Pelanggar HAM, AS Bersumpah Tuntut Pertanggungjawaban Ebrahim Raisi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Gedung Putih megatakan presiden terpilih Iran , Ebrahim Raisi , akan dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Gedung Putih juga menegaskan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak memiliki rencana untuk bertemu dengan Raisi.
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Raisi tentu saja akan dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah pengawasannya.
Raisi adalah seorang pejabat peradilan di rezim Iran sekaligus ulama garis keras. Ia saat ini masih berada di bawah sanksi AS atas perannya dalam eksekusi massal tahanan politik tahun 1988.
“Ke depan, kami sangat mendesak pemerintah Iran terlepas dari siapa yang berkuasa untuk membebaskan tahanan politik, meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang Iran,” kata Psaki seperti dikutip dari Washington Times, Selasa (22/6/2021).
Psaki mencatat bahwa AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik, dan Biden tidak berniat bertemu dengannya.
Dia juga berpendapat bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khameni adalah sosok yang mengambil keputusan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan AS dan kekuatan dunia lainnya. Pembicaraan tidak langsung AS-Iran di Jenewa sendiri dikatakan membuat kemajuan menuju kesepakatan, mungkin sebelum pelantikan Raisi pada bulan Agustus.
“Pandangan presiden, dan pandangan kami, adalah bahwa pengambil keputusan di sini adalah pemimpin tertinggi,” ujar Psaki.
“Kami akan terus bekerja untuk memajukan negosiasi diplomatik ini, karena ini demi kepentingan Amerika Serikat dan kepentingan keamanan nasional kami. Tapi saya tidak punya jadwal baru untuk Anda,” imbuhnya.
Mengacu pada seruan baru dari Teheran agar AS mencabut sanksi, Psaki mengatakan masalah itu adalah subjek pembicaraan yang telah menyelesaikan enam putaran.
“Kami tentu memahami seperti yang telah kami lihat di putaran terakhir negosiasi ini bahwa akan ada berbagai retorika untuk mengatasi kebutuhan politik (Iran) di dalam negeri,” ucapnya.
“Kami memahami itu, tetapi fokus kami tetap pada negosiasi yang kami harapkan untuk terus berpartisipasi,” tukasnya.
Sebelumnya, pada konferensi pers pertamanya di Teheran setelah kemenangannya yang jelas dalam pemungutan suara hari Jumat, Raisi mengatakan dia tidak akan bertemu dengan Biden tetapi mengatakan dia akan mendukung kebangkitan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ditolak oleh pemerintahan Trump.
Raisi, seorang ulama berusia 60 tahun, dikenal dekat dengan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ali Khamenei dan secara luas dipandang sebagai calon penerusnya. Dia jelas presiden favorit dari garis keras Iran yang telah berjuang dengan Presiden Hassan Rouhani yang moderat dan sangat memusuhi Israel dan AS.
Raisi menjadi presiden terpilih setelah menyapu hampir 62% dari 28,9 juta suara dalam pemilihan presiden hari Jumat lalu, yang melihat jumlah pemilih terendah dalam sejarah negara itu. Jutaan orang Iran tinggal di rumah menentang pemungutan suara yang mereka lihat sebagai pemilihan yang curang di mana otoritas agama memblokir banyak pemimpin moderat bahkan untuk muncul dalam pemungutan suara.
Raisi mengatakan pada konferensi pers yang penuh sesak di Teheran pada hari Senin bahwa dia akan mencari keringanan dari hukuman sanksi AS yang telah menghancurkan ekonomi Iran. Namun dia mengesampingkan batasan kemampuan rudal Iran dan dukungan untuk milisi regional, sejumlah masalah yang menurut pejabat AS ingin dibahas dalam pembicaraan berikutnya setelah perjanjian nuklir kembali berlaku, The Associated Press melaporkan.
“Itu tidak bisa dinegosiasikan,” tegas Raisi tentang program rudal balistik Iran, menambahkan bahwa AS wajib mencabut semua sanksi yang menindas Iran.
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Raisi tentu saja akan dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah pengawasannya.
Raisi adalah seorang pejabat peradilan di rezim Iran sekaligus ulama garis keras. Ia saat ini masih berada di bawah sanksi AS atas perannya dalam eksekusi massal tahanan politik tahun 1988.
“Ke depan, kami sangat mendesak pemerintah Iran terlepas dari siapa yang berkuasa untuk membebaskan tahanan politik, meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang Iran,” kata Psaki seperti dikutip dari Washington Times, Selasa (22/6/2021).
Psaki mencatat bahwa AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik, dan Biden tidak berniat bertemu dengannya.
Dia juga berpendapat bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khameni adalah sosok yang mengambil keputusan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan AS dan kekuatan dunia lainnya. Pembicaraan tidak langsung AS-Iran di Jenewa sendiri dikatakan membuat kemajuan menuju kesepakatan, mungkin sebelum pelantikan Raisi pada bulan Agustus.
“Pandangan presiden, dan pandangan kami, adalah bahwa pengambil keputusan di sini adalah pemimpin tertinggi,” ujar Psaki.
“Kami akan terus bekerja untuk memajukan negosiasi diplomatik ini, karena ini demi kepentingan Amerika Serikat dan kepentingan keamanan nasional kami. Tapi saya tidak punya jadwal baru untuk Anda,” imbuhnya.
Mengacu pada seruan baru dari Teheran agar AS mencabut sanksi, Psaki mengatakan masalah itu adalah subjek pembicaraan yang telah menyelesaikan enam putaran.
“Kami tentu memahami seperti yang telah kami lihat di putaran terakhir negosiasi ini bahwa akan ada berbagai retorika untuk mengatasi kebutuhan politik (Iran) di dalam negeri,” ucapnya.
“Kami memahami itu, tetapi fokus kami tetap pada negosiasi yang kami harapkan untuk terus berpartisipasi,” tukasnya.
Sebelumnya, pada konferensi pers pertamanya di Teheran setelah kemenangannya yang jelas dalam pemungutan suara hari Jumat, Raisi mengatakan dia tidak akan bertemu dengan Biden tetapi mengatakan dia akan mendukung kebangkitan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ditolak oleh pemerintahan Trump.
Raisi, seorang ulama berusia 60 tahun, dikenal dekat dengan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ali Khamenei dan secara luas dipandang sebagai calon penerusnya. Dia jelas presiden favorit dari garis keras Iran yang telah berjuang dengan Presiden Hassan Rouhani yang moderat dan sangat memusuhi Israel dan AS.
Raisi menjadi presiden terpilih setelah menyapu hampir 62% dari 28,9 juta suara dalam pemilihan presiden hari Jumat lalu, yang melihat jumlah pemilih terendah dalam sejarah negara itu. Jutaan orang Iran tinggal di rumah menentang pemungutan suara yang mereka lihat sebagai pemilihan yang curang di mana otoritas agama memblokir banyak pemimpin moderat bahkan untuk muncul dalam pemungutan suara.
Raisi mengatakan pada konferensi pers yang penuh sesak di Teheran pada hari Senin bahwa dia akan mencari keringanan dari hukuman sanksi AS yang telah menghancurkan ekonomi Iran. Namun dia mengesampingkan batasan kemampuan rudal Iran dan dukungan untuk milisi regional, sejumlah masalah yang menurut pejabat AS ingin dibahas dalam pembicaraan berikutnya setelah perjanjian nuklir kembali berlaku, The Associated Press melaporkan.
“Itu tidak bisa dinegosiasikan,” tegas Raisi tentang program rudal balistik Iran, menambahkan bahwa AS wajib mencabut semua sanksi yang menindas Iran.
(ian)