Pengacara Aung San Suu Kyi Mengaku Dibungkam oleh Junta Militer Myanmar

Sabtu, 12 Februari 2022 - 23:55 WIB
loading...
Pengacara Aung San Suu...
Khin Maung Zaw, kepala pengacara pemimpin terguling Myanmar, Aung San Suu Kyi. FOTO/RFA
A A A
YANGON - Khin Maung Zaw, kepala pengacara pemimpin terguling Myanmar, Aung San Suu Kyi mengatakan pada Jumat (11/2/2022), bahwa dia telah dilarang oleh junta militer untuk berbicara kepada wartawan, diplomat, atau organisasi internasional.

Perintah pembungkaman itu datang setelah dia menyampaikan kesaksian yang jelas dari presiden terguling Win Myint, yang menggambarkan bagaimana dia menolak tawaran militer untuk mengundurkan diri demi menyelamatkan dirinya sendiri selama kudeta 1 Februari.



Aung San Suu Kyi diadili atas sejumlah tuduhan mulai dari penghasutan hingga melanggar pembatasan virus corona dan menghadapi hukuman penjara yang panjang jika terbukti bersalah. Tetapi, media telah dilarang menghadiri pengadilan, dan tim hukum pemenang Nobel itu telah menjadi sumber informasi utama dalam persidangan.

"Yah, mereka menutup mulutku dengan 144," pengacara Khin Maung Zaw memposting di halaman Facebook-nya. Nomor tersebut mengacu pada pasal 144 dari hukum acara pidana Myanmar, yang digunakan untuk mengeluarkan pembungkaman.

Pengacara itu juga memposting foto perintah tersebut, yang ditandatangani oleh seorang pejabat senior di kotapraja Pyinmana, bagian dari ibu kota Naypyidaw, yang mencatat bahwa dia telah berbicara dengan media.



"Komunikasi ini mengganggu atau merugikan beberapa orang yang bertindak sesuai dengan hukum, dan dapat menyebabkan keresahan publik," kata perintah itu, seperti dikutip dari Channel News Asia.

"Mulai 14 Oktober, pengacara U Khin Maung Zaw dilarang berkomunikasi, bertemu, dan berbicara dengan media asing dan lokal, diplomat asing, organisasi internasional, perwakilan dari pemerintah asing, atau organisasi lain di luar secara langsung atau tidak langsung," lanjut pernyataan tersebut.

Kudeta pada Februari lalu memadamkan komitmen singkat Myanmar terhadap demokrasi setelah puluhan tahun diperintah langsung oleh tentara dan memicu protes luas yang diikuti oleh tindakan keras berdarah yang telah menewaskan hampir 1.200 warga sipil.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1945 seconds (0.1#10.140)