Iran Makin Dekat Peroleh Bom Nuklir, PM Israel dan Netanyahu Saling Menyalahkan
loading...
A
A
A
Sumber yang dekat dengan Bennett mengatakan; "Ini adalah warisan yang diterima Bennett, dan dari sini, dia akan menavigasi dan memperbaikinya dengan semua alat yang dia miliki."
"Ini adalah kegagalan yang parah," imbuh sumber tersebut. "Netanyahu tahu ini dan mencoba melemparkan tanggung jawab kepada orang lain," ujarnya seperti dikutip The Jerusalem Post, Kamis (15/7/2021).
Sumber itu menuduh Netanyahu lebih memilih untuk memberikan pidato dengan alat peraga sebagai bagian dari kampanye pemilu-nya di Israel, daripada mengambil tindakan kritis.
"Kesenjangan antara retorika dan tindakan tidak pernah lebih besar,” kata sumber itu, menggemakan pernyataan Bennett di Knesset atau Parlemen awal pekan ini.
AS dan Iran telah terlibat dalam negosiasi tidak langsung untuk kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Perjanjian, yang membatasi pengayaan uranium Iran dan secara bertahap mencabut sanksi AS terhadap Iran, akan berakhir pada tahun 2030 dan memungkinkan Iran untuk mendekati kemampuannya untuk memperoleh senjata nuklir.
Pemerintahan Donald Trump meninggalkan JCPOA pada 2018, sebagai gantinya memilih sanksi berat untuk menekan Iran. Namun, pemerintahan Joe Biden memulai pembicaraan dengan Iran di Wina pada April untuk kembali ke JCPOA.
Putaran keenam negosiasi tidak langsung AS-Iran berakhir pada awal Juni, sebelum pemilu presiden di Iran. Ebrahim Raisi, seorang hakim yang bertanggung jawab atas ribuan eksekusi dan dijatuhi sanksi oleh AS atas pelanggaran hak asasi manusia, memenangkan pemilu tersebut.
Tanggal dimulainya kembali negosiasi, dan apakah Raisi akan memilih untuk melanjutkannya, masih belum jelas.
“Sampai hari ini, tidak seorang pun, termasuk orang Iran, yang memiliki jawaban kapan pembicaraan akan dilanjutkan," kata Duta Besar Rusia untuk IAEA di Wina, Mikhail Ulyanov, kepada surat kabar Kommersant.
"Ini adalah kegagalan yang parah," imbuh sumber tersebut. "Netanyahu tahu ini dan mencoba melemparkan tanggung jawab kepada orang lain," ujarnya seperti dikutip The Jerusalem Post, Kamis (15/7/2021).
Sumber itu menuduh Netanyahu lebih memilih untuk memberikan pidato dengan alat peraga sebagai bagian dari kampanye pemilu-nya di Israel, daripada mengambil tindakan kritis.
"Kesenjangan antara retorika dan tindakan tidak pernah lebih besar,” kata sumber itu, menggemakan pernyataan Bennett di Knesset atau Parlemen awal pekan ini.
AS dan Iran telah terlibat dalam negosiasi tidak langsung untuk kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Perjanjian, yang membatasi pengayaan uranium Iran dan secara bertahap mencabut sanksi AS terhadap Iran, akan berakhir pada tahun 2030 dan memungkinkan Iran untuk mendekati kemampuannya untuk memperoleh senjata nuklir.
Pemerintahan Donald Trump meninggalkan JCPOA pada 2018, sebagai gantinya memilih sanksi berat untuk menekan Iran. Namun, pemerintahan Joe Biden memulai pembicaraan dengan Iran di Wina pada April untuk kembali ke JCPOA.
Putaran keenam negosiasi tidak langsung AS-Iran berakhir pada awal Juni, sebelum pemilu presiden di Iran. Ebrahim Raisi, seorang hakim yang bertanggung jawab atas ribuan eksekusi dan dijatuhi sanksi oleh AS atas pelanggaran hak asasi manusia, memenangkan pemilu tersebut.
Tanggal dimulainya kembali negosiasi, dan apakah Raisi akan memilih untuk melanjutkannya, masih belum jelas.
“Sampai hari ini, tidak seorang pun, termasuk orang Iran, yang memiliki jawaban kapan pembicaraan akan dilanjutkan," kata Duta Besar Rusia untuk IAEA di Wina, Mikhail Ulyanov, kepada surat kabar Kommersant.