Langka, Kepala Intel Israel Dukung Perjanjian Nuklir Iran
loading...
A
A
A
Putaran terakhir pembicaraan tentang perjanjian nuklir Iran, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), dimulai di Ibu Kota Austria setelah jeda singkat pada hari Senin.
Dalam kesempatan itu Departemen Luar Negeri AS dilaporkan mengatakan bahwa Iran harus menambahkan urgensi nyata ke dalam negosiasi Wina atau berisiko kehilangan kesempatan untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan bahwa AS tidak membuat saran apa pun yang dapat mengarah pada kebangkitan kembali JCPOA atau penyusunan kesepakatan baru selama pembicaraan lima arah di Wina.
"Iran mengharapkan AS untuk menawarkan teks nyata, dalam hal kesepakatan dapat dicapai dalam waktu sesingkat mungkin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran itu.
Pada 2015, Iran menandatangani JCPOA dengan kelompok negara P5+1 — AS, China, Prancis, Rusia, Inggris plus Jerman — dan UE. Perjanjian tersebut mewajibkan Teheran untuk mengurangi program nuklirnya dan secara signifikan mengurangi cadangan uraniumnya dengan imbalan keringanan sanksi, termasuk pencabutan embargo senjata lima tahun setelah kesepakatan diadopsi.
Pada Mei 2018, AS secara sepihak menarik diri dari kesepakatan dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, mendorong Teheran setahun kemudian mengumumkan bahwa mereka mulai mengurangi komitmen JCPOA-nya sendiri.
Pemerintahan Biden kemudian mengisyaratkan kesiapannya untuk kembali ke perjanjian, dengan Iran mengatakan bahwa Gedung Putih pertama-tama harus membatalkan semua sanksi terhadap Republik Islam itu.
Dalam kesempatan itu Departemen Luar Negeri AS dilaporkan mengatakan bahwa Iran harus menambahkan urgensi nyata ke dalam negosiasi Wina atau berisiko kehilangan kesempatan untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan bahwa AS tidak membuat saran apa pun yang dapat mengarah pada kebangkitan kembali JCPOA atau penyusunan kesepakatan baru selama pembicaraan lima arah di Wina.
"Iran mengharapkan AS untuk menawarkan teks nyata, dalam hal kesepakatan dapat dicapai dalam waktu sesingkat mungkin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran itu.
Pada 2015, Iran menandatangani JCPOA dengan kelompok negara P5+1 — AS, China, Prancis, Rusia, Inggris plus Jerman — dan UE. Perjanjian tersebut mewajibkan Teheran untuk mengurangi program nuklirnya dan secara signifikan mengurangi cadangan uraniumnya dengan imbalan keringanan sanksi, termasuk pencabutan embargo senjata lima tahun setelah kesepakatan diadopsi.
Pada Mei 2018, AS secara sepihak menarik diri dari kesepakatan dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, mendorong Teheran setahun kemudian mengumumkan bahwa mereka mulai mengurangi komitmen JCPOA-nya sendiri.
Pemerintahan Biden kemudian mengisyaratkan kesiapannya untuk kembali ke perjanjian, dengan Iran mengatakan bahwa Gedung Putih pertama-tama harus membatalkan semua sanksi terhadap Republik Islam itu.
(ian)