Blinken: Sejumlah Negara Gunakan Pandemi untuk 'Kontrol' Media

Selasa, 04 Mei 2021 - 15:42 WIB
loading...
Blinken: Sejumlah Negara...
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony J. Blinken menuturkan bahwa sejumlah negara masih menggunakan pandemi untuk mengekang kebebasan pers. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) , Anthony J. Blinken menuturkan bahwa sejumlah negara masih menggunakan pandemi untuk mengekang kebebasan pers. Hal itu diungkapkan Blinken saat peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Blinken menuturkan, informasi dan ilmu pengetahuan adalah instrumen yang kuat, dan media yang bebas dan independen merupakan lembaga inti yang menghubungkan publik dengan informasi yang dibutuhkan untuk memajukan diri mereka, membuat keputusan yang berdasarkan informasi dan menuntut pertanggungjawaban pejabat pemerintah.

AS, ucapnya mempromosikan kebebasan pers secara daring dan luring, serta keselamatan jurnalis, dan pekerja media di seluruh dunia.

"Kebebasan berekspresi dan akses ke informasi yang faktual dan akurat yang disediakan oleh media independen merupakan fondasi masyarakat demokratis yang sejahtera dan aman," ucapnya, dalam pernyataan pers yang diterima Sindonews pada Selasa (4/5/2021).

"Di bawah naungan Deklarasi Universal HAM, kebebasan berekspresi mencakup hak seluruh individu “untuk mencari, menerima, dan membagikan informasi dan ide melalui media apa pun tanpa ada batas.” Namun, prospek hak-hak jurnalis saat ini memprihatinkan," sambungnya.

Dia mengatakan, itulah salah satu alasan AS untuk meluncurkan, sebagai respons terhadap pembunuhan brutal Jamal Khashoggi, apa yang disebut "Khashoggi Ban" guna membantu menciptakan efek jera perilaku mengancam terhadap media.

Laporan Praktik HAM di Negara-Negara 2020 yang dilansir pada bulan Mei mencakup belasan kasus pekerja media yang dianiaya, diserang, dan bahkan dibunuh terkait profesi mereka. Komite Perlindungan Jurnalis atau CJP melaporkan bahwa pada tahun 2020 jurnalis yang dibunuh akibat balas dendam terkait laporan mereka jumlahnya lebih dari dua kali lipat, dengan Meksiko dan Afganistan yang memiliki jumlah kasus terbanyak.

Menurut CPJ, jumlah jurnalis yang dipenjara akibat laporan mereka pada 2020 mencapai nilai tertinggi sejak organisasi tersebut pertama kali mendata. China, Turki, serta Mesir menjadi negara-negara yang memenjarakan jurnalis terbanyak tahun lalu.

"Sayangnya, pandemi memberikan dalih bagi pemerintah represif untuk meningkatkan tekanan terhadap media independen. Di lingkungan yang tidak bersahabat ini lah tempat kebebasan berekspresi, terutama oleh para anggota pers, menjadi jauh lebih penting lagi dalam mewaspadakan publik akan penyalahgunaan dan korupsi dan dalam melawan misinformasi dan disinformasi berbahaya," ucapnya.

"Kami menyerukan kepada semua pemerintah untuk memastikan keamanan media dan melindungi kemampuan jurnalis untuk melakukan pekerjaan mereka tanpa rasa takut akan kekerasan, ancaman, atau penahanan yang tidak adil," ucap Blinken.

Blinken mengatakan, dalam dunia digital yang semakin berkembang, kebebasan pers dan arus informasi bebas memerlukan kebebasan internet. AS, ujarnya, prihatin akan upaya yang semakin besar dari pemerintah-pemerintah untuk menghilangkan informasi dan pengetahuan publik dengan mengontrol akses internet dan menyensor konten, termasuk dengan pembatasan jaringan secara luas, sehingga tidak mungkin bagi jurnalis untuk melakukan pelaporan independen.

"Pemerintah tidak boleh menutup, memblokir, menghambat, menyensor, atau menyaring layanan, karena aksi-aksi semacam ini melemahkan dan terlampau membatasi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat dan berekspresi, mengganggu akses ke layanan penting, serta berdampak negatif terhadap ekonomi," tukasnya.
(esn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1909 seconds (0.1#10.140)