Pesan 400 Juta Dosis, Negara Eropa Berlomba Amankan Vaksin Covid-19
loading...
A
A
A
PARIS - Walaupun penelitian untuk menemukan vaksin virus corona (Covid-19) belum sepenuhnya kelar, banyak negara sudah berlomba-lomba memesannya. Mereka ingin memastikan warga masing-masing mendapatkan akses vaksin tersebut.
Langkah ini di antaranya diambil empat negara Uni Eropa, yakni Prancis, Jerman, Italia, dan Belanda. Mereka telah memesan 400 juta dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca. Dengan langkah cepat mengamankan vaksin corona, mereka juga berharap imunisasi bisa dilakukan sesegera mungkin dan pemulihan ekonomi pun bisa semakin cepat.
Kesepakatan itu diteken pada akhir pekan lalu. Spanyol pada Senin (15/6/2020) juga bergabung dengan empat negara tersebut untuk membeli vaksin dari perusahaan farmasi asal Inggris itu. Namun, Koordinator Darurat Kesehatan Spanyol Fernando Simon mengungkapkan, mereka juga akan bekerja sama dengan negara lain untuk mendapatkan vaksin yang berbeda. (Baca: Masih Tak Percaya Ada Virus Corona? Ini Penjelasan Dokter Reisa)
Menurut sumber asal Prancis yang dilaporkan Reuters, vaksin itu akan dibagikan rata kepada seluruh penduduk. “Kami juga sepakat produksi vaksin itu akan dilaksanakan di Eropa,” tutur sumber tersebut.
Belanda menegaskan, vaksin itu akan tersedia untuk seluruh anggota UE yang menandatangani skema. Itu setelah Belgia mengkritik kesepakatan empat negara tersebut. “Komisi Eropa seharusnya mengordinasikan pembelian vaksin untuk menunjukkan solidaritas dan menjamin semua anggota UE tidak tertinggal,” katanya.
Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge mengatakan, kritik terhadap kesepakatan itu memang lucu. Dia memastikan bahwa semua anggota UE pasti akan mendapatkan akses vaksin tersebut. Apalagi, vaksin tersebut masih dalam uji klinis. UE memastikan akan menambah pemesan vaksin Covid-19 dari AstraZeneca sebanyak 100 juta lagi.
Komisi Eropa juga berinvestasi sekitar USD2,3 miliar untuk membeli vaksin. “Inisiatif tersebut saling terkoneksi dan saling melengkapi,” kata juru bicara Komisi Eropa.
Prancis berharap akan segera melaksanakan kesepakatan pembelian vaksin kepada perusahaan farmasi. Itu menyusul perusahaan farmasi asal Prancis, Sanofi, lebih memiliki akan memproduksi vaksinnya di Amerika Serikat (AS) karena Negeri Paman Sam memberikan dana untuk penelitian. Namun, CEO Sanofi Paul Hudson mengungkapkan, vaksin korona akan tersedia untuk seluruh penduduk dunia.
Negara yang memastikan akan mendapatkan akses terhadap vaksin yang dikembangkan AstraZeneca adalah Inggris. Kenapa? Inggris telah berinvestasi lebih dari 100 juta poundsterling untuk mengembangkan vaksin yang diteliti Universitas Oxford, AstraZeneca, dan Imperial College London. “Kami akan mendapatkan akses vaksin jika sukses dan 30 juta dosis akan tersedia pada September mendatang,” demikian pernyataan resmi Pemerintah Inggris dilansir Sky News. (Baca juga: Peneliti UNAIR Klaim Temukan Lima Kombinasi Obat Corona)
Meski demikian, para ilmuwan memperingatkan potensi vaksin Covid-19. “Kandidat vaksin terdepan tidak berarti mereka adalah yang terbaik,” kata Charlie Weller, kepala vaksin Wellcome Trust. Vaksin potensial yang sedang menjalani uji klinis akan memiliki data untuk bisa dipahami dengan banyak pendekatan yang berbeda. “Vaksin tersebut tidak berarti terbaik, meskipun itu yang pertama,” ujarnya.
Amerika Serikat (AS) juga sudah menandatangani kesepakatan dengan AstraZeneca pada 21 Mei lalu untuk menyediakan 300 juta dosis vaksin Covid-19 senilai 940 juta poundsterling. Sebelumnya, pada pertengahan Maret lalu, Presiden Donald Trump juga dilaporkan menawari perusahaan farmasi Jerman CureVac senilai USD1 miliar untuk pembelian hak patin untuk vaksin yang potensial.
Para menteri Jerman dan investor CureVac mengecam rencana tersebut dan CEO CureVac juga membantah mereka mendapatkan tawaran tersebut. Pasalnya, 23% saham CureVac dimiliki Pemerintah Jerman. Bank pembangunan Jerman, KfW, berjanji akan membeli saham CureVac senilai 265 juta poundsterling untuk mendapatkan jaminan finansial agar bertahan di negara tersebut.
Sebelumnya World Economic Forum mengusulkan mekanisme kerja sama bagi para peneliti vaksin dan perusahaan vaksin. Kepala Shaping the Future of Health and Healthcare di World Economic Forum (WEF) Arnaud Bernaert menyarankan pemanfaatan Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) untuk memproduksi vaksin. Pasalnya, DCVMN merupakan jaringan perusahaan farmasi yang mampu memproduksi dan menjangkau 65% anggota WHO. “DCVMN memiliki jaringan 40 perusahaan farmasi yang berlokasi di negara berkembang seperti India, Indonesia, Korea Selatan, Brasil, China, Afrika Selatan, yang bisa diajak bekerja sama,” kata Bernaert, dilansir Weforum. (Lihat Fotonya: Hadapi Corona, Pemerintah Beri Stimulus Kredit UMKM)
Kenapa fokus di negara berkembang? Negara maju yang tergabung G-7 sudah memiliki skenario sendiri karena mereka yang melakukan penelitian dan memiliki jaringan perusahaan farmasi. “Saat ini hanya tersedia kurang dari 10 kandidat vaksin dalam proses uji klinis,” kata Bernaert. Di luar itu ada 3,5 miliar vaksin Covid-19 harus diproduksi untuk mencegah penyebaran virus corona dan mengakhiri pandemi ini.
China akan memperkuat kerja sama global untuk melakukan uji klinis vaksin Covid-19 dan proses produksi massal. Itu menunjukkan langkah China yang lebih merangkul banyak pihak dibandingkan Amerika Serikat (AS). Berbeda dengan AS yang cenderung tertutup dan tidak bekerja sama dengan negara lain dalam pengembangan vaksin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengungkapkan, China akan berbagi informasi mengenai vaksin tersebut jika pertama kali menemukan solusi. “Presiden China Xi Jinping berjanji, jika China mendapatkan vaksin Covid-19 maka akan dibagikan ke publik,” paparnya.
Dia juga berharap AS akan berbagi vaksin jika menemukannya terlebih dulu. Presiden Xi Jinping telah berjanji akan memberikan USD2 miliar untuk bantuan keuangan selama dua tahun bagi negara berkembang dalam penanganan Covid-19. (Baca: Arkeolog Temukan Busur dan Anak Panah Berusia 48.000 Tahun)
China telah melakukan lima uji klinis vaksin corona terhadap manusia. Separuh uji coba klinis memang dilaksanakan di China. “Pengembangan vaksin merupakan strategi fundamental dalam upaya untuk mengakhiri pandemi virus corona,” kata Menteri Sains dan Teknologi China Wang Zhigang dalam konferensi pers di Beijing. Namun, Wang menegaskan pengembangan vaksin merupakan hal sulit dan memerlukan waktu. “Pengembangan vaksin itu sama seperti menarik dengan langkah yang presisi,” ucapnya. (Andika H Mustaqim)
Langkah ini di antaranya diambil empat negara Uni Eropa, yakni Prancis, Jerman, Italia, dan Belanda. Mereka telah memesan 400 juta dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca. Dengan langkah cepat mengamankan vaksin corona, mereka juga berharap imunisasi bisa dilakukan sesegera mungkin dan pemulihan ekonomi pun bisa semakin cepat.
Kesepakatan itu diteken pada akhir pekan lalu. Spanyol pada Senin (15/6/2020) juga bergabung dengan empat negara tersebut untuk membeli vaksin dari perusahaan farmasi asal Inggris itu. Namun, Koordinator Darurat Kesehatan Spanyol Fernando Simon mengungkapkan, mereka juga akan bekerja sama dengan negara lain untuk mendapatkan vaksin yang berbeda. (Baca: Masih Tak Percaya Ada Virus Corona? Ini Penjelasan Dokter Reisa)
Menurut sumber asal Prancis yang dilaporkan Reuters, vaksin itu akan dibagikan rata kepada seluruh penduduk. “Kami juga sepakat produksi vaksin itu akan dilaksanakan di Eropa,” tutur sumber tersebut.
Belanda menegaskan, vaksin itu akan tersedia untuk seluruh anggota UE yang menandatangani skema. Itu setelah Belgia mengkritik kesepakatan empat negara tersebut. “Komisi Eropa seharusnya mengordinasikan pembelian vaksin untuk menunjukkan solidaritas dan menjamin semua anggota UE tidak tertinggal,” katanya.
Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge mengatakan, kritik terhadap kesepakatan itu memang lucu. Dia memastikan bahwa semua anggota UE pasti akan mendapatkan akses vaksin tersebut. Apalagi, vaksin tersebut masih dalam uji klinis. UE memastikan akan menambah pemesan vaksin Covid-19 dari AstraZeneca sebanyak 100 juta lagi.
Komisi Eropa juga berinvestasi sekitar USD2,3 miliar untuk membeli vaksin. “Inisiatif tersebut saling terkoneksi dan saling melengkapi,” kata juru bicara Komisi Eropa.
Prancis berharap akan segera melaksanakan kesepakatan pembelian vaksin kepada perusahaan farmasi. Itu menyusul perusahaan farmasi asal Prancis, Sanofi, lebih memiliki akan memproduksi vaksinnya di Amerika Serikat (AS) karena Negeri Paman Sam memberikan dana untuk penelitian. Namun, CEO Sanofi Paul Hudson mengungkapkan, vaksin korona akan tersedia untuk seluruh penduduk dunia.
