Cerita Pilu Waria Malaysia Nur Sajat Diborgol dan Dipukuli: Saya Harus Lari!
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Pada September 2021, berita bocor bahwa otoritas imigrasi Thailand telah melakukan penangkapan yang menggemparkan di Bangkok.
Tahanan itu adalah Nur Sajat Kamaruzzaman, pengusaha kosmetik Malaysia berusia 36 tahun yang glamor dengan banyak pengikut di media sosial.
Pihak berwenang Malaysia segera meminta ekstradisinya atas tuduhan menghina Islam, yang diajukan terhadapnya pada Januari. Dengan tuduhan itu, Nur Sajat dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Pelanggaran Nur Sajat adalah mengenakan baju kurung, pakaian tradisional lengan panjang yang dikenakan oleh wanita Melayu pada upacara keagamaan pribadi yang dia selenggarakan pada 2018.
Di mata pemerintah Malaysia, Nur Sajat adalah laki-laki dan menurut hukum Islam, laki-laki tidak boleh berpakaian seperti perempuan.
Nur Sajat adalah seorang wanita transgender (waria), dan karena itu dia diberi status pengungsi dan diizinkan Thailand mencari suaka di Australia.
Berbicara pada BBC dari Sydney, dia mengaku tidak punya pilihan selain melarikan diri, setelah diserang oleh petugas dari Departemen Agama (JAIS) di negara bagian Selangor, Malaysia, yang telah mengajukan tuntutan terhadapnya.
"Saya harus melarikan diri. Saya diperlakukan dengan kasar, saya dipukul, didorong, diborgol, semua di depan orang tua dan keluarga saya. Saya merasa malu dan sedih. Saya memberi mereka kerja sama saya, tetapi mereka tetap melakukan itu kepada saya," tutur dia.
"Mungkin karena mereka melihat saya sebagai wanita trans, jadi mereka tidak peduli jika saya dipegang, dipukuli, diinjak-injak. Kami transgender juga punya perasaan. Kami layak menjalani hidup seperti orang normal," papar dia.
Nur Sajat adalah seorang pengusaha sukses yang mandiri. Tujuh tahun lalu, dia mulai mempromosikan dirinya di media sosial. Dia mengembangkan produk perawatan kulit dan suplemen kesehatannya sendiri, sangat berhasil dengan korset yang membawa nama mereknya.
Dengan penampilan yang rapi dan postingan media sosial yang lucu, dia mendapatkan ratusan ribu pengikut dan menjadi selebriti nasional. Kemudian pertanyaan tentang jenis kelaminnya dimulai.
Itu tidak pernah benar-benar menjadi rahasia. Nur Sajat mengikuti kontes kecantikan transgender terkenal di Thailand pada 2013, memenangkan penghargaan untuk tariannya.
Apa yang mengangkat alis di Malaysia adalah bahwa dia juga seorang Muslim yang taat dan memposting gambar mengenakan jilbab.
Dia menjelaskan kepada mereka yang bertanya bahwa dia dilahirkan dengan alat kelamin laki-laki dan perempuan, atau interseks. Kondisi itu dalam Islam diperlakukan dengan lebih toleran daripada mereka yang mengubah jenis kelamin kelahiran mereka.
Pada 2017, Nur Sajat mengumumkan bahwa secara fisik dia sekarang sepenuhnya seorang wanita, dan memposting laporan dokter untuk mendukungnya.
Pihak berwenang Malaysia memutuskan untuk menyelidikinya. Departemen Pengembangan Islam Malaysia (JAKIM) mengatakan perlu bukti bahwa dia dilahirkan interseks. JAKIM menawarkan untuk membantu Nur Sajat dengan apa yang disebutnya "kebingungan gender".
Ada lebih banyak kontroversi tahun lalu ketika foto-foto Nur Sajat, yang mengenakan pakaian salat wanita, dengan keluarganya dalam perjalanan haji ke Mekah diterbitkan. Foto itu memicu kritik dari kalangan Muslim konservatif.
Dia kemudian meminta maaf karena menjadi penyebab kegemparan seperti itu, tetapi dalam waktu satu tahun dia menghadapi tuntutan pidana.
"Ketika saya berada di tanah suci, saya hanya ingin bertanya pada diri sendiri ... mungkin ada alasan mengapa saya dilahirkan?" ujar Nur Sajat.
