.
(Baca: Akal-Akalan Abu Nawas Menjebak Pencuri Profesional )
"AS mengklaim bahwa pengadilan pidana internasional korup dan akan digunakan untuk penuntutan bermotivasi politis terhadap personel militer AS dan sekutu, adalah upaya lemah untuk memfitnah organisasi internasional yang didedikasikan untuk hak asasi manusia dan melindungi kehidupan dan kedaulatan bangsa," ucap Scott Bennett, mantan perwira Angkatan Darat AS dan analis kontraterorisme.
Dia mencatat bahwa inisiatif Gedung Putih memungkinkan kompleks industri militer AS untuk melanjutkan perang di luar negeri sambil melepaskan semua tanggung jawab moral atas kejahatannya di Afghanistan, Irak, Libya, dan Suriah.
Bennett menyerukan kepada negara-negara yang telah menderita karena aksi militer AS untuk segera mengajukan tindakan hukum atas kejahatan perang terhadap AS, karena secara ilegal menginvasi negara mereka.
Selain itu, lanjutnya, mereka harus mengajukan petisi kepada PBB untuk memberikan sanksi ekonomi kepada setiap orang AS dan bisnis yang terlibat dalam kekejaman.
(Baca: Kisah Bijak Para Sufi: Semut dan Capung )
Bennet kemudian mengatakan bahwa badan internasional juga harus menyelidiki para politisi AS yang terlibat dalam invasi luar negeri, termasuk George W. Bush, Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Barack Obama, Hillary Clinton, dan lainnya.
"Hanya dengan sebuah badan internasional yang didedikasikan untuk menghentikan negara-negara dari menginvasi orang lain dan terlibat dalam perang ekonomi, dan informasi maka AS akan dicegah mengulangi kejahatan mengerikan terhadap kemanusiaan ini," tukasnya.
Daniel Lazare, seorang jurnalis dan penulis Amerika, menyampaikan hal serupa. Menurutnya, AS menggunakan pendekatan yang dapat digambarkan dengan mengatakan "satu hukum untuk saya, satu lagi untukmu".
"Setidaknya sejak tahun 1970-an, AS telah menggunakan HAM sebagai senjata untuk memajukan tujuan hegemoni nya. Secara bersamaan, AS telah menentang setiap dan semua upaya untuk menggunakan masalah ini dengan cara yang dalam hal apapun bertentangan dengan ambisi kekaisaran AS," ujarnya.
Membenarkan keputusannya untuk memberikan sanksi pada pejabat ICC, pemerintahan Trump telah mengajukan asumsi bahwa entitas itu sangat tidak efektif dan korup. Selain itu, dari sudut pandang yuridis, AS tidak dapat diperiksa ICC, karena Washington tidak pernah menyetujui Statuta Roma, dasar dari pembentukan ICC.
(Baca: Akal-Akalan Abu Nawas Menjebak Pencuri Profesional )
"AS mengklaim bahwa pengadilan pidana internasional korup dan akan digunakan untuk penuntutan bermotivasi politis terhadap personel militer AS dan sekutu, adalah upaya lemah untuk memfitnah organisasi internasional yang didedikasikan untuk hak asasi manusia dan melindungi kehidupan dan kedaulatan bangsa," ucap Scott Bennett, mantan perwira Angkatan Darat AS dan analis kontraterorisme.
Dia mencatat bahwa inisiatif Gedung Putih memungkinkan kompleks industri militer AS untuk melanjutkan perang di luar negeri sambil melepaskan semua tanggung jawab moral atas kejahatannya di Afghanistan, Irak, Libya, dan Suriah.
Bennett menyerukan kepada negara-negara yang telah menderita karena aksi militer AS untuk segera mengajukan tindakan hukum atas kejahatan perang terhadap AS, karena secara ilegal menginvasi negara mereka.
Selain itu, lanjutnya, mereka harus mengajukan petisi kepada PBB untuk memberikan sanksi ekonomi kepada setiap orang AS dan bisnis yang terlibat dalam kekejaman.
(Baca: Kisah Bijak Para Sufi: Semut dan Capung )
Bennet kemudian mengatakan bahwa badan internasional juga harus menyelidiki para politisi AS yang terlibat dalam invasi luar negeri, termasuk George W. Bush, Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Barack Obama, Hillary Clinton, dan lainnya.
"Hanya dengan sebuah badan internasional yang didedikasikan untuk menghentikan negara-negara dari menginvasi orang lain dan terlibat dalam perang ekonomi, dan informasi maka AS akan dicegah mengulangi kejahatan mengerikan terhadap kemanusiaan ini," tukasnya.
Daniel Lazare, seorang jurnalis dan penulis Amerika, menyampaikan hal serupa. Menurutnya, AS menggunakan pendekatan yang dapat digambarkan dengan mengatakan "satu hukum untuk saya, satu lagi untukmu".
"Setidaknya sejak tahun 1970-an, AS telah menggunakan HAM sebagai senjata untuk memajukan tujuan hegemoni nya. Secara bersamaan, AS telah menentang setiap dan semua upaya untuk menggunakan masalah ini dengan cara yang dalam hal apapun bertentangan dengan ambisi kekaisaran AS," ujarnya.
(esn)