Penyiar TV Wanita Pertama yang Wawancarai Taliban Kabur dari Afghanistan

Sabtu, 04 September 2021 - 09:38 WIB
loading...
Penyiar TV Wanita Pertama yang Wawancarai Taliban Kabur dari Afghanistan
Beheshta Arghand, 24 penyiar TV wanita pertama Afghanistan yang mewawancarai petinggi Taliban setelah jatuhnya Kabul. Foto/The Guardian
A A A
DOHA - Beheshta Arghand telah menjadi berita utama di seluruh dunia setelah menjadi penyiar televisi (TV) wanita pertama Afghanistan yang mewawancarai petinggi Taliban setelah jatuhnya Kabul. Namun, dia melarikan diri ke Qatar setelah milisi kelompok itu mulai menargetkan wanita.

Sejak Arghand mewawancarai petinggi Taliban, banyak orang bertanya-tanya apakah para milisi telah benar-benar mengadopsi sikap yang lebih moderat dan hormat terhadap hak-hak perempuan.



Tetapi bagi Arghand, pada hari-hari berikutnya yang tampaknya bersejarah itu, warna sebenarnya dari rezim baru Taliban terungkap. Khawatir akan hidup dan kebebasannya, jurnalis berusia 24 tahun itu memilih melarikan diri ke Qatar, dan menggambarkan bagaimana Taliban telah menindas jurnalis wanita.

“Perempuan—Taliban tidak mereka terima,” kata Arghand kepada Reuters dari Qatar.

"Ketika sekelompok orang tidak menerima Anda sebagai manusia, mereka memiliki gambaran di benak mereka tentang Anda, itu sangat sulit," katanya lagi, yang dilansir Sabtu (4/9/2021).

Wawancara televisi antara Arghand dengan seorang pejabat senior Taliban yang disiarkan secara langsung itu sebenarnya adalah kudeta propagandaoleh para militan, yang kemudian menjadi berita utama di seluruh dunia. Pejabat Taliban itu muncul di studio tanpa diundang pada 17 Agustus, dua hari setelah jatuhnya Kabul, dan meminta untuk diwawancarai.

“Saya melihat mereka datang [ke stasiun televisi Tolo News]. Saya kaget, saya kehilangan kendali...Saya berkata pada diri sendiri bahwa mungkin mereka datang untuk bertanya mengapa saya datang ke studio,” kenangnya.

Terlepas dari keterkejutannya, Arghand—yang telah menjadi presenter di saluran berita Afghanistan selama lebih dari sebulan—telah menyesuaikan jilbabnya, memeriksa pakaiannya untuk memastikan tidak ada bagian tubuhnya yang terlihat dan mulai melontarkan pertanyaannya. Dia mendapat pujian untuk interaksi yang tenang dan saat itu kemudian digambarkan sebagai hal "tak terbayangkan" dibandingkan dengan ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan dari 1996 hingga 2001, ketika perempuan tidak diberi kemampuan untuk belajar, bekerja atau bahkan pergi sendiri.

Tetapi Arghand mengatakan bahwa di luar kamera, fasad moderat Taliban segera runtuh, dan di hari-hari berikutnya hidupnya berubah menjadi mimpi buruk. Taliban memerintahkan Tolo News untuk membuat semua wanita mengenakan jilbab, syal yang menutupi kepala mereka tetapi membiarkan wajahnya terbuka. Taliban juga menangguhkan penyiar wanita di stasiun lain.

Dia mengatakan kelompok militan Islam itu meminta media lokal untuk berhenti berbicara tentang pengambilalihan dan kekuasaan mereka. “Bila Anda tidak dapat [bahkan] mengajukan pertanyaan yang mudah, bagaimana Anda bisa menjadi seorang jurnalis?” tanya Arghand.



Dia mengatakan banyak rekan jurnalis perempuannya telah meninggalkan negara itu meskipun ada jaminan Taliban bahwa kebebasan media meningkat setiap hari dan bahwa perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan. Saat dia melihat situasi di stasiun beritanya memburuk untuk wanita, Arghand merasa terlalu berisiko baginya untuk tetap tinggal di Afghanistan.

Dia, bersama Ibu, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya, berhasil mengatur evakuasi ke Qatar dengan bantuan Malala Yousafzai, gadis pemenang hadiah Nobel yang selamat setelah ditembak kepalanya oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada tahun 2012 karena kampanyenya untuk pendidikan perempuan dan anak perempuan.

Setelah Afghanistan jatuh ke tangan Taliban, Arghand sempat mewawancarai Malala Yousafzai. Beberapa hari kemudian, dia memintanya untuk membantu melarikan diri dari negara itu sebagai bagian dari evakuasi yang dipimpin Amerika Serikat.

“Saya menelepon Malala dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya,” katanya.

Terlepas dari janji Taliban untuk memberi perempuan hak untuk belajar dan bekerja di bawah rezim baru mereka, laporan dari seluruh negeri mulai menceritakan kisah yang berbeda. Pada hari Minggu di Kandahar, jantung dari Taliban, presenter perempuan dilarang bekerja untuk radio dan televisi. Di seluruh negeri, perempuan dilarang masuk universitas, sekolah perempuan ditutup, polisi perempuan diancam dan perempuan di beberapa daerah tidak lagi diizinkan keluar tanpa pendamping.

Meskipun berhasil tiba di Doha bersama keluarganya pada 24 Agustus, Arghand mengatakan dia berjuang dengan semua yang dia tinggalkan, dari rumahnya hingga karier yang dia cintai.

“Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri: sekarang Anda tidak punya apa-apa,” katanya, seperti dilansir The Guardian.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1970 seconds (0.1#10.140)