Dia menambahkan, "Sebagai seorang wanita transgender, dan Muslim, saya percaya saya memiliki hak untuk mengekspresikan agama saya dengan cara saya sendiri. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menghukum saya seolah-olah mereka melakukan pekerjaan Tuhan."
BBC meminta Departemen Agama Malaysia untuk mengomentari kasus Nur Sajat tetapi belum mendapat tanggapan.
Pada September, Menteri Agama Malaysia Idris Ahmad mengatakan, “Jika dia mau datang kepada kami, mengaku salah, jika dia mau kembali ke fitrahnya yang sebenarnya, tidak ada masalah. Kami tidak ingin menghukumnya, kami hanya ingin mendidiknya."
Kami bertanya kepada Mohammad Asri Zainul Abidin, Mufti, atau penasihat senior Islam di negara bagian Perlis, apakah mungkin Muslim Malaysia menerima transgender.
"Bagi saya Sajat adalah kasus yang berbeda. Sajat melakukan banyak hal yang memprovokasi otoritas agama untuk bereaksi. Biasanya dalam Islam kami tidak ikut campur dalam masalah pribadi. Itu antara Anda dan Tuhan. Tapi kami tidak akan pernah mengakui dosa ini. Jika Anda hanya merasa Anda seorang wanita, dan ingin memasuki toilet wanita, Anda tidak bisa melakukan itu," papar dia.
Malaysia memiliki sistem hukum jalur ganda, dengan hukum syariah Islam yang digunakan di 13 negara bagian dan tiga wilayah federal negara itu untuk mengatur masalah keluarga dan moral bagi 60% penduduk yang beragama Islam. Ini menciptakan masalah konstan bagi komunitas LGBTQI.
“Hukum Syariah secara khusus menargetkan komunitas kami di setiap negara bagian,” ujar Nisha Ayub, juru kampanye transgender yang pernah dipenjara karena mengenakan pakaian wanita.
Dia menambahkan, "Dan karena keberadaan Hukum Syariah kami memiliki para politisi, pemimpin, otoritas agama yang memberikan pernyataan yang sangat negatif tentang komunitas kami. Dan ini menciptakan lingkungan yang sangat tidak aman dan tidak memungkinkan bagi kami."
Tahanan itu adalah Nur Sajat Kamaruzzaman, pengusaha kosmetik Malaysia berusia 36 tahun yang glamor dengan banyak pengikut di media sosial.
Pihak berwenang Malaysia segera meminta ekstradisinya atas tuduhan menghina Islam, yang diajukan terhadapnya pada Januari. Dengan tuduhan itu, Nur Sajat dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Pelanggaran Nur Sajat adalah mengenakan baju kurung, pakaian tradisional lengan panjang yang dikenakan oleh wanita Melayu pada upacara keagamaan pribadi yang dia selenggarakan pada 2018.
Baca Juga
Di mata pemerintah Malaysia, Nur Sajat adalah laki-laki dan menurut hukum Islam, laki-laki tidak boleh berpakaian seperti perempuan.
Nur Sajat adalah seorang wanita transgender (waria), dan karena itu dia diberi status pengungsi dan diizinkan Thailand mencari suaka di Australia.
Berbicara pada BBC dari Sydney, dia mengaku tidak punya pilihan selain melarikan diri, setelah diserang oleh petugas dari Departemen Agama (JAIS) di negara bagian Selangor, Malaysia, yang telah mengajukan tuntutan terhadapnya.
"Saya harus melarikan diri. Saya diperlakukan dengan kasar, saya dipukul, didorong, diborgol, semua di depan orang tua dan keluarga saya. Saya merasa malu dan sedih. Saya memberi mereka kerja sama saya, tetapi mereka tetap melakukan itu kepada saya," tutur dia.
"Mungkin karena mereka melihat saya sebagai wanita trans, jadi mereka tidak peduli jika saya dipegang, dipukuli, diinjak-injak. Kami transgender juga punya perasaan. Kami layak menjalani hidup seperti orang normal," papar dia.
Nur Sajat adalah seorang pengusaha sukses yang mandiri. Tujuh tahun lalu, dia mulai mempromosikan dirinya di media sosial. Dia mengembangkan produk perawatan kulit dan suplemen kesehatannya sendiri, sangat berhasil dengan korset yang membawa nama mereknya.
