Pertama Kalinya, Negara Arab Terpecah untuk Mengutuk Israel Bombardir Gaza
loading...
A
A
A
RIYADH - Ketika Isrel dan Hamas semakin mendekati perang habis-habisan, pertempuran baru untuk narasi sedang terjadi di antara negara-negara Arab . Untuk pertama kalinya dalam banyak bentrokan antara kedua musuh, negara-negara Arab terpecah tentang siapa yang harus disalahkan dan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan pertempuran.
Sementara beberapa negara dengan mayoritas Muslim, seperti Turki dan Iran, menuduh Israel melakukan tindakan provokasi di Masjid Al-Aqsa dan melakukan kekejaman di Gaza , negara Arab lain cenderung menahan diri.
Negara-negara yang berdamai dengan Israel pada tahun terakhir pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump relatif "hening" dan menjadi pembawa standar dari apa yang disebut sebagai Perjanjian Abraham.
Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan, yang semuanya baru-baru ini menormalkan hubungan dengan Israel, sekarang menemukan diri mereka menyeimbangkan hubungan baru mereka dengan warga yang telah vokal dalam kemarahan mereka atas kekerasan Israel.
Pengamat Israel dan Palestina mengatakan reaksi yang berbeda terhadap putaran pertempuran ini telah menempatkan beberapa kekuatan regional dalam posisi yang sulit dengan penduduk mereka sendiri.
"Sungguh luar biasa, dalam posisi penolakan terhadap Emirat khususnya, bahwa mereka tidak mengeluarkan satu kritik pun tentang apa yang terjadi di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki," kata Chris Doyle, direktur Dewan untuk Pemahaman Arab-Inggris (CAABU).
“Ini mengirimkan sinyal dari kepemimpinan Emirat bahwa kami tidak akan terombang-ambing dari aliansi yang berkembang dengan Israel ini, yang mereka anggap berharga untuk rencana masa depan; ini termasuk melawan Iran, Turki dan kelompok Ikhwanul Muslimin," imbuhnya.
“Ada banyak ruang untuk membuat pernyataan yang sangat mendukung hak-hak rakyat Palestina, tanpa mendukung Hamas. Dan mereka belum melakukannya," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (19/5/2021).
Sementara beberapa negara dengan mayoritas Muslim, seperti Turki dan Iran, menuduh Israel melakukan tindakan provokasi di Masjid Al-Aqsa dan melakukan kekejaman di Gaza , negara Arab lain cenderung menahan diri.
Negara-negara yang berdamai dengan Israel pada tahun terakhir pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump relatif "hening" dan menjadi pembawa standar dari apa yang disebut sebagai Perjanjian Abraham.
Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan, yang semuanya baru-baru ini menormalkan hubungan dengan Israel, sekarang menemukan diri mereka menyeimbangkan hubungan baru mereka dengan warga yang telah vokal dalam kemarahan mereka atas kekerasan Israel.
Pengamat Israel dan Palestina mengatakan reaksi yang berbeda terhadap putaran pertempuran ini telah menempatkan beberapa kekuatan regional dalam posisi yang sulit dengan penduduk mereka sendiri.
"Sungguh luar biasa, dalam posisi penolakan terhadap Emirat khususnya, bahwa mereka tidak mengeluarkan satu kritik pun tentang apa yang terjadi di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki," kata Chris Doyle, direktur Dewan untuk Pemahaman Arab-Inggris (CAABU).
“Ini mengirimkan sinyal dari kepemimpinan Emirat bahwa kami tidak akan terombang-ambing dari aliansi yang berkembang dengan Israel ini, yang mereka anggap berharga untuk rencana masa depan; ini termasuk melawan Iran, Turki dan kelompok Ikhwanul Muslimin," imbuhnya.
“Ada banyak ruang untuk membuat pernyataan yang sangat mendukung hak-hak rakyat Palestina, tanpa mendukung Hamas. Dan mereka belum melakukannya," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (19/5/2021).