Negara yang memastikan akan mendapatkan akses terhadap vaksin yang dikembangkan AstraZeneca adalah Inggris. Kenapa? Inggris telah berinvestasi lebih dari 100 juta poundsterling untuk mengembangkan vaksin yang diteliti Universitas Oxford, AstraZeneca, dan Imperial College London. “Kami akan mendapatkan akses vaksin jika sukses dan 30 juta dosis akan tersedia pada September mendatang,” demikian pernyataan resmi Pemerintah Inggris dilansir Sky News. (Baca juga: Peneliti UNAIR Klaim Temukan Lima Kombinasi Obat Corona)
Meski demikian, para ilmuwan memperingatkan potensi vaksin Covid-19. “Kandidat vaksin terdepan tidak berarti mereka adalah yang terbaik,” kata Charlie Weller, kepala vaksin Wellcome Trust. Vaksin potensial yang sedang menjalani uji klinis akan memiliki data untuk bisa dipahami dengan banyak pendekatan yang berbeda. “Vaksin tersebut tidak berarti terbaik, meskipun itu yang pertama,” ujarnya.
Amerika Serikat (AS) juga sudah menandatangani kesepakatan dengan AstraZeneca pada 21 Mei lalu untuk menyediakan 300 juta dosis vaksin Covid-19 senilai 940 juta poundsterling. Sebelumnya, pada pertengahan Maret lalu, Presiden Donald Trump juga dilaporkan menawari perusahaan farmasi Jerman CureVac senilai USD1 miliar untuk pembelian hak patin untuk vaksin yang potensial.
Para menteri Jerman dan investor CureVac mengecam rencana tersebut dan CEO CureVac juga membantah mereka mendapatkan tawaran tersebut. Pasalnya, 23% saham CureVac dimiliki Pemerintah Jerman. Bank pembangunan Jerman, KfW, berjanji akan membeli saham CureVac senilai 265 juta poundsterling untuk mendapatkan jaminan finansial agar bertahan di negara tersebut.
Sebelumnya World Economic Forum mengusulkan mekanisme kerja sama bagi para peneliti vaksin dan perusahaan vaksin. Kepala Shaping the Future of Health and Healthcare di World Economic Forum (WEF) Arnaud Bernaert menyarankan pemanfaatan Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) untuk memproduksi vaksin. Pasalnya, DCVMN merupakan jaringan perusahaan farmasi yang mampu memproduksi dan menjangkau 65% anggota WHO. “DCVMN memiliki jaringan 40 perusahaan farmasi yang berlokasi di negara berkembang seperti India, Indonesia, Korea Selatan, Brasil, China, Afrika Selatan, yang bisa diajak bekerja sama,” kata Bernaert, dilansir Weforum. (Lihat Fotonya: Hadapi Corona, Pemerintah Beri Stimulus Kredit UMKM)
Kenapa fokus di negara berkembang? Negara maju yang tergabung G-7 sudah memiliki skenario sendiri karena mereka yang melakukan penelitian dan memiliki jaringan perusahaan farmasi. “Saat ini hanya tersedia kurang dari 10 kandidat vaksin dalam proses uji klinis,” kata Bernaert. Di luar itu ada 3,5 miliar vaksin Covid-19 harus diproduksi untuk mencegah penyebaran virus corona dan mengakhiri pandemi ini.
China akan memperkuat kerja sama global untuk melakukan uji klinis vaksin Covid-19 dan proses produksi massal. Itu menunjukkan langkah China yang lebih merangkul banyak pihak dibandingkan Amerika Serikat (AS). Berbeda dengan AS yang cenderung tertutup dan tidak bekerja sama dengan negara lain dalam pengembangan vaksin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengungkapkan, China akan berbagi informasi mengenai vaksin tersebut jika pertama kali menemukan solusi. “Presiden China Xi Jinping berjanji, jika China mendapatkan vaksin Covid-19 maka akan dibagikan ke publik,” paparnya.
Dia juga berharap AS akan berbagi vaksin jika menemukannya terlebih dulu. Presiden Xi Jinping telah berjanji akan memberikan USD2 miliar untuk bantuan keuangan selama dua tahun bagi negara berkembang dalam penanganan Covid-19. (Baca: Arkeolog Temukan Busur dan Anak Panah Berusia 48.000 Tahun)
China telah melakukan lima uji klinis vaksin corona terhadap manusia. Separuh uji coba klinis memang dilaksanakan di China. “Pengembangan vaksin merupakan strategi fundamental dalam upaya untuk mengakhiri pandemi virus corona,” kata Menteri Sains dan Teknologi China Wang Zhigang dalam konferensi pers di Beijing. Namun, Wang menegaskan pengembangan vaksin merupakan hal sulit dan memerlukan waktu. “Pengembangan vaksin itu sama seperti menarik dengan langkah yang presisi,” ucapnya. (Andika H Mustaqim)
(ysw)