Dengan penampilan yang rapi dan postingan media sosial yang lucu, dia mendapatkan ratusan ribu pengikut dan menjadi selebriti nasional. Kemudian pertanyaan tentang jenis kelaminnya dimulai.
Itu tidak pernah benar-benar menjadi rahasia. Nur Sajat mengikuti kontes kecantikan transgender terkenal di Thailand pada 2013, memenangkan penghargaan untuk tariannya.
Apa yang mengangkat alis di Malaysia adalah bahwa dia juga seorang Muslim yang taat dan memposting gambar mengenakan jilbab.
Dia menjelaskan kepada mereka yang bertanya bahwa dia dilahirkan dengan alat kelamin laki-laki dan perempuan, atau interseks. Kondisi itu dalam Islam diperlakukan dengan lebih toleran daripada mereka yang mengubah jenis kelamin kelahiran mereka.
Pada 2017, Nur Sajat mengumumkan bahwa secara fisik dia sekarang sepenuhnya seorang wanita, dan memposting laporan dokter untuk mendukungnya.
Pihak berwenang Malaysia memutuskan untuk menyelidikinya. Departemen Pengembangan Islam Malaysia (JAKIM) mengatakan perlu bukti bahwa dia dilahirkan interseks. JAKIM menawarkan untuk membantu Nur Sajat dengan apa yang disebutnya "kebingungan gender".
Ada lebih banyak kontroversi tahun lalu ketika foto-foto Nur Sajat, yang mengenakan pakaian salat wanita, dengan keluarganya dalam perjalanan haji ke Mekah diterbitkan. Foto itu memicu kritik dari kalangan Muslim konservatif.
Dia kemudian meminta maaf karena menjadi penyebab kegemparan seperti itu, tetapi dalam waktu satu tahun dia menghadapi tuntutan pidana.
"Ketika saya berada di tanah suci, saya hanya ingin bertanya pada diri sendiri ... mungkin ada alasan mengapa saya dilahirkan?" ujar Nur Sajat.
Dia menambahkan, "Sebagai seorang wanita transgender, dan Muslim, saya percaya saya memiliki hak untuk mengekspresikan agama saya dengan cara saya sendiri. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menghukum saya seolah-olah mereka melakukan pekerjaan Tuhan."
BBC meminta Departemen Agama Malaysia untuk mengomentari kasus Nur Sajat tetapi belum mendapat tanggapan.
Pada September, Menteri Agama Malaysia Idris Ahmad mengatakan, “Jika dia mau datang kepada kami, mengaku salah, jika dia mau kembali ke fitrahnya yang sebenarnya, tidak ada masalah. Kami tidak ingin menghukumnya, kami hanya ingin mendidiknya."
Kami bertanya kepada Mohammad Asri Zainul Abidin, Mufti, atau penasihat senior Islam di negara bagian Perlis, apakah mungkin Muslim Malaysia menerima transgender.
"Bagi saya Sajat adalah kasus yang berbeda. Sajat melakukan banyak hal yang memprovokasi otoritas agama untuk bereaksi. Biasanya dalam Islam kami tidak ikut campur dalam masalah pribadi. Itu antara Anda dan Tuhan. Tapi kami tidak akan pernah mengakui dosa ini. Jika Anda hanya merasa Anda seorang wanita, dan ingin memasuki toilet wanita, Anda tidak bisa melakukan itu," papar dia.
Malaysia memiliki sistem hukum jalur ganda, dengan hukum syariah Islam yang digunakan di 13 negara bagian dan tiga wilayah federal negara itu untuk mengatur masalah keluarga dan moral bagi 60% penduduk yang beragama Islam. Ini menciptakan masalah konstan bagi komunitas LGBTQI.
“Hukum Syariah secara khusus menargetkan komunitas kami di setiap negara bagian,” ujar Nisha Ayub, juru kampanye transgender yang pernah dipenjara karena mengenakan pakaian wanita.
Dia menambahkan, "Dan karena keberadaan Hukum Syariah kami memiliki para politisi, pemimpin, otoritas agama yang memberikan pernyataan yang sangat negatif tentang komunitas kami. Dan ini menciptakan lingkungan yang sangat tidak aman dan tidak memungkinkan bagi kami."
(sya)