Baru Berhasil Rebut Satu Kota, Serangan Rusia Diprediksi Kian Brutal
loading...
A
A
A
PARIS - Pasukan Rusia di Ukraina tampaknya mengubah metode tempur mereka dengan dampak yang menghancurkan pada warga sipil. Perubahan metode ini dilakukan setelah mereka gagal mengamankan keuntungan cepat yang diharapkan ketika Presiden Vladimir Putin meluncurkan invasi satu bulan lalu.
Menguasai ibu kota Kiev tampaknya tetap menjadi target utama Rusia, ketika mereka memasuki negara itu pada 24 Februari dan berharap untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Volodymyr Zelenskyy.
Tetapi meskipun mengerahkan kekuatan antara 150.000 dan 200.000 tentara, Moskow gagal mengantisipasi apa pun selain perlawanan yang lemah - kemungkinan karena kegagalan intelijen Rusia - dan membuat persiapan logistik yang ceroboh.
Seperti dilaporkan AFP, pasukan penyerang Rusia hingga kini tetap tertahan 15km dari ibukota Ukraina Kiev di barat laut dan 30km ke timur. Tentara Rusia hanya mampu membombardir Kiev dari kejauhan.
Bahkan hingga kini, Rusia tidak memiliki kendali penuh atas langit di atas Ukraina, memperumit seluruh ofensif mereka. "Rusia tidak memiliki kebijakan komando dan kontrol yang nyata," kata seorang mantan perwira tinggi militer Prancis kepada AFP.
Ia menunjuk pada kurangnya koordinasi antara Angkatan Darat dan Angkata Udara, serta kurangnya ketepatan serangan.
Selama satu bulan ofensif, Rusia hanya merebut satu pusat kota besar - Kherson di selatan Ukraina. Mariupol di timur tetap menjadi sasaran pengepungan yang menyebabkan kemarahan internasional. Lebih dari 200.000 orang terjebak di Mariupol, sebagian besar menjadi reruntuhan yang berserakan mayat dan terputus dari kebutuhan seperti makanan, air, listrik, dan panas.
Kota-kota utara yang belum dikuasai seperti Kharkiv, pusat kota terbesar kedua di Ukraina, terus-menerus dibombardir, sementara tekanan juga meningkat di kota-kota di selatan dan timur. Mykolaiv, yang menghalangi jalan di sepanjang pantai Laut Hitam menuju Odessa, juga berada di bawah tembakan artileri.
Menguasai ibu kota Kiev tampaknya tetap menjadi target utama Rusia, ketika mereka memasuki negara itu pada 24 Februari dan berharap untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Volodymyr Zelenskyy.
Tetapi meskipun mengerahkan kekuatan antara 150.000 dan 200.000 tentara, Moskow gagal mengantisipasi apa pun selain perlawanan yang lemah - kemungkinan karena kegagalan intelijen Rusia - dan membuat persiapan logistik yang ceroboh.
Seperti dilaporkan AFP, pasukan penyerang Rusia hingga kini tetap tertahan 15km dari ibukota Ukraina Kiev di barat laut dan 30km ke timur. Tentara Rusia hanya mampu membombardir Kiev dari kejauhan.
Bahkan hingga kini, Rusia tidak memiliki kendali penuh atas langit di atas Ukraina, memperumit seluruh ofensif mereka. "Rusia tidak memiliki kebijakan komando dan kontrol yang nyata," kata seorang mantan perwira tinggi militer Prancis kepada AFP.
Ia menunjuk pada kurangnya koordinasi antara Angkatan Darat dan Angkata Udara, serta kurangnya ketepatan serangan.
Selama satu bulan ofensif, Rusia hanya merebut satu pusat kota besar - Kherson di selatan Ukraina. Mariupol di timur tetap menjadi sasaran pengepungan yang menyebabkan kemarahan internasional. Lebih dari 200.000 orang terjebak di Mariupol, sebagian besar menjadi reruntuhan yang berserakan mayat dan terputus dari kebutuhan seperti makanan, air, listrik, dan panas.
Kota-kota utara yang belum dikuasai seperti Kharkiv, pusat kota terbesar kedua di Ukraina, terus-menerus dibombardir, sementara tekanan juga meningkat di kota-kota di selatan dan timur. Mykolaiv, yang menghalangi jalan di sepanjang pantai Laut Hitam menuju Odessa, juga berada di bawah tembakan artileri.