Turki Kutuk ‘Kudeta’ di Tunisia, Dianggap Tidak Sah dan Mengkhawatirkan

Selasa, 27 Juli 2021 - 03:01 WIB
loading...
Turki Kutuk ‘Kudeta’...
Aparat keamanan berhadapan dengan pengunjuk rasa di Tunis, Tunisia. Foto/anadolu
A A A
TUNIS - Beberapa pejabat senior Turki mengutuk tindakan presiden Tunisia yang merebut kekuasaan eksekutif secara penuh dengan memecat perdana menteri dan membubarkan parlemen.

Presiden Tunisia Kais Saied membubarkan pemerintahan Perdana Menteri Hichem Mechichi pada Minggu malam, membekukan parlemen dan mengambil alih otoritas eksekutif dengan bantuan perdana menteri baru.

Dalam pidatonya, Saied mengatakan akan mencabut kekebalan semua anggota parlemen dan mengambil peran sebagai jaksa penuntut umum.



Dia mengatakan telah mengambil keputusan setelah berkonsultasi dengan Mechichi dan Ketua Parlemen Rached Ghannouchi.



”Penangguhan parlemen terpilih dan pemecatan pemerintahan di Tunisia mengkhawatirkan. Sebagai warga Turki, kami selalu menjadi pendukung pencapaian demokrasi Tunisia yang bersahabat dan bersaudara,” ungkap Wakil Presiden Turki Fuat Oktay di Twitter.



Oktay menambahkan dukungan Turki untuk Tunisia yang demokratis akan terus berlanjut.

"Apa yang terjadi di Tunisia mengkhawatirkan. Keputusan yang melarang parlemen terpilih dan anggota parlemen memenuhi tugas mereka adalah kudeta terhadap tatanan konstitusional," papar Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop di Twitter.

Mustafa Sentop menambahkan, "Kudeta militer/birokratis tidak sah di Tunisia seperti terjadi di mana-mana. Rakyat Tunisia akan berpegang pada tatanan konstitusional dan hukum."

Juru bicara kepresidenan Turki juga menolak "penangguhan proses demokrasi dan pengabaian kehendak demokratis rakyat Tunisia."

"Kami mengutuk inisiatif yang tidak memiliki legitimasi konstitusional dan dukungan publik. Kami percaya demokrasi Tunisia akan muncul lebih kuat dari proses ini," ujar Ibrahim Kalin di Twitter.

Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun juga mengutuk langkah tersebut. "Turki selalu mendukung demokrasi dan rakyat di mana pun. Kita sangat menderita di masa lalu, ketika kekuasaan tidak dialihkan melalui pemilu," papar Altun di Twitter.

"Oleh karena itu, kami prihatin dengan perkembangan terbaru di Tunisia dan mempertahankan bahwa demokrasi harus dipulihkan tanpa penundaan," tegas dia.

Omer Celik, juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) Turki, menggambarkan perkembangan saat ini di Tunisia sebagai "kudeta" yang menargetkan legitimasi politik di negara itu.

Celik menambahkan, “Turki mendukung rakyat Tunisia dan menghormati perjuangan untuk demokrasi.” Dia menggarisbawahi dukungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk demokrasi di Tunisia.

Menekankan bahwa Turki menentang semua kudeta, Wakil Ketua Partai AK Numan Kurtulmus mengatakan, “Kami melihat bahwa kudeta di Tunisia akan merugikan rakyat Tunisia. Sebagai rakyat Turki, kami menentang tindakan anti-demokrasi ini sepenuhnya.”

"Penangguhan parlemen dan pemecatan pemerintah di Tunisia mengkhawatirkan hukum dan demokrasi," ujar Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul di Twitter.

“Digambarkan sebagai kudeta oleh presiden parlemen Tunisia; kami mengutuk upaya menangguhkan parlemen, memberhentikan perdana menteri, dan mencegah ketua parlemen memasuki parlemen oleh aparat penegak hukum, yang jelas bertentangan dengan hukum dan pasal ke-80 Konstitusi Tunisia,” ungkap Yasin Samli, kepala Asosiasi Pengacara Nomor 2 Istanbul, di Twitter.

Dalam pernyataan terpisah, asosiasi pengacara Turki mengatakan, "Presiden tidak memiliki kekuasaan untuk menangguhkan kegiatan parlemen, bahkan untuk sementara. Penangguhan parlemen jelas bertentangan dengan Konstitusi Tunisia."

Dikatakan bahwa praktik-praktik seperti pencegahan masuknya ketua parlemen ke gedung majelis itu "mengkhawatirkan."

"Kami berharap rakyat Tunisia akan melindungi tatanan konstitusional dan legitimasi hukum," ungkap dia, mendesak masyarakat internasional menentang "tindakan seperti kudeta" ini.

Tunisia telah menyaksikan protes rakyat terhadap pemerintah dan oposisi, dengan serangan yang dilaporkan di kantor pusat dan gedung-gedung partai Islam moderat, Ennahda Ghannouchi, di beberapa provinsi Tunisia.

Sejak Januari, negara itu berada dalam kebuntuan politik di tengah perselisihan antara Saied dan Mechichi mengenai perombakan pemerintahan yang ditolak Saied.

Negara ini juga menghadapi krisis ekonomi dan lonjakan infeksi virus corona di tengah peringatan kemungkinan runtuhnya sistem kesehatan.
(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1829 seconds (0.1#10.140)