Diduga Hasil Kerja Paksa, AS Tolak Sarung Tangan Produksi Malaysia

Selasa, 21 Desember 2021 - 04:11 WIB
loading...
Diduga Hasil Kerja Paksa,...
Ilustrasi
A A A
KUALA LUMPUR - Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) Amerika Serikat (AS) telah melarang impor dari produsen sarung tangan Malaysia Brightway Group atas dugaan praktik kerja paksa. Demikian dinyatakan CBP, Senin (20/12/2021). Ini adalah larangan keenam dalam 18 bulan pada perusahaan Malaysia, dan yang kelima dari sektor manufaktur sarung tangan negara itu sejak September 2019.

CBP mengeluarkan perintah pelepasan, menginstruksikan pelabuhan masuk AS untuk menahan sarung tangan sekali pakai yang diproduksi di Malaysia oleh tiga perusahaan dalam grup - Brightway Holdings, Laglove dan Biopro - mulai awal pekan ini.



“Tindakan itu diambil berdasarkan informasi yang secara wajar mengindikasikan penggunaan kerja paksa dalam operasi manufaktur entitas itu," sebut pernyataan CBP, seperti dikutip dari Reuters. CBP mengatakan telah mengidentifikasi 10 dari 11 indikator kerja paksa Organisasi Buruh Internasional selama penyelidikannya ke Brightway.

Pada bulan Desember tahun lalu, pejabat Malaysia menggerebek fasilitas Brightway dan menemukan pekerja yang tinggal di kontainer pengiriman, dalam kondisi yang sangat jorok sehingga Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, M Saravanan kemudian menyamakan mereka dengan "perbudakan modern".

Ditanya pada bulan Mei tentang penggerebekan tersebut, Direktur Pelaksana perusahaan, G. Baskaran, mengatakan kepada Reuters, bahwa laporan audit dari 2019 dan 2020 menunjukkan kalau perusahaan itu tidak melakukan segala bentuk kerja paksa atau perbudakan modern.



Sekitar sebulan setelah penggerebekan Malaysia, CBP membuka penyelidikan ke Brightway, menurut sebuah surat yang dilihat oleh Reuters.

Sebelumnya pada akhir November, Pemerintah Inggris telah meluncurkan penyelidikan ke salah satu pemasok utama alat pelindung diri NHS atas dugaan penggunaan kerja paksa. Pejabat di Departemen Bisnis, Energi, dan Strategi Industri (BEIS) sedang menyelidiki Supermax, yang memenangkan kontrak 316 juta Poundsterling untuk 88,5 juta sarung tangan karet saat pandemi Covid mulai merebak.

Pemerintah Inggris telah memulai penyelidikannya sendiri setelah Jeremy Purvis, seorang rekan Demokrat Liberal, menuntut pengawasan Supermax dan tindakan untuk memastikan bahwa produk yang dibuat menggunakan perbudakan modern tidak digunakan di Inggris.



Ditanya oleh Guardian untuk perincian penyelidikan, seorang juru bicara pemerintah mengatakan: “Kami menanggapi tuduhan semacam ini dengan sangat serius dan kami sedang menyelidiki klaim yang dibuat terhadap Supermax. Kami telah membuat komitmen kuat untuk memberantas perbudakan modern dari semua kontrak dalam rantai pasokan pemerintah.”

Pemerintah menjelaskan bahwa penyelidikan dapat menyebabkan Supermax dilarang memasok NHS. “Proses uji tuntas yang tepat dilakukan untuk semua kontrak pemerintah dan pemasok kami diwajibkan untuk mengikuti standar hukum dan etika tertinggi. Jika mereka gagal melakukannya, kami akan menghapusnya dari kontrak saat ini dan yang akan datang,” kata juru bicara itu.
(esn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Imbas Kebijakan Donald...
Imbas Kebijakan Donald Trump, Orang Eropa Enggan Berlibur ke AS
Saat Rayakan Paskah...
Saat Rayakan Paskah Yahudi, Rumah Gubernur Pennsylvania Justru Dibakar Warga
AS Bukan Lagi Penguasa...
AS Bukan Lagi Penguasa dan Pemimpin NATO, Siapa Penggantinya?
Keluarga Donald Trump...
Keluarga Donald Trump Fokus Tambang Kripto dengan Keuntungan Rp16,7 Triliun, Berikut 6 Faktanya
Jepang Harus Bayar Mahal...
Jepang Harus Bayar Mahal untuk Aliansi dengan AS! Bukan Ancaman dari Musuh, tapi Terlalu Banyak Kasus Pemerkosaan
Perundingan AS dan Iran...
Perundingan AS dan Iran Berlansung Konstruktif dan Positif, Akankah Konflik Timur Tengah Mereda?
Trump Copot Potret Obama...
Trump Copot Potret Obama di Gedung Putih, Diganti dengan Potretnya yang Lolos dari upaya Pembunuhan
Serangan Rudal Balistik...
Serangan Rudal Balistik Rusia Tewaskan Setidaknya 21 Orang di Ukraina
Israel Bom Rumah Sakit...
Israel Bom Rumah Sakit Baptis Al Ahli di Gaza, Picu Kecaman Keras Gereja
Rekomendasi
Arkeolog Temukan Wajah...
Arkeolog Temukan Wajah Asli Pribumi Eropa di dalam Gua
Cerminan Optimis, BRI...
Cerminan Optimis, BRI Siapkan Dana Rp3 Triliun untuk Buyback Saham
Diancam AS Soal Perdagangan,...
Diancam AS Soal Perdagangan, Spanyol Pilih Merapat ke China
Berita Terkini
Rudal Balistik Iskander...
Rudal Balistik Iskander Rusia Hantam Ukraina Tewaskan 34 Orang
23 menit yang lalu
Raih 90 Persen Suara,...
Raih 90 Persen Suara, Pemimpin Kudeta Gabon Menang Pemilu
1 jam yang lalu
Imbas Kebijakan Donald...
Imbas Kebijakan Donald Trump, Orang Eropa Enggan Berlibur ke AS
1 jam yang lalu
Saat Rayakan Paskah...
Saat Rayakan Paskah Yahudi, Rumah Gubernur Pennsylvania Justru Dibakar Warga
2 jam yang lalu
Untuk Pertama Kalinya,...
Untuk Pertama Kalinya, Rusia Klaim Tembak Jatuh Jet Tempur F-16 Ukraina
3 jam yang lalu
Kekurangan Tentara,...
Kekurangan Tentara, Ukraina Ingin Perempuan Ikut Wajib Militer
3 jam yang lalu
Infografis
AS Tolak Rencana Inggris...
AS Tolak Rencana Inggris untuk Kirim Pasukan ke Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved