China atau Aliansi AUKUS? Pakar: Indonesia Harus Pertimbangkan Ancaman Lebih Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dan Malaysia sudah menyuarakan kekhawatiran pecahnya perlombaan senjata di kawasan Indo-Pasifik setelah Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia membentuk aliansi AUKUS. Aliansi ini dibentuk dengan dalih ada ancaman yang tumbuh dari China .
Di pihak Barat, Prancis juga dibuat jengkel dengan pembentukan aliansi AUKUS. Sebab, kesepakatan dalam aliansi itu mencakup berbagi teknologi kapal selam bertenaga nuklir yang otomatis menghancurkan kontrak pembuatan kapal selam bertenaga diesel Paris untuk Canberra.
Suara keprihatinan Indonesia dan Malaysia atas pembentukan aliansi AUKUS mendapat sorotan pakar internasional karena keduanya dianggap dua anggota kunci ASEAN.
Kewaspadaan di pihak ASEAN penting, terutama karena Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu menggembar-gemborkan pengaturan yang diperlukan untuk stabilitas Indo-Pasifik dan menyebutkan keinginan untuk bekerja dengan blok 10 negara dari negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki perselisihan dengan kapal-kapal China di Laut China Selatan, wilayah yang luas di mana Beijing telah membuat klaim besar atas sumber daya hidrokarbon dan perikanan.
ASEAN telah berusaha untuk menyeimbangkan hubungan antara ekonomi terbesar dunia, mengandalkan senjata AS untuk menjaga Beijing dari membangun hegemoni regional bahkan ketika mereka menjadi lebih bergantung pada China untuk pertumbuhan ekonomi.
AUKUS berisiko mengubah persamaan itu, meningkatkan kemungkinan konfrontasi AS-China yang dapat memiliki konsekuensi ekonomi dan keamanan nasional.
"Untuk mencegah hasil hegemoni regional China, perlu bagi negara-negara untuk mengambil tindakan diplomatik dan militer, yang pasti akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar dan konfrontasi militer," kata Bonnie Glaser, direktur Program Asia di German Marshall Fund of the US.
"Negara-negara Asia Tenggara mungkin harus memilih—mana ancaman yang lebih besar?" lanjut Glaser, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (21/9/2021).
Di pihak Barat, Prancis juga dibuat jengkel dengan pembentukan aliansi AUKUS. Sebab, kesepakatan dalam aliansi itu mencakup berbagi teknologi kapal selam bertenaga nuklir yang otomatis menghancurkan kontrak pembuatan kapal selam bertenaga diesel Paris untuk Canberra.
Suara keprihatinan Indonesia dan Malaysia atas pembentukan aliansi AUKUS mendapat sorotan pakar internasional karena keduanya dianggap dua anggota kunci ASEAN.
Kewaspadaan di pihak ASEAN penting, terutama karena Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu menggembar-gemborkan pengaturan yang diperlukan untuk stabilitas Indo-Pasifik dan menyebutkan keinginan untuk bekerja dengan blok 10 negara dari negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki perselisihan dengan kapal-kapal China di Laut China Selatan, wilayah yang luas di mana Beijing telah membuat klaim besar atas sumber daya hidrokarbon dan perikanan.
ASEAN telah berusaha untuk menyeimbangkan hubungan antara ekonomi terbesar dunia, mengandalkan senjata AS untuk menjaga Beijing dari membangun hegemoni regional bahkan ketika mereka menjadi lebih bergantung pada China untuk pertumbuhan ekonomi.
AUKUS berisiko mengubah persamaan itu, meningkatkan kemungkinan konfrontasi AS-China yang dapat memiliki konsekuensi ekonomi dan keamanan nasional.
"Untuk mencegah hasil hegemoni regional China, perlu bagi negara-negara untuk mengambil tindakan diplomatik dan militer, yang pasti akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar dan konfrontasi militer," kata Bonnie Glaser, direktur Program Asia di German Marshall Fund of the US.
"Negara-negara Asia Tenggara mungkin harus memilih—mana ancaman yang lebih besar?" lanjut Glaser, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (21/9/2021).