Ukraina: Situasi di Mariupol Sangat Sulit, Jalur Evakuasi Diblokir
loading...
A
A
A
MARIUPOL - Ukraina menggambarkan situasi di Mariupol pada Senin (21/3/2022) "sangat sulit" dan mengatakan tidak dapat membangun koridor aman baru untuk mengevakuasi warga sipil dari kota yang terkepung setelah menentang ultimatum Rusia untuk menyerah.
Sebelumnya, militer Rusia telah memerintahkan warga Ukraina di dalam kota untuk menyerah pada pukul 5 pagi (11 pagi, waktu Singapura). Rusia menegaskan, mereka yang menyerah akan diizinkan untuk pergi melalui koridor yang aman.
"Tentu saja kami menolak proposal ini," kata Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk, seperti dikutip dari Reuters. Menurutnya, tidak mungkin ada pertanyaan tentang penyerahan diri.
“Tidak ada pembicaraan tentang penyerahan diri, peletakan senjata. Kami telah memberi tahu pihak Rusia tentang ini,” katanya, menurut situs berita online Ukrainska Pravda. “Daripada membuang-buang waktu untuk delapan halaman surat, buka saja koridor [kemanusiaan],” tandasnya.
Mariupol, sebuah pelabuhan di Laut Azov, adalah rumah bagi 400.000 orang sebelum perang. Kota itu telah dikepung dan dibombardir pasukan Rusia. Warga Mariupol terjebak tanpa makanan, obat-obatan, listrik atau air bersih, sejak hari-hari awal invasi Rusia pada 24 Februari.
Vereshchuk mengatakan, kesepakatan telah dicapai dengan Rusia untuk menciptakan 8 koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil dari kota-kota yang terkepung pada hari Senin, tetapi Mariupol tidak ada di antara koridor itu.
Vereshchuk mengatakan, upaya untuk mencapai Mariupol dengan bantuan kemanusiaan terus gagal. "Situasi di sana sangat sulit," tambahnya.
Sementara itu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin mengecam serangan Rusia terhadap Mariupol sebagai "kejahatan perang besar-besaran", ketika blok tersebut membahas penerapan lebih banyak sanksi terhadap Moskow.
Sebelumnya, militer Rusia telah memerintahkan warga Ukraina di dalam kota untuk menyerah pada pukul 5 pagi (11 pagi, waktu Singapura). Rusia menegaskan, mereka yang menyerah akan diizinkan untuk pergi melalui koridor yang aman.
"Tentu saja kami menolak proposal ini," kata Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk, seperti dikutip dari Reuters. Menurutnya, tidak mungkin ada pertanyaan tentang penyerahan diri.
“Tidak ada pembicaraan tentang penyerahan diri, peletakan senjata. Kami telah memberi tahu pihak Rusia tentang ini,” katanya, menurut situs berita online Ukrainska Pravda. “Daripada membuang-buang waktu untuk delapan halaman surat, buka saja koridor [kemanusiaan],” tandasnya.
Mariupol, sebuah pelabuhan di Laut Azov, adalah rumah bagi 400.000 orang sebelum perang. Kota itu telah dikepung dan dibombardir pasukan Rusia. Warga Mariupol terjebak tanpa makanan, obat-obatan, listrik atau air bersih, sejak hari-hari awal invasi Rusia pada 24 Februari.
Vereshchuk mengatakan, kesepakatan telah dicapai dengan Rusia untuk menciptakan 8 koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil dari kota-kota yang terkepung pada hari Senin, tetapi Mariupol tidak ada di antara koridor itu.
Vereshchuk mengatakan, upaya untuk mencapai Mariupol dengan bantuan kemanusiaan terus gagal. "Situasi di sana sangat sulit," tambahnya.
Sementara itu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin mengecam serangan Rusia terhadap Mariupol sebagai "kejahatan perang besar-besaran", ketika blok tersebut membahas penerapan lebih banyak sanksi terhadap Moskow.