Keluarga George Floyd Minta PBB Selidiki Kebrutalan Polisi AS

Selasa, 09 Juni 2020 - 16:14 WIB
loading...
Keluarga George Floyd Minta PBB Selidiki Kebrutalan Polisi AS
Keluarga George Floyd meminta Dewan HAM PBB turun tangan menyelidiki kebrutalan polisi AS. Foto/VOA
A A A
WASHINGTON - Keluarga George Floyd , sejumlah keluarga korban yang dibunuh oleh penegak hukum dan kelompok aktivis menuntut Dewan HAM PBB untuk menyelidiki kebrutalan polisi Amerika Serikat (AS).

Keluarga para korban - termasuk keluarga George Floyd, Breonna Taylor, Michael Brown dan Philando Castile, yang semuanya terbunuh di tangan polisi - melakukan seruan bersama dengan American Civil Liberties Union (ACLU) dan sekitar 600 kelompok hak asasi manusia.

Dalam sebuah pernyataan, mereka meminta Dewan HAM PBB untuk memberikan pengawasan internasional terhadap masalah kebrutalan polisi dan penindasan selama aksi protes yang dipicu oleh pembunuhan Floyd pada akhir Mei.

“Saya ingin orang-orang di seluruh dunia dan para pemimpin di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melihat video saudara saya George Floyd, untuk mendengarkan teriakan minta tolong, dan saya ingin mereka menjawab teriakannya,” kata saudara lelaki Floyd, Philonese, di Pernyataan ACLU, merujuk pada rekaman mengejutkan dari penangkapan fatal Floyd di Minneapolis. (Baca: Viral, Video Pria Kulit Hitam Meninggal Dicekik Polisi AS )

"Saya ingin meminta PBB untuk membantunya. Tolong saya. Tolong kami. Tolong pria dan wanita kulit hitam di Amerika," imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (9/6/2020).

Pihak keluarga dan kelompok-kelompok HAM menuntut penyelidikan independen atas pembunuhan yang dilakukan polisi terhadap warga kulit hitam AS yang tidak bersenjata dalam beberapa tahun terakhir, di samping respons penegak hukum yang keras terhadap pemrotes. (Baca: Brutalnya Polisi AS dalam Demo: Pria 75 Tahun Dijatuhkan, Kepalanya Berdarah )

Seperti diketahui, pembunuhan atas George Floyd memicu aksi demonstrasi di seluruh 50 negara bagian AS. Aksi tersebut berlasung panas dan berujung pada kerusuhan, penjarahan dan pembakaran.

Pihak berwenang kemudian memanggil Garda Nasional dan bala bantuan polisi di sejumlah kota untuk memadamkan kerusuhan. Dalam prosesnya, terkadang menimbulkan kekerasan pengunjuk rasa yang damai dan wartawan.

“Sudah saatnya Amerika Serikat menghadapi pengawasan dan penilaian yang sama dengan yang cepat diteruskan ke negara lain,” kata direktur program hak asasi manusia ACLU, Jamil Dakwar.

"Ketika masyarakat di Amerika Serikat menyerukan para pemimpin mereka untuk melepaskan diri dari kepolisian dan mengakhiri rasisme struktural, PBB harus mendukung tuntutan domestik ini dengan meminta Amerika Serikat bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusianya," imbuhnya.

Belum diketahui apakah seruan ini mendapat tanggapan dari Dewan HAM PBB atau seberapa cepat pertemuan dilakukan, mengingat bahwa badan PBB terpaksa membatalkan sesi terakhirnya pada bulan Maret karena kekhawatiran Covid-19 dan merencanakan sesi kedua dari tiga sesi tahunan pada bulan Juni.

Setidaknya sepertiga dari 47 anggota Dewan HAM PBB harus menyetujui sesi khusus sebelum dapat dilakukan; belum ada suara yang diadakan. Masalahnya semakin diperparah oleh kebijakan pembatasan virus Corona yang diberlakukan pemerintah Swiss, yang masih melarang pertemuan lebih dari 300 orang, yang mempersulit pertemuan di masa depan di Jenewa.

AS sendiri telah menarik diri dari Dewan HAM PBB pada 2018, bersikeras badan itu bersikap bias terhadap Israel.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1446 seconds (0.1#10.140)