Kisah Valentin Voyno-Yasenetsky, Peraih Penghargaan Stalin
loading...
A
A
A
KIEV - Valentin Voyno-Yasenetsky lahir di Kerch, Krimea pada 27 April 1877. Sejak kecil ia sudah tertarik pada dunia lukis hingga menggambar.
Namun akhirnya ia memilih dunia kedokteran untuk memberi manfaat bagi sesama. Voyno pun memutuskan masuk ke Universitas Kiev di Fakultas Kedokteran.
Selama kuliah di Fakultas Kedokteran, ia tertarik dengan bidang anatomi.
Setelah lulus, pada 1904 ia bertugas sebagai dokter Palang Merah pada Perang Rusia Jepang. Saat itu, Voyno melakukan operasi pada tentara yang terluka.
Ia bertemu dengan perempuan yang kemudian menjadi istrinya, Anna Vasilievna. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak.
Pada 1910, keluarga Voyno pindah ke Kota Pereslavl-Zalessky. Voyno memutuskan untuk belajar bedah purulen.
Kemudian pada 1917, terjadi ketidakstabilan politik hingga pengkhianatan. Ditambah lagi, sang istri menderita TBC. Voyno bersama keluarganya lalu memutuskan pindah ke Kota Tashkent.
Ketika di Tashkent, ia terjebak dalam Perang Saudara dan Revolusi 1917. Selama Perang Saudara, ia mendedikasikan seluruh kemampuannya untuk membantu menyembuhkan orang-orang yang terdampak, dengan melakukan operasi setiap hari.
Di waktu bersamaan, kondisi sang istri terus menurun hingga akhirnya meninggal pada 1918.
Usai meninggalnya sang istri, Voyno aktif dalam kegiatan gereja. Para uskup gereja pun menyarankannya untuk menjadi seorang imam dan ia menyetujuinya.
Pada 1923, Pastor Valentin Voyno menganti namanya menjadi Luke dan mengambil pangkat uskup. Ia ditawari menjadi Kepala Keuskupan Gereja Tashkent.
Ketika itu, orang suci ditangkap serta dipenjarakan. Tak terkecuali, Uskup Luke. Pihak berwenang mengasingkan uskup Luke ke Siberia selama dua tahun.
Uskup Luke menerbitkan karya berjudul “Essays on Purulent Surgery”, pada 1934. Karya tersebut menjadi ensiklopedia di bidang bedah.
Terlebih, ia menceritakan banyak kasus nyata dari praktik medis yang dilakukannya sendiri.
Tahun 1937, terjadi peristiwa The Great Purge atau pembersihan besar-besaran oleh Stalin. Uskup Luke kembali ditangkap dan dijatuhi hukuman berupa pengasingan di Siberia pada 1939.
Setelah itu, ia mulai bekerja di rumah sakit militer. Kemudian pada awal 1940-an, Uskup Luke menjadi konsultan semua rumah sakit di Krasnoyarsk Krai.
Ia meminta kepada pihak berwenang untuk mengirimnya ke garis depan selama Perang Dunia II. Namun sayangnya ia ditinggalkan di pengasingan.
Pada 1946, Uskup Luke alias Valentin Voyno menjadi satu-satunya imam yang dianugerahi penghargaan sipil tertinggi di Uni Soviet, Stalin Prize.
Penghargaan tersebut diberikan atas karyanya berjudul “Essays on Purulent Surgery”.
Usai menerima penghargaan, ia diminta melayani keuskupan Simferopol di Krimea. Pada 1955, ia mengalami kebutaan sehingga tidak dapat lagi melakukan operasi.
Meskipun begitu, ia terus berkhutbah. Valentin Voyno meninggal pada 1961.
Namun akhirnya ia memilih dunia kedokteran untuk memberi manfaat bagi sesama. Voyno pun memutuskan masuk ke Universitas Kiev di Fakultas Kedokteran.
Selama kuliah di Fakultas Kedokteran, ia tertarik dengan bidang anatomi.
Setelah lulus, pada 1904 ia bertugas sebagai dokter Palang Merah pada Perang Rusia Jepang. Saat itu, Voyno melakukan operasi pada tentara yang terluka.
Ia bertemu dengan perempuan yang kemudian menjadi istrinya, Anna Vasilievna. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak.
Pada 1910, keluarga Voyno pindah ke Kota Pereslavl-Zalessky. Voyno memutuskan untuk belajar bedah purulen.
Kemudian pada 1917, terjadi ketidakstabilan politik hingga pengkhianatan. Ditambah lagi, sang istri menderita TBC. Voyno bersama keluarganya lalu memutuskan pindah ke Kota Tashkent.
Ketika di Tashkent, ia terjebak dalam Perang Saudara dan Revolusi 1917. Selama Perang Saudara, ia mendedikasikan seluruh kemampuannya untuk membantu menyembuhkan orang-orang yang terdampak, dengan melakukan operasi setiap hari.
Di waktu bersamaan, kondisi sang istri terus menurun hingga akhirnya meninggal pada 1918.
Usai meninggalnya sang istri, Voyno aktif dalam kegiatan gereja. Para uskup gereja pun menyarankannya untuk menjadi seorang imam dan ia menyetujuinya.
Pada 1923, Pastor Valentin Voyno menganti namanya menjadi Luke dan mengambil pangkat uskup. Ia ditawari menjadi Kepala Keuskupan Gereja Tashkent.
Ketika itu, orang suci ditangkap serta dipenjarakan. Tak terkecuali, Uskup Luke. Pihak berwenang mengasingkan uskup Luke ke Siberia selama dua tahun.
Uskup Luke menerbitkan karya berjudul “Essays on Purulent Surgery”, pada 1934. Karya tersebut menjadi ensiklopedia di bidang bedah.
Terlebih, ia menceritakan banyak kasus nyata dari praktik medis yang dilakukannya sendiri.
Tahun 1937, terjadi peristiwa The Great Purge atau pembersihan besar-besaran oleh Stalin. Uskup Luke kembali ditangkap dan dijatuhi hukuman berupa pengasingan di Siberia pada 1939.
Setelah itu, ia mulai bekerja di rumah sakit militer. Kemudian pada awal 1940-an, Uskup Luke menjadi konsultan semua rumah sakit di Krasnoyarsk Krai.
Ia meminta kepada pihak berwenang untuk mengirimnya ke garis depan selama Perang Dunia II. Namun sayangnya ia ditinggalkan di pengasingan.
Pada 1946, Uskup Luke alias Valentin Voyno menjadi satu-satunya imam yang dianugerahi penghargaan sipil tertinggi di Uni Soviet, Stalin Prize.
Penghargaan tersebut diberikan atas karyanya berjudul “Essays on Purulent Surgery”.
Usai menerima penghargaan, ia diminta melayani keuskupan Simferopol di Krimea. Pada 1955, ia mengalami kebutaan sehingga tidak dapat lagi melakukan operasi.
Meskipun begitu, ia terus berkhutbah. Valentin Voyno meninggal pada 1961.
(sya)